Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hasil Penelitian, Plastik Pembungkus Makanan Cepat Saji Mengandung Kimia Beracun
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 07-08-2020 | 12:20 WIB
ilustrasi-kertas-plastik1.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Plastik pembungkus makanan, seperti burger, di restoran cepat saji ditemukan mengandung bahan kimia beracun yang bisa berbahaya untuk kesehatan.

Hal itu ditemukan dalam sebuah penelitian anyar yang digagas kelompok advokasi lingkungan Toxic-Free Future dan Mind the Store.

Laporan berjudul "Packaged in Polution: Are Food Chains Using PFAS in Packaging?" itu dirilis pada Kamis (6/8/2020). Penelitian menemukan bahan kimia perfluoroalkyl dan polyfluoroalkyl (PFAS) dalam kemasan yang umum digunakan untuk membungkus burger atau kentang goreng di sejumlah restoran cepat saji.

Tak hanya kertas plastik pembungkus, PFAS berkonsentrasi tinggi juga ditemukan di mangkuk atau wadah 'ramah lingkungan' yang digunakan oleh beberapa rantai kuliner di Amerika Serikat (AS).

Kendati demikian, tak semua pembungkus yang digunakan mengandung bahan kimia tersebut. Ada beberapa pembungkus yang dinyatakan aman.

PFAS merupakan zat kimia anti-air dan minyak yang banyak digunakan dalam berbagai produk konsumen, termasuk kemasan makanan cepat saji, wajan anti-lengket, dan beberapa lainnya. PFAS tak dapat terurai di lingkungan. Burger dan kentang goreng adalah dua jenis makanan yang paling mungkin dikemas oleh kemasan yang mengandung PFAS.

Center for Disease and Prevention Control (CDC) AS telah mendefinisikan PFAS sebagai 'masalah kesehatan masyarakat'.

Melansir CNN, sejumlah bukti telah memperlihatkan bahaya PFAS terhadap tubuh. Beberapa penelitian selama dekade terakhir telah menemukan bahwa paparan PFAS dapat memicu sejumlah masalah kesehatan mulai dari kerusakan hati, gangguan kekebalan tubuh, gangguan endokrin, hingga kanker.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Lancet Diabetes and Endocrinology menemukan, ada bahan kimia tertentu yang dapat menganggu proses endokron dengan merusak air mani dan meningkatkan kanker prostat pada pria, kanker payudara, sindrom ovarium polikistik, dan endometriosis pada wanita. Bahan kimia itu ditemukan juga dalam PFAS.

Selain itu, laporan CDC AS pada 2015 lalu juga pernah menemukan bahwa PFAS terdeteksi dalam darah 97 persen orang Amerika.

Ahli mikrobiologi Linda Birnbaum mengatakan bahwa hasil penelitian ini patut menjadi perhatian masyarakat. Masyarakat, lanjut dia, harus bisa memilih barang-barang apa yang akan digunakan atau tidak.

"Mungkin itu [hasil penelitian] adalah sesuatu yang perlu konsumen pikirkan. Apakah lebih penting membungkus makanan dengan PFAS untuk mencegah minyak berlebih? Atau, apakah kita akan membiarkan minyak itu, tapi tidak perlu menggunakan kemasan mengandung PFAS?" ujar Birnbaum.

Sebagai buntut dari hasil penelitian, sejumlah restoran cepat saji menyatakan akan mulai mengurangi penggunaan kemasan yang mengandung PFAS pada beberapa waktu mendatang.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha