Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Merasa Dianaktirikan, Warga Bengkong Wahyu Menjerit
Oleh : Saiansah
Sabtu | 01-08-2020 | 14:52 WIB
A-WARGA-BENGKONG-WAHYU.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Perangkat warga Bengkong Wahyu saat menyampaikan keluhan mereka kepada anggota DPRD Provinsi Kepri, Wirya Putra Sar Silalahi. (Foto: Saibansah)

LIMA belas tahun hidup di Kota Batam, ribuan warga Bengkong Wahyu, Tanjung Buntung Kota Batam, belum menikmati aliran air bersih. Padahal, setiap tahun mereka ikut Musrenbang. Bagaimana jeritan hati warga Bengkong Wahyu itu? Berikut catatan BATAMTODAY.COM yang menyaksikan perwakilan warga menyampaikan keluh kesahnya kepada Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi Kepri, Wirya Putra Sar Silalahi.

Setiap hari, ribuan warga Bengkong Wahyu, Tanjung Buntung Kota Batam harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli air bersih. Jika air bersih yang mengalir dari pipa milik ATB (Adhya Tirta Batam) hanya Rp 4 ribu per kubik, mereka harus membayar hingga 500 persen lebih mahal.

"Warga kami menjerit, karena untuk kebutuhan air biayanya besar. Ada yang sampai bayar Rp 22 ribu per kubik. Padahal, kalau air ATB itu harganya cuma Rp 4 ribu per kubik. Jadi sangat tinggi cost-nya," ujar Ketua RW 17 Bengkong Wahyu, Fery Saragih kepada Wirya Putra Sar Silalahi, Sabtu (1/8/2020).

Dalam bincang santai di Restoran Foodpoint Mitra 2 Batam Center itu, Fery Saragih didampingi oleh Ketua RT 03 Bengkong Wahyu, Firman Situmorang, Ketua RT 02 Bengkong Wahyu, Jimson Pandiangan dan Ketua RT 01 Bengkong Wahyu, Ricardo Simanungkalit serta tokoh warga lain.

Soal ATB, lanjut Fery Saragih, dari pihak Badan Pengusahaan (BP) Batam (saat itu, Otorita Batam) sudah melakukan survey tahun 2015. Saat itu, mereka kaget, ini sudah tak layak lagi dinyatakan sebagai hutan lindung. Rumahnya sudah padat dan gedung-gedung semua.

"Kendala kita itu, kita nyangkutnya hutan lindung. Kalau bicara hutan lindung, hutan lindung yang mana? Kawasan kami itu dikelilingi oleh tanah-tanah kavling. Mungkin gak di hutan lindung ada kantor lurah, sekolah dan puskesmas?" tanya Fery Saragih.

Sebenarnya, kami sudah menyampaikan keluhan kami itu ke lurah, tapi tidak pernah ada hasil. Sudah berapa kali ganti lurah, tetap saja tidak ada realisasi.

"Kita selalu mengikuti Musrenbang, tapi pembangunan di tempat kami itu mayoritas bantuan para Caleg. Sedangkan yang dari hasil Musrenbang, dapat kami katakan, tidak ada," tutur Fery Saragih.

Padahal, tutur Fery Saragih, perangkat warga Bengkong Wahyu sudah mengikuti ketentuan sesuai dengan syarat dari lurah, makanya mereka pun selalu ikut Musrenbang, tapi tidak pernah ada realisasinya.

"Kenapa bisa begitu?" tanya Wirya Putra Sar Silalahi, merespon keluhan warga Bengkong Wahyu itu.

Menjawab itu, Fery Saragih melanjutkan, sepertinya pembangunan di wilayahnya itu ditentukan oleh faktor kedekatan. Jadi, mohonlah kami warga Bengkong Wahyu, RW 17 itu diperhatikan. Kan di dalam wilayah perumahan kami itu ada kantor lurah, ada sekolah, adan puskesman, tapi kenapa kok tidak diperhatikan?

Kami tidak menuntut total penyelesaian, satu proyek pun sudah kami syukuri, daripada tidak sama sekali. Janganlah kami hanya dijadikan lumbung suara di kala Pilkada, tapi janji tinggal janji.

Menanggapi keluhan warga Bengkong Wahyu itu, Wirya Putra Sar Silalahi mengatakan, hutan lindung itu bisa direview secara berkala. Dulu, ada kawasan perumahan di Batuaji Batam masuk kawasan hutan lindung. Tapi setelah dicek lokasi dan diteliti di lapangan, akhirnya dinyatakan sebagai kawasan perumahan.

"Jadi, saya menyarankan, ke depan harus direview, bahwa kawasan Bengkong Wahyu itu sudah tidak cocok lagi sebagai hutan lindung. Tapi pemukiman," pungkasnya.

Mengenai nasib warga Bengkong Wahyu, karena kawasan mereka masuk hutan lindung, sehingga BP Batam tidak menyetujui pemasangan pipa air ATB. Padahal, mereka sudah 15 tahun tinggal di sana dan jumlah warga sudah ribuan orang.

"Review status hutan lindung Bengkong Wahyu itu atas permintaan Pemko Batam, untuk dilakukan review. Supaya, BP Batam punya dasar untuk mengalirkan air bersih ke pemukinan Bengkong Wahyu. Itulah permintaan kita," ujar Wirya Putra Sar Silalahi.

Janganlah warga Bengkong Wahyu hanya dijadikan sebagai lumbung suara di kala Pilkada, tapi janji pembangunan tinggal janji.

Editor: Dardani