Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Natuna Institute Minta Pemerintah Pusat Batalkan Pengerahan Kapal Cantrang Pantura ke Natuna
Oleh : Irawan
Kamis | 27-02-2020 | 17:16 WIB
firman_ansar_natuna1.jpg Honda-Batam
Anggota Fraksi Partai Golkar Firman Subagyo dan Ansar Ahmad saat menerima audensi Natuna Institue

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Natuna Institute meminta Komisi IV DPR-RI mendesak Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, mengkaji ulang kebijakannya mengerahkan Kapal-kapal Ikan dari Pantura, yang mayoritas menggunakan Cantrang, untuk beroperasi di laut Natuna Utara.

Selain akan merusak terumbu karang, penggunaan cantrang juga bertolak belakang dengan kebijakan ditetapkannya Natuna sebagai kawasan Geopark Nasional dan segera diusulkan menjadi Unesco Geopark Global (UGG).

Permintaan itu disampaikan Natuna Institute dua Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo dan Ansar Ahmad di Ruang Fraksi Golkar, Rabu (26/2/2020) sore.

Dalam pertemuan tersebut, Direktur Kajian kebijakan Publik Agung Elisa Hermawan mengatakan, pemerintah pusat perlu mengkaji ulang kebijakan pengerahan kapal cantrang ke laut Natuna Utara dari Pantura.

"Ada mispersepsi dan disinformasi dalam kebijakan ini yang perlu segera dicarikan solusi. Sebab, ada anggapan ZEE Laut Natuna Utara (WTP 711) tidak ada kegiatan nelayan dan pemerintah pusat menganggap bahwa nelayan Natuna tidak mampu melakukan aktivitas penangkapan ikan di wilayah ZEE tersebut," kata Agung dalam keterangannya, Kamis (17/2/2020).

Menurut dia, nelayan Natuna selalu mengedepankan kearifan lokal secara turun menurun, menangkap ikan dengan alat yang ramah lingkungan, berupa pancing ulur, bukan berbentuk jaring apalagi pukat.

Karena itu jika alasan pemerintah mengerahkan kapal Cantrang Pantura, agar ikan-ikan disana bisa diambil oleh nelayan Indoensia sendiri, dalam artian tidak lagi dicuri nelayan asing, maka alasan itu tidak relevan.

"Hingga saat ini tidak ada satu pun kapal nelayan Natuna yang menggunakan alat tangkap berupa jaring dengan tipe apapun,'' ujarnya.

Ia menegaskan, pemerintah tidak perlu mendatangkan nelayan dari Pantura, karena di Natuna tidak kekurangan nelayan, untuk menangkap ikan dalam jumlah besar. Kendalanya, hanya soal kemampuan modal untuk memiliki kapal dengan kapasitas 30 GT ke atas.

"Nelayan Natuna, statusnya adalah nelayan UKM, yang memiliki prasarana sendiri, modal sendiri, menajemen sendiri dan hasilnya dinikmati sendiri, bukan seperti nelayan Pantura yang bagian dari industri," katanya.

Natuna Istitute berharap pemerintah pusat membantu para nelayan Natuna yang jumlahnya hanya puluhan ribu agar bisa berkembang melalui pendampingan, pelatihan, serta akses permodalan perbankan.

"Pengerahan kapal cantrang dari Pantura untuk menjaga perbatasan wilayah laut NKRI, seharusnya merujuk kepada UU RI No. 34 Tahun 2004, tentang Sitem Pertahanan Negara. Yakni melibatkan seluruh warga negara dan sumberdaya nasional, bukan nelayan Pantura saja," katanya.

Menanggapi hal ini, Anggota DPR Firman Subagyo langsung menghubungi Menteri Kelautan dan Perikanan Edhi Prabowo melalui WhastApp guna mempertanyakan rencana pengerahan kapal cantrang dari Pantura.

Firman lantas membacakan pesan WhastApp dari Edhy Prabowo. Firman menjelaskan tujuan pengerahan kapal-kapal Pantura itu memang terkait dengan pengamanan Laut Natuna Utara, yang selama ini menjadi wilayah penjarahan ikan oleh kapal asing dari Vietnam dan China.
''Pak Menteri meminta nelayan Natuna untuk tidak mempersoalkan Cantrang yang digunakan para nelayan Pantura, karena kebijakan ini tidak akan berlangsung lama. Ini pejelasan WA beliau,'' kata Firman Subagyo membacakan pesan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut.

Mantan Wakil Ketua Komisi IV DPR ini berjanji akan membawa usulan dan kajian Natuna Institute ini dalam rapat DPR-RI, yang bersama dalam waktru dekat.

Firman prinsipnya, tidak sependapat jika kapal-kapal Nelayan Pantura yang menggunakan Cantrang itu dikerahkan untuk menangkap ikan di laut Natuna Utara.

"Cantrang bisa diidentikkan dengan alat tangkap (jaring) sapu jagad. Jika digunakan, tidak hanya ikan besar yang terjaring tapi juga ikan-ikan kecil," kata politisi Golkar.

'"Jika alasannya alasan politis untuk pengamanan laut Natuna Utara sebagai etalase NKRI, itu bisa diterima, tetapi tidak boleh merugikan ekosistim dan nelayan kecil atau nelayan tradisional," imbuhnya.

Sementara itu, Anggota DPR asal Kepulauan Riau (Kepri), Ansar Ahmad mengatakan, cantrang ini memang menjadi momok bagi nelayan Natuna, yang masih mengedepankan kerifan lokal. .

Karena itu, Ansar pun berjanji akan memfasilitasi dan mengawal aspirasi nelayan Natuna, dengan harapan kebijakan Kementerian Kelautan ini, tidak memberikan dampak sosial bagi masyarakat Natuna.

"Saya minta Natuna Institute menyampaikan kajiannya secara komprehenship dalam bentuk dokumen tertulis dan lengkap. Hal ini penting, agar kajian tersebut dapat dipelajari oleh Komisi IV dan disampaikan kepada Meteri KKP untuk dipertimbangkan," kata Ansar.

Sehari Sebelumnnya, Natuna Institute juga melakukan audiensi dengan DPD-RI Dapil Kepri yang diwakili oleh Haripinto Tanuwidjaya. Dalam pertemuan ini, Natuna Institute didampingi oleh, Tri Agung Prawira dari Bakesbangpol Pemkab Natuna

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kementerian KKP telah memberikan ijin untuk 30 dari sekitar 500 kapal Pantura untuk beroperasi di Laut Natuna Utara, tahap uji coba.

Edhy Prabowo pun meminta siapapun tidak meributkan izin penggunaan alat tangkap cantrang yang digunakan. Alasannya, karena nelayan yang menangkap ikan merupakan warga negara Indonesia dan bukan nelayan asing.

Editor: Surya