Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jejak Ottoman Selamatkan Kelaparan Warga Kristen Irlandia
Oleh : Redaksi
Senin | 17-02-2020 | 14:28 WIB
monumen-kelaparan.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Monumen Great Famine di Costum House Quay di Dublin Docklands di Irlandia. (Foto: aa.com)

KEKHALIFAHAN Ottoman yang ternyata mengajarkan apa itu toleransi agama. Dalam benak banyak orang kisah kekhalifahan Ottoman (Dinasti Usmaninah) kini dianggap selalu menjadi ancaman. Dalam banyak benak mereka cara bernegara seperti itu menakutkan.

Anggapan yang ada kekhalifahan model Ottoman semuanya nista dan pejoratif. Publik dunia, termasuk Indonesia, dicecoki kesan kekuasaan politik Islam itu selalu menakutkan, penuh penyelewengan, dan brutal.

Tapi apakah benar begitu? Apakah kekuasaan itu tak punya rasa toleransi sedikitpun kepada pihak lain yang berbeda keyakinan atau agama?

Dan sebenrnya tudingan ini pun sama saja. Demokrasi dan sistem pemerintahan ala barat masa kini pun sudah terbukti memakan korban jutaan orang. Tak hanya pembantaian orang dalam sejarah, bahkan dua perang dunia dan penjahan model penghisapan telah meletus karenanya.

Nah, salah satu model atau contoh dari nilai ideal dalam praktik kekuasaan Ottoman telah dilakukan Sultan Abdul Majed yang bertahkta di Turki sekitar dua abad silam. Ia ternyata tak segan memberikan sumbangan kepada negara lain yang jauh dan penduduknya bukan Muslim, yakni Irlandia.

Kala itu saat terjadi bencana "Great Famine" atau "Kelaparan Besar" Sultan Turki ini memberikan peranannya. Orang Irlandia mengenal zaman susah ini sebagai Irish Potato Famine (Kelaparan Kentang di Irlandia). Tepatnya peristiwa ini terjadi sekitar 160 tahun silam.

Memang Irlandia bukan negeri Islam. Penduduknya beragama Kristen. Tapi kekaisaran Ottoman, Sultan Abdul Majeed, dengan lapang hari secara pribadi kala itu menawarkan bantuan senilai 10.000 pound kepada Irlandia.

Uniknya lagi, saat itu usia Sultan Abdul Majeed baru 23 tahun. Atas sikap dermawan ini Kekhalifanan Ottoman atau Utsmani memiliki reputasi kedermawanan di seluruh dunia.

Anehnya, meski Irlandia itu di bawah kekuasaan Inggris, langkah Sultan tak membuat negara tuan koloni Irlandia tak berkenan membantunya, Kala itu para diplomat Inggris di Turki menasihatinya bahwa tindakan Sultan akan menyinggung banyak orang, termasuk Ratu Victoria.

Atas situasi ini, maka di plomat Inggris yang ada di Istanbul Welesley menyarankan agar Sultan Abdul Majeed menyumbangkan setengah dari dari jumlah sumbangannya. Dan jangan melebihi sumbangan Ratu Inggirs yang hanya memberi sumbangan senilai dua ribu pound saja, meski Irlandia adalah bagian dari Inggris pada saat itu.

Namun, Sultan Abdul Majeed menemukan cara lain untuk membantu kelaparan akut di Irlandia itu. Secara diam-diam-diam mengirimkan lima kapal penuh makanan ke kota Drogheda pada Mei 1847. Maka di situlah penduduk setempat yang beragama Kirsten mulai akrab dengan simbol-simbol Islam, seperti bulan sabit dan bintang. Lambang ini mulai dikenal warga kota itu saat armada kapal bantuan dari Kesultanan Otoman datang.

Mungkin saja banyak orang yang skepstis bila Sultan Turki dermawan kepada umat beragama lain yang tinggal jauh dari Turki.Aplagi agamanya beda. Namun, hal ini tak bisa dibantah. Banyak nukti dan klaim yang mendukung bhwa Sultan Rurki itu baik budinya.

Bukti tersebut di antaranya adalah artikel surat kabar pada masa itu. Selain itu juga sepucuk surat dari Irlandia yang secara eksplisit berterima kasih kepada Sultan Abdul Majeed atas bantuannya.

Bahkan, sebuah jurnal agama yang terbit di Inggris menerbitkan sebuah artikel berjudul: "Seorang Sultan yang Baik Hati". Dalam artikelnya penulis menulis, bila untuk pertama kalinya seorang penguasa Mohammedan, mewakili populasi Islam yang beraneka ragam, secara spontan memanifestasikan simpati hangat dengan negara Kristen.

Surat penghargaan dari bangsawan Irlandia dan orang-orang kepada Sultan Ottoman ada di arsip Istana Topkapi hari ini.

Sumber: Republika
Editor: Dardani