Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Potret Sunyi Pahlawan Pembangunan, Turut Andil Memodernisasi Bangsa
Oleh : CR-1
Sabtu | 10-11-2018 | 20:04 WIB
m-irfan.jpg Honda-Batam
Mohammad Irfan, salah satu buruh bangunan di Batam yang saat ini sedang mengerjakan bangunan pencakar langit di daerah Batam Center. (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Setiap tahunnya, pada tanggal 10 November, negeri ini selalu memperingati Hari Pahlawan. Hari di mana segenap warga Indonesia mengenang keberanian pejuang dalam melawan tentara sekutu yang ingin merebut kembali Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Yang terbayang saat peringatan Hari Pahlawan, bagi kita kebanyakan, adalah gambaran masa lampau pejuang negeri ini. Memang benar adanya, namun bisa memungkin juga bahwa takrif kepahlawanan ini menjadi luas melewati masanya, tidak hanya sekedar pejuang kemerdekaan saja.

Karena dewasa ini, defenisi pahlawan tersebut bisa menjadi orang yang rela mengorbankan kepentingannya demi orang lain. Sosok yang memiliki keberanian. Sehingga siapapun dapat menjadi pahlawan. Tak perlu harus membawa bambu runcing dan senjata api.

Di luar hiruk-pikuk makna kepahlawanan itu, buruh bangunan --yang umumnya bekerja demi pembangunan gedung-gedung megah nan tinggi, demi modernisasi suatu bangsa, juga layak disebut pahlawan. Mereka inilah sebenarnya katalisator pembangunan sejati. Pahlawan yang menempuh jalan kesunyian, demi pembangunan dan modernisasi suatu negara.

Pekerjaan mereka di ketinggian, tidak jarang meciptakan bahaya dan resiko terhadap diri dan bahkan nyawa mereka sendiri, jika itu tidak dilengkapi dengan standart keamanan (safety) yang mumpuni.

Di zaman modern ini, mereka juga punya andil bersar berjuang membangun negeri ini. Dari kota besar sampai ke pelosok desa. Mereka bekerja tanpa banyak bicara, tidak banyak menuntut ini itu kepada pemerintah. Dan juga tidak heboh demo di mana-mana, tidak gembeng meratapi nasibnya. Dengan giat tetap bekerja siang hingga malam sesuai dengan kompetensi yang mereka miliki.

Hal inipun dirasakan Mohammad Irfan, seorang buruh bangunan asal Kendal, Semarang, yang telah bekerja sebagai buruh bangunan selama 7 tahun di Kota Batam.

Selama ini dia bekerja dari satu proyek ke proyek lain dengan gaji yang tidak pernah dia keluhkan. Dia tinggalkan anak istrinya di kampung halaman, demi mengubah nasib dan peruntungan.

Sudah puluhan bangunan lebih dia kerjakan bersama buruh bangunan lainnya. Dari rumah, ruko, hotel dan gedung lainnya.

Meski gaji yang diterima masih di bawah standart kelayakan dibanding resiko kerja yang dihadapi, namun dia masih bersyukur diberikan pekerjaan dan nikmat kehidupan. "Setidaknya saya masih bisa makan, mas. Dan juga bisa mengirimi anak saya uang untuk keperluan mereka di kampung," ungkapnya dengan senyuman ihklas.

Dari pekerjaannya sebagai helper bangunan, Irfan dengan senang menerima gaji Rp120 ribu/hari, walau terkadang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya di perantauan, rasa bersyukur masih selalu dia tanamkan.

"Itupun kalau pemborongnya baik, kalau tidak kami hanya dikasih Rp100 ribu/harinya, dan untuk tukang biasanya Rp150 ribu," jelasnya kepada pewarta BATAMTODAY.COM, Sabtu (10/11/2018).

Dari uraian dan wawancara di atas tentang buruh bangunan. Kita layak berterimakasih kepada mereka. Karena sebenarnya mereka juga berjuang membangun negeri ini. Meninggalkan keluarga di kampung, belum lagi resiko kecelakaan kerja yang besar.

Mereka tak pernah mengeluh, meskipun kehadiran mereka terkadang dilupakan. Apalagi disaat peresmian atau penandatanganan prasasti gedung yang telah mereka kerjakan.

Merekalah pahlawan sunyi pembangunan, tanpa banyak berkeluh kesah dan berteriak menciptakan kemacetan di jalanan.

Editor: Gokli