Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menyorot Pemilih Siluman pada Pemilu 2019
Oleh : Opini
Senin | 22-10-2018 | 17:29 WIB
PEMILU-2019.jpg Honda-Batam
Ilustrasi Pemilu 2019. (Foto: Ist)

Oleh Norah C

KARUT marut dunia perpolitikan Indonesia semakin meluas menjelang pemilu 2019. Semakin banyak isu-isu buruk terhadap pemerintah yang beredar secara nasional dan berdampak pada persiapan pelaksanaan menjelang pemilu 2019.

Bukan meluruskan isu yang beredar, beberapa oknum justru memanfaatkan momentum ini untuk mendapatkan perhatian publik dengan cara melakukan kritik tanpa memberikan solusi.

Mulai dari isu pemukulan RS, PKI, Ulama, PNS yang memihak terhadap salah satu paslon, foto dengan 1 atau 2 jari dan bahkan isu DPT juga menjadi trending topic saat ini. Era keterbukaan ini membuat informasi beredar secara cepat dari pusat kota sampai ke pelosok negeri. Masyarakat tentunya akan memberikan protes terhadap pemerintah apabila ada hal-hal yang janggal terutama pada momentum besar yaitu pesta demokrasi pada 2019 yang akan datang.

Permasalahan tentang DPT memang sudah menjadi polemik biasa di berbagai daerah. KPU berperan penting dalam penetapan jumlah DPT secara nasional pada pemilu 2019. KPU tentunya harus berkolaborasi dengan Kemendagri yang menangani bagian Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

Kolaborasi ini bertujuan untuk mendapatkan rekomendasai terkait jumlah penduduk yang layak ikut dalam pemilu 2019 dari Kemendagri. Kemenangan Presiden Jokowi-Kalla tahun 2014 beredar isu bahwa banyak pemilih siluman alias pemilih yang sebenarnya tidak ada untuk memenangkan Jokowi-Kalla yang dikembangkan oleh paslon yang kalah pada saat itu. Isu DPT kembali hadir pada pemilu 2019 yaitu adanya isu penyelundupan 31 juta pemilih yang dilakukan oleh Kemendagri.

Beredar isu di media online bahwa Kemendagri diam-diam melakukan penambahan sebanyak 31 juta pemilih pasca KPU menetapkan DPT pada September lalu. Hal ini mengundang kritik dari berbagai pelaku politik terutama kelompok paslon no 02 yang langsung menemui KPU untuk mendapatkan penjelasan.

Dilansir dari laman riaupos.co, Sekjen DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan terkejut ada 31 juta sekian belum masuk dalam daftar pemilih. Pasalnya, penyelenggara bersama peserta pemilu sedang melakukan proses penyisiran terhadap dugaan data ganda 1,1 juta dari sebelumnya 25 juta data ganda. Proses penyisiran data ganda dari DPT 185 juta masih berlangsung hingga 15 November mendatang.

Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Dinas Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh mulai angkat bicara soal isu tersebut. Zudan memastikan tidak ada penyerahan data penduduk tambahan ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dari Kemendagri yang diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) berjumlah lebih kurang 196 juta, kemudian, pada 5 September KPU tetapkan DPT.

Hasil kesepakatan KPU dan Parpol, termasuk Kemendagri diberi hasil DPT itu pada 7 September 2018 untuk dianalisis bersama-sama. Mengenai jumlah 31 juta yang menjadi perdebatan oleh koalisi pasangan Prabowo-Sandi. Kemendagri melakukan analisis sebagai bentuk tanggung jawab moral, Kemendagri melakukan analisis dan hasilnya diserahkan pada KPU.

Kemudian, Kemendagri menyandingkan DPT dengan DP4 yang berjumlah sebanyak 196 juta, hasilnya Kemendagri mendapatkan jumlah yang cocok sebesar 160 juta, sedangkan yang tidak cocok ada 31 juta. Angka 31 juta tersebut bukan merupakan jumlah tambahan atau pengurangan, melainkan jumlah penduduk yang sudah melakukan perekaman namun belum terdapat pada DPT.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyesalkan polemik 31 juta data pemilih belum masuk ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019. Bawaslu akan segera mengirimkan surat kepada KPU dan Disdukcapil Kemendagri untuk bersama-sama membicarakan data pemilih yang menjadi polemik saat ini sebelum penetapan DPT pada 16 November 2018. Perlu diketahui bahwa Dukcapil Kemendagri selalu melakukan update setiap 6 bulan. Penambahan 31 juta ini bukanlah hasil pendataan terbaru melainkan data dari hasil update pada semester I 2018.

Beredar bahwa KPU tak bisa mengakses 31 juta data pemilih. Namun Kemendagri mengatakan bahwa KPU sudah diberikan hak akses terkait data-data DP4. Hak akses tersebut diberikan ke 514 KPU kabupaten/kota dan 31 KPU provinsi, termasuk di pusat. Dalam UU Adminduk di Pasal 79 kan disebutkan bahwa dokumen kependudukan adalah rahasia negara.

Hanya bisa dibuka ketika mendapatkan akses. Dalam Pasal 7 PKPU No. 11 Tahun 2018, KPU hanya dapat mengambil data dari DP4 untuk kebutuhan pemilih pemula saja. Kemendagri hanya berperan sebagai institusi yang memfasilitasi, untuk masalah penyusunan DPT semua kembali ke KPU. Jadi keputusan dari KPU dalam penerapan jumlah DPT ini akan menjadi DPTHP tahap I.

Kemungkinan akan ada DPTHP yang lain untuk mendukung pesta demokrasi yang transparan dan jujur tanpa ada pihak yang merasa dicurangi dengan hasilnya nanti.*

Penulis adalah Pemerhati Politik