Mendeteksi Ormas Bermasalah yang Layak Dibubarkan
Oleh : Opini
Rabu | 25-11-2020 | 14:36 WIB
A-TENTARA-COPOT-BALIHO.jpg
Pembongkaran baliho bergambar Habib Rizieq Shihab. (Foto: Ist)

Oleh Raavi Ramadhan

FRONT Pembela Islam (FPI) pimpinan Habib Rizieq Shihab merupakan Ormas (Organisasi Masyarakat) yang sering menimbulkan kontroversi, seperti aksi kekerasan hingga intoleransi. Legalitas Ormas ini pun sampai saat ini masih diragukan, sehingga sudah sepatutnya dibubarkan.

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Benny Irwan, mengkonfirmasi bahwa status Ormas bagi Front Pembela Islam (FPI) rupanya telah berakhir sejak Juni 2019.

Benny menuturkan, saat itu FPI pernah mengajukan perpanjangan ke pihak Kemendagri. Namun, saat itu FPI belum memenuhi syarat yang ditentukan. Alhasil Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI, belum bisa diperpanjang oleh pihak kemendagri meski ormas tersebut telah memiliki rekomendasi dari kementerian agama.

Sebelumnya TNI telah bertindak secara tegas dibawah pimpinan Pangdam Jaya Mayjend TNI Dudung Abdurachman untuk menurunkan baliho Habib Rizieq Shihab di Jakarta.

Dijelaskannya, pemasangan baliho maupun spanduk memiliki aturan tersendiri seperti lokasi, ukuran dan durasi yang harus diikuti oleh siapapun.

Pada kesempatan berbeda, mantan anggota DPR RI Fraksi PAN Abdillah Toha menyebutkan bahwa Habib Rizieq Shihab berpotensi memecah belah dan merusak rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Bukan tanpa alasan dirinya menentang kedatangan Habib Rizieq Shihab ke Indonesia, lantaran hal tersebut dinilai dapat memperkeruh suasana. Terlebih kedatangan Rizieq tersebut telah terbukti melanggar protokol Covid-19 yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan diselenggarakannya pernikahan putri dan penyelenggaraan Maulid Nabi.

Melalui cuitannya, Abdillah Toha sebagai anggota habaib menyesalkan dan menyatakan diri bukan bagian dari pernyataan Rabithah Alawiyah yang menyambut gembira kedatangan seseorang yang berpotensi memecah belah dan merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

Masyarakat Indonesia pun sudah mengetahui bahwa Habib Rizieq Shihab kerap melontarkan kata-kata yang tidak pantas dan tidak mencerminkan sosok seorang yang patut disegani.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Malang KH. Misno Fadhol Hija menganggap bahwa kata-kata 'lonte' yang terlontar Habib Rizieq Shihab berceramah bukanlah cerminan mubaligh.

KH Fadhol mengatakan, justru seorang mubaligh atau pendakwah sudah seharusnya mengucapkan kata-kata yang dapat menyejukkan sesuai dengan cerminan agama Islam yang dapat membawa kedamaian bagi seluruh umat.

Ia menambahkan, kata-kata lonte yang diucapkan oleh Habib Rizieq Shihab merupakan kata kasar yang tidak pantas diucapkan. Apalagi yang mengucapkan tersebut merupakan seorang pendakwah atau pemimpin suatu umat di hadapan para jamaahnya.

Oleh karena itu ketika seorang pendakwah dimana ucapannya dan ceramahnya hanya berisi dorongan-dorongan yang membawa perpecahan dan ketidaknyamanan ke seluruh umat, maka bisa jadi status keulamaan atau ketokohannya dipertanyakan.

KH Fadhol menuturkan, sudah semestinya ulama, mubalig atau pendakwah mampu memberikan ucapan yang bagus dengan etika moral yang bagus. Jika hanya dorongan-dorongan untuk kepentingan lain, tentu saja hal ini tidak membawa kedamaian dan kenyamanan, justru dapat merusak persatuan dan kesatuan.

Ancaman rusaknya persatuan dan kesatuan dapat dilihat dari rekam jejak FPI, di mana Semenjak ada FPI, maka sebagian orang mulai berani mengatakan kafir dan kafir, tidak hanya kepada pemeluk agama lain, bahkan sesama pemeluk agama Islam saja dikatakan kafir.

Apalagi jika mereka mendukung diterapkannya Khilafah di Indonesia. Hal ini tentu akan sangat berbahaya jika dibiarkan. Kita tentu yakin bahwa Pancasila adalah dasar negara yang sudah final.

Sehingga jika ada sekelompok orang yang memiliki pemikiran tentang merubah dasar negara Republik Indonesia, hal tersebut tentu sudah jauh menyimpang dan berbahaya, hal tersebut dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara telah 'berubah', maka otomatis Indonesia sudah tidak ada lagi dan bukan Indonesia lagi namanya.

Pengamat Sosial Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno berpendapat, bahwa fenomena ini merupakan konsekuensi atas citra negatif FPI yang terlanjur mengakar di masyarakat.

Pada tahun 2012 lalu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi saat itu juga sempat mempertimbangkan untuk membekukan ormas tersebut, hal ini dikarenakan dirinya belum bisa melupakan aksi anarkis massa FPI saat unjuk rasa menolak evaluasi sembilan perda miras 12 Januari 2012. Dimana pada saat itu sejumlah kaca gedung kemendagri hancur karena aksi anarkis tersebut.

FPI telah mencatatkan sejarah sebagai ormas yang sering melakukan kerusuhan. Seperti pada aksi damai yang diselenggarakan oleh Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), FPI melancarkan aksinya dengan memukul para peserta aksi dengan bambu.

Oleh karena itu, pembubaran FPI tentunya telah memiliki landasan dan alasan yang jelas, bahwa Ormas tersebut telah melukai bangsa Indonesia.*

Penulis adalah pemerhati masalah sosial bermestautin di Bogor