Keluh Kesah WNI ABK Kapal Lu Huang Yu 118, dari Siksaan Hingga Tak Terima Gaji
Oleh : Hadli
Sabtu | 11-07-2020 | 17:36 WIB
Yonatan-Yunarto.jpg
Yonatan Winanto, AKB Kapal Lu Huang Yu 118 saat diwancara BATAMTODAY.COM di Mapolda Kepri, Jumat (10/7/2020). (Foto: Hadli)

BATAMTODAY.COM, Batam - Lebih kurang tujuh bulan berada di atas kapal dalam perjalanan lintas negara di laut lepas, menjadi pengalaman pahit para WNI yang menjadi anak buah kapal (ABK) ikan China Lu Huang Yu 117 dan Lu Huang Yu 118.

Keinginan untuk merubah nasib dengan meninggalkan kampung halaman mengejar janji gaji yang tinggi sirna seketika, saat mereka merasakan pahitnya kehidupan di atas kapal ikan asing tersebut. Rasa lelah dan letih meraka rasakan setiap saat. Belum lagi perlakuan fisik yang dirasakan setiap hari.

Sampai kapan pun, secara sosiologis mereka akan mengingat peristiwa kelam saat berada di atas kapal nelayan cumi tersebut. Bahkan cerita ini nantinya akan disampaikan kepada anak cucu mereka agar tidak bekerja di luar negeri secara ilegal.

Pengalaman itu disampaikan ABK Lu Huang Yu 118. Kapal asal China ini yang didapati satu orang WNI bernama Hasan Afriadi asal Lampung meninggal dunia. Jenazah korban saat ini telah dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara dan telah dilakukan visum serta otopsi.

Yonatan Winanto, pemuda asal Jawa Timur ini menceritakan, menaiki kapal Lu Huang Yu 118 dari Singapura dengan dokumen jadi tanpa proses sebagaimana layaknya ABK kapal bekerja melalui agen resmi.

Dari Singapura, kapal Lu Huang Yu 118 bergerak ke Argentina. Perlakuan buruk mulai dirasakan saat itu. Tamparan, tendangan, dengan sepatu safety yang terdapat besi di ujung sepatu masih melakat dalam ingatannya. Tidak cukup sampai di situ, ternyata.

"Saya juga dilempar pakai besi seberat dua kilo," kenangnya, saat ditemui di Mapolda Kepri, baru-baru ini.

Di atas kapal Lu Huang Yu 118 ada 10 WNI sebagai ABK. Sedangkan jumlah WNA lebih banyak. Kondisi inilah yang mengakibatkan mereka tidak bisa melakukan perlawanan. "Kalo ngelawan diancam tidak diberikan makan. Makan yang dikasi juga tidak halal. Kaki terpaksa makan nasi putih aja," tutur pemuda ini.

Penganiayaan yang terjadi pada ABK tidak dilakukan satu orang yang disebut mandor atau song bernama Wan Yan Long. Tetapi tindakan tidak manusiawi tersebut juga dilakukan WNA lainnya seperti juru mudi. "Kalau lalai sedikit aja saat bekerja habis habis dihajar," ucapnya.

Korban meninggal Hasan Afriadi, kata Yonatan, juga mendapat perlakuan yang sama saat berada di atas kapal. "Perlakuan ke bang Hasan kejam, kalo lagi baik ya baik. Dia (pelaku) sudah mukul minta maaf," tuturnya.

Yonatan mengaku pernah melihat Hasan di kamar. Saat itu kondisi Hasan lagi sakit. Kerena tangkapan lagi banyak, Jsan, kata dia, dipaksa bekerja meskipun kondisinya dalam keadaan sakit.

"Sakit tetap ajadi paksa kerja. Pernah tiga hari tidak tidur. Bang Hasan sakit sudah tiga bukan. Kami sudah sampaikan bang Hasan harus dikasi asupan makan yang berprotein dan bergizi, tetapi tidak digubris, fisiknya semakin lemah dan badannya kurus," paparnya.

Ia mengatakan, dari Singapura kapal menuju Argentina. Selanjutnya kapal kembali lagi ke Singapura. Dalam perjalanan tersebut Hasan meninggal. Rencananya henazah Hasan akan diturunkan di Singapura baru kapal melanjutkan perjalanan ke Jepang.

"Selama 7 kerja, bulan pertama dan kedua aja dapat 300 dolar Amerika. Tetapi ada potongan besar, katanya untuk biaya dokumen. Mereka tidak mau tau biaya dokummen sudah ditanggung sendiri. Setelah dua bulan bukan ketiga sampai saat ini Juli gaji tidak diberikan kepada kami," tutupnya.

Editor: Gokli