Benarkah Tambang Bauksit PT TBJ di Lingga Melebar ke Desa Marok Tua?
Oleh : Harjo
Jumat | 29-05-2020 | 19:20 WIB
jetty-tbj.jpg
Lokasi jetty pertambang PT TBJ di Kabupaten Lingga. (Ist)

BATAMTODAY.COM, Bintan - Aktivitas tambang bauksit yang dilakukan PT Telaga Bintan Jaya (TBJ) dengan Komisaris Suryono dan Direktur Utama, Kenni Salim di Kabupaten Lingga, disebut melebar hingga ke Desa Marok Tua.

Informasi ini didapat BATAMTODAY.COM, dari warga Lingga yang namanya tak mau dipublikasi. Di mana, menurut sumber, aktivitas pertambangan bauksit itu sudah melebar dari titik yang disebutkan dalam izin usaha pertambangan (IUP) nomor 2567 tahun 2016 dengan luas lahan 1.865 hektar dan berlaku sampai 2025.

"Sesuai dengan IUP yang kami ketahui lokasi pertambangan di Langkap, Desa Bakong, Kecamatan Singkep Barat, bukan Desa Maruk Tua," sebut sumber kepada BATAMTODAY.COM, belum lama ini.

Diuraikannya, persetujuan ekspor produk dikeluarkan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kemendag pada 15 Juli 2019 lalu, dengan nomor 03.PE-08.19.0031 tentang Surat Persetujuan Ekspor Produk Pertambangan Dengan Kreteria Tertentu. Ekspor produk pertambangan dengan kreteria tertentu dapat dilakukan sejak tanggal persetujuan ekspor, sampai dengan tanggal 8 Juli 2020.

Dikeluarkannya izin tersebut, sesuai dengan permohonan PT TBJ nomor 322921/INATRADE/07/2019 yang diterima tanggal 12 Juli 2019 dan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 01/M-DAG/PER/01/2017 tanggal 16 Januari 2017, serta memperhatikan rekomendasi Dirjen Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM nomor 28/03/DJB/SPE/2019 tanggal 8 Juli 2019.

PT TBJ disetujui mengekspor produk pertambangan hasil pengolahan dan/atau pemurnian dengan ketentuan. Prodak pertambangan dimaksud yang akan diekspor hanya berasal dari hasil pertambangan TBJ yang harus memenuhi ketentuan kreteria sebagai diatur peraturan menteri perdagangan nomor 01/M-DAG/PER/1/2017 tanggal 16 Januari 2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Pemurnian dan Ketentuan Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara untuk rekomendasi perizinan pembangunan smelter pengolahan biji bauksit menjadi alumina dan smelter biji besi serta sarana prasarana pendukungnya (pelabuhan dan PLTU) ditandatangani Bupati era H Daria tanggal 14 Januari 2013 untuk Menteri ESDM.

Selanjutnya, keputusan Gubernur Kepri nomor 2567 tahun 2016, tentang persetujuan perpanjangan izin usaha pertambangan operasi produksi mineral logam bahan galian bauksit PT TBJ di Kabupaten Lingga.

Lokasi penambangan di Langkap, Desa Bakong, Kecamatan Singkep Barat. Yang diketahui, pemegang saham Suryono sebesar 98 persen dan Kenni Salim 2 persen dengan masa IUP 9 tahun. Ditetapkan di Tanjungpinang atas nama Gubernur Kepri oleh Kepala BPMPTSP, H Azman Taufik.

Diberitakan sebelumnya, aktivitas tambang bauksit di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri yang dilakukan PT Telaga Bintan Jaya (TBJ) tetap mendapat sorotan publik.

Meski PT TBJ mengklaim sudah mengantongi izin sesuai ketentuan, sorotan publik tertuju pada kewajiban lain yang harus dipenuhi perusahaan tersebut.

Sebut saja mengenai sejumlah persyaratan yang diamanatkan dalam PP nomor 1 tahun 2017. Di mana, perusahaan tambang harus mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) jika ingin mengekspor dalam bentuk konsentrat mineral.

IUPK berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang, maksimal sebanyak dua kali. Dengan adanya IUPK ini, perusahaan tambang juga ternyata wajib membangun fasilitas pemurnian (smelter).

"Sampai sekarang sesuai informasi di masyarakat tetap pembangunan smelter sebatas 20%, berarti hanya pematangan lahan. Penambangan sampai kapan? Jangan sampai izin aktivitas penambangan habis, smelter tidak terbangaun dengan alasan sudah habis anggaran. Jangan sampai lahan untuk pembangunan smelter hanya modus untuk melancarkan pertambangan sesaat saja," ungkap Tokoh masyarakat Bintan, Andi Masdar Paranrengi, kepada BATAMTODAY.COM di Bintan, Kamis (28/5/2020).

Andi Masdar menegaskan, apa yang disampaikannya, sesuai dengan informasi dari warga Kabupaten Lingga. Di mana, masalah penambangan yang dilakukan PT TBJ, walau mengaku sudah melakukan penambangan sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Akan tetapi, apa bila pihak pengusaha masih melakukan penambangan di luar IUPK Operasi Produksi. Sebagai contoh, penambangan yang dizinkan ada pada daerah A, akan tetapi mengambil dari daerah B. Dengan alasan untuk tanah timbun smelter," ungkapnya.

Lainnya, kata Andi Masdar, masalah Kesehatan Keselamatan Kerja (K3). Apakah sudah memenuhi standar yang ada? "Jangan sampai sangat jauh dari kata sempurna, kalau nilai 1 - 10, justru hanya mempunyai nilai di bawah 5," imbuhnya.

Dari sisi lain, untuk desa yang terkena dampak langsung akibat penambangan ini, bisa sudah ada dukungan dengan bukti adanya surat kesepakatan masyarakat dan perusahaan. Di mana masyarakat akan mendapatkan Rp 2.500 per ton, untuk setiap eksport, realisasinya di lapangan tentu perusahaan dan masyarakat yang paham.

"Walau warga desa yang sudah diberikan dulu, prinsipnya juga melanggar aturan, karena ini sama dengan penyogokan, meski dana tersebut sudah sesuai dengan Comunity Development (CD)," kata dia.

Pembangunan smelter, informasinya sudah dikunjungi dan diperiksa pihak Kementrian ESDM, pada Desember 2019, lalu. Namun, pihak perusahaan baru melakukan pembuatantan tapak where house pada hari saat sebelum para peninjau sampai di lokasi. "Mungkin dalam hitungan jam," dugaannya.

Masih kata Andi Masdar, sesuai aturan memang harus ada persiapan lahan, tapak pondasi smelter, tetapi progres pembangunan smleter setelah hampir 1 tahun, perusahaan beroperasi hanya sekitar 20%, berarti hanya untuk pematangan lahan.

"Walau perusahaan mengatakan ada investor jelas, mesti progres smelter harus tetap berjalan, tidak dijadikan pembangunan smelter hanya untuk alasan agar bisa mengekspor bauksit. Apabila stock file sudah habis, dengan alasan kekurangan dana pembangunan dihentikan, padahal ekspor sudah dilakukan berkali kali," katanya.

Selanjutnya, izin jetty juga menjadi pertanyaan, apakah sudah keluar dari Kementrian Perhubungan? Ada satu syarat, harus ada rekomendasi dari Pemerindah Daerah, dalam hal ini Kabupaten Lingga, berupa surat rekomendasi pemanfaatan bibir pantai.

"Apakah PUPR Kabupaten Lingga, khususnya bidang tata ruang sudah mengeluarkan surat tersebut, tentunya tidak hanya sebatas telaah. Walaupun demikian, kita berharap pertambangan bauksit di Lingga, tidak seperti di Bintan yang justu menjadi permasalahan," harapnya.

Editor: Gokli