Ditjen Penegakan Hukum LHK Dinilai Teledor

Penegakan Hukum Perusakan Hutan di Batam Jangan Korbankan Masyarakat
Oleh : Putra Gema Pamungkas
Sabtu | 29-02-2020 | 08:52 WIB
kavling-hutan-lindung11.jpg
Inilah Kawasan Hutan Lindung Sei Hulu Lanjai, Nongsa, yang di Jadikan Kavling oleh PT PMB. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Batam - Sejumlah masyarakat yang menjadi konsumen kavling siap bangun (KSB) di kawasan hutan lindung Sei Hulu Lanjai, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, menyayangkan langkah hukum Ditjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang dinilai lambat.

Dinilai lambat, karena Ditjen Penegakan Hukum LHK menghentikan perambahan hutan lindung tersebut setelah puluhan hektar diratakan dan dijadikan 3.000 lebih kavling bodong oleh PT PMB, yang dijual secara terbuka ke masyarakat.

Taufik, salah seorang komsumen kavling bodong PT PMB, bahkan menilai tindakan Ditjen Penegakan Hukum LHK, menangkap Komisaris PT PMB, ZA bin K, tidak masuk akal dan terkesan jebakan batman.

"Pengerjaan kavling itu sudah sejak lama. Dan lagi, sebelum dibuat jadi kavling, lahan tersebut sudah tidak ada hutannya. Mereka (KLHK, Red) tidak melihat latar belakang lahan tersebut, yang sejak tahun 2013 sudah gundul," ungkap Taufik, Jumat (28/2/2020).

Diungkapkan Taufik, awalnya pembabatan hutan lindung Sei Hulu Lanjai tersebut dilakukan oleh para penambang pasir sejak tahun 2010, yang juga secara ilegal. Meski ilegal, sambungnya, penambangan pasir itupun bisa berjalan cukup lama.

"Jadi, lokasi itu dari dulu memang sudah tidak ada hutan. Saya tegaskan kembali, bahwa KLHK dan pemerintah daerah lambat dan terkesan pilih kasih dalam bertindak. Kenapa setelah ribuan warga Batam membeli kavling dari PT PMB, baru mereka bertindak. Ke mana mereka selama ini?" ungkapnya.

Taufik menambahkan, dirinya dan ribuan warga lainnya, yang pada umumnya menengah ke bawah, bukan tanpa alasan membeli kafling dari PT PMB. Salah satunya, karena tak sanggup memberi rumah dari developer yang harganya cukup tinggi saat ini.

"Kami yang membeli rata-rata dari ruli. Apa kami tidak boleh memiliki rumah sendiri. Kami juga tidak mau selamanya diusik ingin digusur dengan kepastian yang tidak jelas," ungkapnya.

Taufik juga berharap, KLHK meninjau ulang tindakan penghentian aktivitas KSB ini, dengan pertimbangan ribuan masyarakat Batam akan menderita. Dalah hal ini, lanjutnya, pemerintah dan KLHK harus memperhatikan aspek kemanusiaan.

"Pemerintah dan KLHK kita minta tidak hanya memikirkan nasib hutan yang sudah gundul itu, tapi juga harus mempertimbangkan nasib ribuan masyarakat yang akan menanggung rugi akibat keteledoran KLHK itu sendiri," ungkapnya lagi.

Untuk diketahui, Komisaris PT Prima Makmur Batam (PMB), ZA bin K, resmi ditetapkan sebagai tersangka perusakan hutan lindung di Batam oleh penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Penetapan tersangka terhadap ZA bin K diungkapkan Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, Yazid Nurhuda, Selasa (25/2/2020), di Jakarta. ZA langsung ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Salemba, Jakarta Pusat.

Kejahatan perusakan lingkungan, kata Yasid Nurhuda, merupakan kejahatan serius. Tersangka dijerat dengan pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 10 miliar.

Editor: Dardani