Bambang dan Sularno Bantah Dakwaan

Palsukan Dokumen Kapal, Mantan KSOP Batam Didakwa Pasal Berlapis
Oleh : CR-3
Kamis | 27-02-2020 | 17:28 WIB
bambang-sularno.jpg
Mantan KSOP Batam, Bambang Gunawan dan Kepala Pos Kesyahbandaran Tanjunguncang, Sularno kembali disidangkan di PN Batam, Kamis (27/2/2020). (Foto: Paschall RH)

BATAMTODAY.COM, Batam - Sempat ditunda, mantan Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam, Bambang Gunawan dan Kepala Pos Kesyahbandaran Tanjunguncang, Sularno kembali di sidang di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (27/2/2020).

Berdasarkan uraian jaksa penuntut umum Mega Tri Astuti dalam surat dakwaan, kedua pejabat ini diseret kekursi pesakitan PN Batam, lantaran didakwa memalsukan dokumen kapal MV Seniha-S.

"Kasus yang menjerat kedua terdakwa berawal pada tahun 2016. Kala itu, ada pertemuan yang dihadiri calon pembeli Dicki, Ira, Raef Sharaf El Din (DPO) dan dari pihak penjual diwakili saksi Ronald Julianus serta pengacara Frans Tiwow, saksi Suryadi Kesuma selaku agen PT Jasa Maritim Wawasan Nusantara Andi Baktiar (Komisaris PT PexOcean) untuk membicarakan jual-beli kapal MV Seniha-S berbendera Panama, yang saat itu sedang melakukan perbaikan di Galangan Dry Docks Shipyard Pertama di Tanjungucang Batam," urai Mega Tri Astuti.

Dalam pertemuan tersebut, kata Mega, Raef Sharaf El Din (calon pembeli) meminta tidak perlu mengangkat Sita Jaminan berupa kapal laut MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama yang sedang sebagai objek Sita Jaminan dalam perkara keperdataan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, tidak perlu membayar biaya labu tambat atau parkir kapal untuk pemasukan ke kas negara.

Sehingga, lanjut Mega, dalam pembicaraan tersebut kesepakatan untuk menjual kapal laut MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama menjadi batal, namun dari pihak Raef Sharaf El Din meminta fotocopi dokumen kapal MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama dari saksi Surya Kesuma untuk diemailkan kepada calon pembeli di India.

"Kemudian seiring berjalannya waktu, saksi Bowale Roy Novan selaku Direktur PT Persada Prima Pratama pada tahun 2015 mendapatkan kuasa dari Bulck Blacksea Inc yaitu Mustafa Erl (sebagai pemilik kapal laut) untuk menjaga, memelihara, pengalihan fisik dan melakukan pengurusan dokumen serta membayar biaya perawatan kapal laut MV Seniha-S," ujarnya.

Hingga pada tahun 2017, sebut Mega, Raef Sharaf El Din mengaku sebagai perwakilan Bulk Blacksea Inc di Indonesia meminta para terdakwa untuk dapat menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar dari kantor Pelabuhan Batam terhadap kapal laut MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama dengan mengganti nama dan bendara kapal menjadi kapal MV Neha IMO 8701519 berbendera Djibouti.

"Dari pertemuan itu, terdakwa Sularno, selaku Kepala Pos Kesyahbandaran Sagulung, Tanjunguncang menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar terhadap kapal MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama yang telah diubah nama menjadi kapal MV Neha IMO 8701519 berbendera Djibouti sebanyak dua kali atas perintah terdakwa Bambang," terang Mega.

Setelah keluar penerbitan Surat Persetujuan Berlayar, sambung Mega, belakangan diketahui surat tersebut tidak benar, karena status hukum dari kapal MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama masih sebagai objek Sita Jaminan dalam perkara keperdataan di Pengadilan Negeri Batam.

"Atas perbuatan kedua terdakwa, PT Persada Prima Pratama selaku kuasa dari Bulck Blacksea Inc yaitu Mustafa Erl (pemilik kapal laut MV Seniha-S) mengalami kerugian lebih kurang sebesar Rp 8 miliar," pungkasnya.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatanya, kedua terdakwa dijerat dengan pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsider pasal 263 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan terancam 8 tahun penjara.

Usai mendengarkan pembacaan surat dakwaan, kedua terdakwa kompak membantah semua dakwaan yang dibacakan jaksa Mega Tri Astuti. "Semua isi dakwaan yang diuraikan barusan oleh jaksa tidak benar. Kami membantah semuanya," kata kedua terdakwa serentak.

Untuk mengakomodir bantahan dari kedua terdakwa, majelis hakim Christo E N Sitorus, Marta Napitupulu serta Egi Novita memberikan kesempatan kepada Penasehat Hukum (PH) terdakwa untuk mengajukan eksepsi pada persidangan yang datang.

Editor: Gokli