Selesaikan Permasalahan Jakarta, Presiden dan Tiga Gubernur Harus Bersatu
Oleh : Irawan
Kamis | 02-01-2020 | 15:00 WIB
ahri_hamah151.jpg
Mantan Wakil Ketua DPR yang juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelora Fahri Hamzah

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah mengatakan bahwa masalah Jakarta, khususnya banjir dan macet lebih mudah diselesaikan oleh kebijakan presiden daripada gubernur.

Penyelesaikan permasalahan Jakarta harus diselesaikan pemerintah pusat dan tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat (Jabar) dan Banten.

Artinya, Presiden Joko Widodo harus bersatu dengan Gubernur DKI Anies Baswedan, Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan Gubernur Banten Wahidin Halim. Dengan bersatunya mereka, maka permasalahan di Jakarta tentu lebih cepat lagi selesainya.

"Sejak awal, kita membayangkan adanya perencanaan yang terintegrasi pada tiga Provinsi dengan Pemerintah Pusat, yakni Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Tanpa itu, kita akan terjebak saling menyalahkan sebab tiga Provinsi ini adalah kawasan yang saling berketergantungan satu sama lain," sebut Fahri saat dihubungi wartawan, Kamis (2/1/2020) diminta tanggapannya soal banjir yang melanda Jabodetabek di awal tahun 2020 ini.

Bahkan, menurut mantan Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu, untuk menopang 3 Provinsi ini, seharusnya Lampung mulai diikutkan dalam perencanaan kawasan. Dulu, lanjutnya, zaman Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ada yang ingin bikin jembatan Selat Sunda sekitar 30 KM, sayangnya banyak yang tidak percaya tapi sekarang jembatan penghubung Makau-Zuhai-Hongkong sudah sepanjang 55 KM.

Provinsi dan Kota di Indonesia, kata Fahri, memang seharusnya direncanakan integrasinya secara fisik, juga selain integrasi konsep kenegaraan. Dalam kerangka itu, presiden dan DPR bisa membuat regulasi yang memaksa kawasan tertentu untuk mengikuti konsep besar integrasi kawan tersebut.

"Jawa dan Sumatera, seharusnya disambung agar pergerakan penduduk ke luar Jawa, khususnya ke pulau Sumatera yang lebih besar dan lebih kosong dapat terjadi secara mudah. Tentunya, disertai pembangunan transportasi sampai ke Sabang, maka mobilitas ke barat akan semakin cepat dan mudah," sarannya.

Disamping itu, masih menurut Fahri, ide memindahkan Ibukota Negara dari Jakarta ke pulau Kalimantan, juga harus diletakkan dalam kerangka integrasi kawasan. Sebab, hanya dengan konsep itu pemindahan itu relevan.

"Sementara itu karena infrastrukturnya belum memadai, dikhawatirkan pemindahan itu akan kurang efektif menjawab kebutuhan. Ini baru bicara bagian barat dan tengah, belum bicara timur seperti Papua yang memiliki persoalan yang lebih pelik," ucapnya.

Di luar masalah politik dan integrasi, dalam ekonomi, sumber kemiskinannya bukan banjir tapi ketimpangan di banyak sektor, mulai pendidikan, kesehatan, dan kesempatan berusaha. Untuk itu, pemerintah harus menghidupkan jalur Pasifik, seperti Biak harus kembali dibuka sebagai jalur penerbangan internasional seperti zaman Presiden kedua RI, Soeharto dulu.

"Negara-negara Pasifik sedang berkembang dan Papua adalah salah satu pulau terbesar di pasifik selatan bersama Australia dan New Zealand. Papua bukan Asia. Tapi kita lagi bicara banjir dan banjir seperti bencana alam lainnya adalah penyebab kemiskinan yang instan. Manusia bergerak seperti semut, di mana ada harapan dan kehidupan manusia bergerak ke sana. Kepadatan penduduk adalah indikator nyata kegagalan menata harapan," paparnya.

Mengapa? Karena harapan Indonesia sampai hari ini masih nampak menumpuk di Jawa dan Jakarta khususnya, ada kekayaan ekonomi, ada kemajuan pendidikan, ada pergaulan global, ada karier politik dan pemerintahan dan secara umum ada pengaruh bagi masa depan pribadi dan kelompok.

"Jadi, sambil membantu para korban, saya menyarankan kepada bapak Presiden untuk menjadikan momen ini untuk menggalang persatuan. Ini sama dengan konsep integrasi kawasan harus dimulai dengan sila ke-3 Pancasila kita. Kita harus menghentikan perpecahan yang sudah jadi kenyataan," imbuhnya.

Selain itu, masih menurut inisiator Ormas Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) itu, para gubernur harus sadar bahwa presiden adalah kekuatan yang paling efektif untuk membangun propinsi dan seluruh wilayah daerah di Indonesia ini.

"Jadi, jangan mau diajak bertengkar dengan presiden gak ada gunanya. Hasilnya hanya kesengsaraan rakyat. Dan ini lah waktu nya mengubur ego. Kita harus bersatu. Dan harapan saya, semoga musibah besar ini dapat menjadi momentum kebersamaan, sambil menemukan ilham dan petunjuk untuk menjawab tantangan masa depan bangsa Indonesia menuju kekuatan yang memberi harapan pada bangsanya dan pada ummat manusia," pungkas Fahri Hamzah.

Editor: Surya