Total Kerugian Ekonomi Akibat Kebakaran Hutan Capai Rp 221 Triliun
Oleh : Redaksi
Selasa | 13-08-2019 | 19:40 WIB
kebakaran-hutan-tanjungriau2.jpg
Kebakaran hutan di Kawasan Tanjungriau Batam. (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Deputi Perencanaan dan Kerjasama Badan Restorasi Gambut (BRG) Budi Wardhana mengatakan, kebakaran hutan di lahan gambut telah menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Berdasarkan data Bank Dunia, saat kebakaran lahan besar-besaran terjadi 2015 lalu nilai kerugian pemerintah mencapai Rp 2,5 triliun.

Jumlah kerugian itu belum termasuk dampak buruk bagi kesehatan masyarakat, terhentinya proses produksi, terganggunya kegiatan perdagangan dan transportasi, serta menurunnya nilai sumber daya di daerah terdampak. Jika ditotal, estimasi kerugian bisa membengkak hingga Rp 221 triliun.

Selama ini, masyarakat masih diizinkan melakukan pembakaran demi membuka lahan di kawasan gambut maksimal 2 hektare. Namun, pengawasan atas pembakaran tersebut seringkali tidak maksimal hingga akhirnya menimbulkan kebakaran lahan.

"Pemerintah bisa mencarikan alternatif pembersihan lahan tanpa metode pembakaran. Ada misalnya program pembukaan sawah menggunakan mikrobia," ujar Budi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2019).

Menurut Budi, praktik pembakaran lahan seharusnya menjadi opsi terakhir bagi masyarakat membuka lahan untuk keperluan produksi.

Dalam kesempatan yang sama, Budi juga mengungkap kerja yang sudah dilakukan lembaganya sejak dibentuk 20015 lalu oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selama ini, BRG disebut berfokus pada penguatan kebijakan terkait restorasi gambut di 7 provinsi yang memiliki 21 juta hektar lahan gambut.

“Meliputi pendataan karena ketika kami kerja belum adamap kesatuan mengenai gambut. Jadi kami buat peta dan disebut sebagai peta sekunder karena gabungan peta-peta yang sudah ada. Kemudian yang dibebankan ke BRG juga pencegahannya. Jadi yang tadi dibagi wilayah-wilayahnya, yang ada ekstensif kanal dan gambutnya tebal maka bahan bakarnya tinggi menurut kami, dan kami akan fokus ke sana,” ujar Budi.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga 13 Agustus 2019 pukul 09.00 WIB ada 863 titik panas di seluruh Indonesia. Titik panas terbanyak berada di Provinsi Kalimantan Barat (391 titik), disusul Riau (230), Kalimantan Tengah (180), dan Jambi (28). Titiik panas ini perlu terus diwaspadai untuk mencegah meluasnya kejadian kebakaran hutan.

Sumber: Tempo.co
Editor: Yudha