Target PAD Besar Tapi Realisasi Minim, Dishub Kepri Dianggap 'Besar Bual'
Oleh : Charles Sitompul
Rabu | 23-08-2017 | 18:38 WIB
Onward-Siahaan1.gif
Pansus DPRD Kepri, Onward Siahaan (Foto: dok.batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM,Tanjungpinang - Dianggap 'besar bual' dan banyak berwacana, DPRD Kepri meminta Dinas Perhubungan Provinsi Kepri lebih rasional dalam membuat dan menentukan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada APBD Provinsi Kepri.

Hal itu dikatakan Pansus DPRD Kepri terhadap Laporan Penggunaan dan Pertanggungjawaban (LPP) APBD 2016 Kepri, dalam catatan dan rekomendasinya yang dibacakan Onward Siahaan pada sidang Paripurna LPP-APBD 2016 belum lama ini.

"Diharapkan Dinas Perhubungan yang membuat target PAD lebih rasional, target PAD Dinas Perhubungan yang tinggi tanpa memperhitungkan potensi yang ada, mengakibatkan capaian sangat rendah," ujar Onward.

Seperti pada APBD 2016, Dinas Perhubungan Provinsi Kepri menargetkan perolehan Pendapatan Asli Daerah dari sejumlah sektor yang menjadi kewenanganya Rp700 juta. Namun kenyataanya, realisasi PAD dari Dinas Perhubungan hingga akhir masa anggaran APBD hanya Rp17 juta.

"Diharapkan, Dinas Perhubungan ke depan dapat melakukan trobosan-trobosan dan inovasi baru, terutama dalam sektor kemaritiman sebagai sumber potensi dalam meningkatkan penerimaan PAD Provinsi Kepri," ujarnya.

Minimnya penerimaan PAD Dinas Perhubungan provinsi Kepri ternyata juga terjadi pada APBD 2017. Dari triliunan target PAD dari sektor jasa kelautan sebagaimana yang digembar-gemborkan Kepala Dinas Perhubungan, Jumhur Ismail, ternyata hingga Semester I APBD Kepri, baru hanya sebatas wacana dan "angan-angan" belaka.

Sebagaimana yang diwacanakan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepri itu sebelumnya, dengan disahkannya Perda PAD dan retribusi daerah oleh DPRD, penerimaan PAD dari jasa kelauatan dari labuh jangkar pada 18 titik area yang dipetakan di 12 mil laut kewenangan Provinsi Kepri, hingga saat ini belum sepeser pun jasa labuh jangkar tersebut yang masuk ke Kas PAD Daerah.

Hal ini disebabkan adanya tumpang tindih kewenangan serta dasar hukum UU Pemerintah Daerah dengan UU Perhubungan dan peraturan lainnya.

Dari data Dinas Perhubungan, sebanyak 18 titik area labuh jangkar di Kepri masuk di wilayah jarak 12 mill laut Provinsi Kepri. Ke-18 titik area labuh jangkar tersebut, saat ini dikelola oleh 13 Badan Usaha Swasta dan rekanan pemerintah pusat dan daerah.

Ke-13 Badan Usaha yang mengelola dan menarik upah labuh jangkar jasa laut dari sejumlah kapal di Kepri itu adalah, PT Bias Delta Pertama, Baruna Bahari, Daya Maritim, Galang Mandiri, Baruna Bhakti Utama, Perlindo I/ BUMD Bintan, Sarana Citranusa Kabil, Petro Samudera, Pelindo/ASK, Pelindo/ Makteer, Asinusa Persada, Pelindo I/ BUMD Karimun, Gading dan Mitra Bandara.

Dari 13 badan usaha yang mengelola laut Kepri ini, tiga perusahan yang menyetor ke BP Batam karena lokasinya di laut Batam dan itu merupakan ruang laut yang paling potensial dan besar mendapatkan pemasukan dari labuh jangkar kapal, karena paling bayak kapal yang labuh jangkar.

Tragisnya, setelah ketiga perusahan atau pengelola labih jangkar itu diserahkan BP Batam ke Propinsi Kepri, justru Pemprov Kepri tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk melakukan pemungutan, yang mengakibatkan jasa labuh jangkar yang dipungut tiga perusahaan tersebut, dialihkan ke Kas Penampung PNBP Kanpel Batam.

Editor: Udin