Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Percepat Pemanfaatan Dana Desa, Kemendes PDTT - GMIT Teken MoU
Oleh : Irawan
Minggu | 22-10-2017 | 10:00 WIB
Dana_Desa_2016.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi dana desa

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kementerian Desa, Pembanguan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) resmi menggandeng Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) untuk mengawal pelaksanaan program Dana Desa di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).

Penandatangan MoU dilakukan Ketua Sinode GMIT Pdt. Dr. Mery Loise Kolimon dan Sekjen Kemendes PDTT Anwar Sanusi di VIP Room gedung kementrian tersebut, Kalibata, Jakarta kemarin.

Turut menyaksikan, Mendes PDTT Eko Putro Sanjoyo, Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis, Dirjen PDT Max Yoltuwo dan Dirjen lainnya lingkup Kemendes PDTT.

Menteri Eko pada kesempatan itu mengapresiasi peran aktif GMIT yang mau ikut mensukseskan program Dana Desa. Menurut dia, masyarakat desa di NTT sebetulnya bisa mengawal pemanfaatan Dana Desa secara baik, asalkan diberikan kesempatan.

"Partisipasi masyarakat desa memang sangat besar. Telah ikut mempengaruhi peningkatan alokasi anggaran Dana Desa, dan penyerapannya," sebut Eko dalam keterangannya.

Penandatangan MoU tersebut, menurut dia sebagai energi baru bagi kementriannya guna membantu percepatan pelaksanaan program dimaksud.

Harapannya, dengan penandatanganan Nota Kesepahaman itu dapat ikut mempercepat pembangunan di wilayah NTT.

"Saya segera rapat internal terkait program-program teknis yang lebih detail untuk dibicarakan dengan GMIT," sebut dia.

Melalui MoU tersebut, dia berharap ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh GMIT lewat pendampingan dan pengawasan, khususnya mengajak masyarakat ikut berpartisipasi mengawasi pemanfaatan Dana Desa.

KemendesPDTT mensinyalir ada banyak desa yang dalam Musdes-nya, tidak melibatkan masyarakat secara maksimal.

"Dengan adanya lembaga agama, masyarakat bisa dilibatkan sehingga pengawasan dari masyarakat lebih baik. Apalagi tokoh agama cukup dihormati dan disegani. Kita juga membantu kepala desa untuk tidak tergoda melakukan penyimpangan," tandas dia.

Kerjasama dengan GMIT tersebut, jelas Menteri Eko, merupakan yang pertama kali dilakukan kementriannya dengan lembaga agama, sehingga diharapkan bisa diikuti lembaga-lembaga keagamaan lain.

"Kerjasama ini bagian dari upaya percepatan penyerapan Dana Desa. Presiden juga ingatkan agar kegiatan dilakukan secara swakelola dan tidak pakai kontraktor. Kita minta bantuan GMIT untuk mengingatkan hal ini," harap Eko.

"Tujuannya untuk memberikan partisipasi masyarakat, sehingga kesempatan untuk melakukan penyelewengan bisa ditekan," lanjut dia.

Sementara itu, Fary Djemy Francis, mengatakan, KemendesPDTT sebagai mitra komisi yang dipimpinnya terus didorong agar meningkatkan partisipasi masyarakat.

Sebagai pimpinan komisi, Fary mengaku memfasilitasi GMIT ikut memberikan dorongan dan membantu mengawal program Dana Desa, dengan harapan gereja ikut terlibat dalam perencanaan awal sampai pada proses pelaksanaan dan pemanfaatannya.

“Terima kasih KemendesPDTT karena komponen-komponen masyarakat telah dilibatkan,” ujar politisi Gerindra yang juga anggota Majelis Sinode GMIT itu.

Pdt. Merry Loise Kolimon, mengatakan, pihaknya segera melaksanakan lokakarya Dana Desa dengan melibatkan seluruh pendeta GMIT dan para kepala desa untuk mendorong kerjasama yang lebih baik di tingkat desa.

Hal tersebut kata dia, agar gereja-gereja GMIT berperan sebagai salah satu unsur masyarakat sipil yang memastikan Dana Desa yang disalurkan ke desa-desa di NTT benar-benar membawa dampak yang mensejahterakan masyarakat.

Harapannya, GMIT dapat berkontribusi mewujudkan demokratisasi ekonomi di desa, termasuk mendorong partisipasi warga desa merencanakan pembangunan di desa secara baik.

"Masyarakat harus diajak berpartisipasi mengawasi pemanfaatan Dana Desa untuk program yang memberdayakan masyarakat," tandasnya.

Mery sampaikan, sudah ada pendeta-pendeta GMIT yang didorong untuk mengawal program Dana Desa di masing-masing wilayah pelayanan.

Dengan kerjasama tersebut, diharapkan akan lebih terstruktur dan menjadi program yang terus secara intensif dapat dilakukan dengan memperhitungkan dampaknya.

"Ada indikator-indikator yang kami susun. Kami juga memonitor dampak dari kerjasama ini, sehingga benar-benar ada pengaruh yang lebih baik," imbuhnya.

Bagi Mery, kendala yang terjadi selama ini lebih banyak diakibatkan karena ketidaksepahaman yang baik antara pemerintah desa dan gereja.

"Seringkali kerjasama masih sulit dan masing-masing menganggap hal ini sebagai bidang sendiri-sendiri. Gereja cenderung memahami tugasnya hanya kerohanian, begitupun desa melihat tugas-tugasnya pada pembangunan. Untuk itu kami ingin membangun sinergi yang lebih baik, tentu dengan menghargai porsi masing-masing. Untuk itu perlu ada kerjasama sehingga dapat mendorong pembangunan desa yang lebih baik," pungkas Mery.

Editor: Surya