Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kemenko Perekonomian Bentuk Sekretariat Bersama Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial
Oleh : Surya
Kamis | 19-10-2017 | 18:00 WIB
Lukita_dinarsyah-oke.gif Honda-Batam

PKP Developer

Sekretaris Menteri Koordinaror Bidang Perekonomian, Lukita Dinarsyah Tuwo dan CEO WWF-Indonesia Rizal Malik (Foto: Surya)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyepakati dibentuknya Sekretariat Bersama Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial. Hal ini dituangkan dalam Nota Kesepahaman yang ditandatangani oleh Sekretaris Menteri Koordinaror Bidang Perekonomian, Lukita Dinarsyah Tuwo dan CEO WWF-Indonesia Rizal Malik.

Menurut Lukita, dalam kerja sama ini, WWF ditunjuk sebagai Project Management Office (PMO) untuk pembentukan Sekretariat Bersama (Sekber). Sekber dibentuk dengan tujuan mempercepat proses reforma agraria yang sangat panting sebagai peletak dasar bagi program Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE), pengurangan kesenjangan pemilikan atau penguasaan lahan serta untuk penurunan angka kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan.

"Kami menunjuk WWF-Indonesia sebagai mitra untuk membentuk Sekretariat Bersama sebagai PMO. Dengan penunjukan PMO ini diharapkan kerja sama antar Kementerian dan lembaga-lembaga yang menangani reforma agraria akan berlangsung secara lebih efektif dan dapat mempercepat pencapaian target program reforma agraria," ungkap Lukita di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Kebijakan reforma agraria itu sendiri, ada dua fokus program yang menjadi kunci mengurangi ketimpangan yang terjadi yaitu legalisasi aset yang terdiri dari lahan transmigrasi dan prona serta redistribusi aset yang terdiri dari Hak Guna Usaha (HGU). Kedua adalah pemberian akses pemanfaatan lahan hutan melalui program Perhutanan Sosial.

Fokus program reforma agraria pertama-tama adalah legalisasi dan redistribusi aset yang digolongkan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) seluas 9 juta hektar. Dari luasan tersebut, ditargetkan 4,5 juta hektar untuk legaliasi aset yang terdiri dari 3,9 juta hektar untuk sertifikai tanah-tanah warga dan 0,6 juta hektar untuk lahan transmigrasi.

Kemudian sisanya seluas 4,5 juta hektar dialokasikan untuk redistribusi aset yang terdiri dari 0,4 juta hektar dari lahan HGU yang telah habis masa berlakunya dan tanah-tanah terlantar, dan 4,1 juta hektar dari pelepasan kawasan hutan negara.

Selanjutnya, di luar 9 juta hektar tersebut, pemerintah juga menyiapkan lahan seluas 12,7 hektar melalui program Perhutanan Sosial, yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui skema pemberian izin pengelolaan atas hutan negara, dan pengakuan hutan adat.

PMO ini akan membantu koordinasi dan komunikasi dengan Kementerian teknis (Kementerian LHK, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN dan Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi) mengenai progres sertifikasi tanah rakyat, sertifikasi lahan transmigrasi, redistribusi lahan terlantar, pelepasan kawasan hutan, dan perhutanan sosial. Adanya PMO ini sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019.

Sementara itu, CEO WWF-Indonesia, Rizal Malik, mengatakan dalam kerja sama ini pihaknya sekaligus mendukung program pemerintah dalam mewujudkan perhutanan sosial.

"Kerja sama ini penting untuk mewujudkan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki tata kelola dan mewujudkan perhutanan sosial juga melestarikan hutan dan keanekaragaman hayatinya. Apalagi Indonesia merupakan salah satu negara yang telah menyepakati Paris Agreement dan SDG (sustainable devetoprnent goal)," katanya.

Editor: Udin