Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Data Penduduk Tanjungpinang Hilang, Disdukcapil akan Tuntut Ditjendukcapil
Oleh : Habibie Khasim
Selasa | 17-10-2017 | 17:15 WIB
Kadisdukcapil-TPI,-Irianto1.gif Honda-Batam
Kadisdukcapil Tanjungpinang, Irianto (foto: dok.batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Pemerintah Kota Tanjungpinang belum lama ini melakukan permintaan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) wilayah kerja Tanjungpinang agar berkoordinasi dengan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjendukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia.

Gayung bersambut, karena diperintahkan Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, Kadisdukcapil Tanjungpinang, Irianto, yang harusnya menjadi tiang bagi Ditjendukcapil Kemendagri di Tanjungpinang seperti 'terpancing' dan akan terbang ke Jakarta untuk "menuntut" Ditjendukcapil atas penghapusan data warga di Tanjungpinang.

Irianto mengatakan, Selasa (17/10/2017), dia berencana akan ke Jakarta untuk menuntut data masyarakat yang hilang karena telah diputihkan oleh Ditjendukcapil Kemendagri.

Menurut Irianto, tercatat di Disdukcapil Tanjungpinang jumlah warga ada sekitar 261.933 jiwa dengan 53 ribu orang belum melakukan perekaman kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP). Sementara, setelah dilakukan pemutihan, di Ditjendukcapil tercatat hanya 207.865 jiwa data penduduk Tanjungpinang saat ini.

"Ini tentu merugikan kita. Menurut saya ini pemutihan dan penetapannya tidak rasional," kata Irianto saat diwawancarai, Senin (16/10/2017).

Versi Irianto, kerugian tersebut terletak pada masyarakat, karena di Kartu Keluarga dan di server Disdukcapil Kota Tanjungpinang ada, namun data di Pusat tidak ada. Dia pun mengaku bahwa kejadian tersebut telah terjadi belum lama ini.

"Jadi mereka melakukan pemutihan bukan dihapus semuanya, tapi diletakkan dalam file khusus. Karena ketika kita cek di server kita, ada nama warganya, di server Pusat tidak ada," terang mantan Kasatpol PP Tanjungpinang tersebut.

Menurut dia, Kemendagri melakukan penghapusan sepihak tanpa melibatkan daerah. Penghapusan itu sendiri dikarenakan 3 faktor yang menurut dia tidak rasional. Faktor pertama adalah anomali data di mana berjumlah 1.952 jiwa.

"Anomali data ini adalah data yang stagnan, jadi dalam satu keluarga itu tidak ada perubahan jumlah anggota keluarganya dari tahun 2012 sampai 2017. Segitu terus, stagnan, ada 1.952 jiwa," terang Irianto.

Kemudian faktor kedua adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda yang berjumlah 11.211 jiwa. Di sinilah menurut Irianto tidak rasional, karena jika memang NIK ganda berjumlah sebanyak itu, harusnya ditarik benang penengah, di mana satu diambil kemudian yang satu dihapus.

"Ini tidak, mereka malah menghapus semuanya. Harusnya jika NIK ganda, ada kesamaan, berarti separuh dibuang separuh yang aslinya, bukan malah menghapus semuanya," kata Irianto geram.

Dan faktor terakhir yang jumlahnya banyak sekali adalah elemen di Kartu Keluarga ganda yang berjumlah 38.276 jiwa. Diterangkan Irianto, elemen ganda ini adalah di mana KK antar individu berbeda, namun banyak elemen yang sama, seperti nama, nama orang tua, tempat tanggal lahir, jenjang sekolah.

"Jadi di KK itu ada 15 elemen semuanya, dan mereka mengambil kesimpulan 38 ribu orang itu memiliki banyak kesamaan elemen, seperti nama, nama orang tua sama, tempat lahir sama, tanggal juga sama, ini dianggap tidak sah dan dihapus. Banyak Lo itu 38 ribu," tutur Irianto semakin geram.

Hal ini lagi-lagi kata Irianto sangat merugikan Pemko Tanjungpinang. Untuk itu, dia akan melakukan koordinasi dengan Ditjendukcapil agar menggunakan data yang rasional versi tuan rumah, yaitu Pemko Tanjungpinang.

Padahal, dalam Undang Undang nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang Undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi Undang Undang.

Ini juga ditegaskan oleh Ketua KPU Tanjungpinang, Robby Patria, yang mengatakan bahwa sesuai aturan Mendagri berdasarkan Undang Undang tersebut, bahwa jumlah pemilih atau jumlah penduduk hanya menggunakan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.

"Kita hanya menggunakan data sesuai dengan aturan Kemendagri, itu sudah amanat dan tidak ada data lain lagi," tuturnya.

Artinya, KPU tetap menggunakan data dengan jumlah penduduk 207 ribu lebih tersebut.

Editor: Udin