Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Saat Ini Banyak Pahlawan Kesiangan Antikorupsi, yang Isinya hanya Puja-puji KPK
Oleh : Irawan
Minggu | 15-10-2017 | 10:30 WIB
Fahri_timwas16.gif Honda-Batam

PKP Developer

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah melontarkan sindiran pedas kepada cheerleders Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau para pahlawan kesiangan antikorupsi yang sikapnya hanya berisi puji-pujian terhadap lembaga antirasuah itu, bukan sebaliknya melakukan perbaikan dalam pemberantasan korupsi.


Fahri menyebut, sebagai pahlawan kesiangan antikorupsi tidak memiliki pemikiran kosong, dan juga pemuja seperti generasi otoriter. Namun, Fahri tidak menyebutkan siapa saja para cheerleders KPK pahlawan kesiangan antikorupsi itu.

"Yang di kepala mereka hanyalah puja dan puji saja. Pahlawan anti korupsi kesiangan ini otaknya kosong. Hanya satu kata dalam otaknya 'hidup KPK!' Setelah itu dianggap masalah selesai," tulisnya di akun Twitter pribadi miliknya @Fahrihamzah yang doponsting, kemarin.

Bukan hanya pahlawan kesiangan, masih tulis politisi dari Partai Kaedilan Sejahtera (PKS) itu, tapi mereka sebenarnya merupakan generasi otoriter yang menikmati kekuasaan sebagai cara bernegara.

"Mereka menikmati kekuasaan sebagai cara bernegara. Kuno!" tulis Fahri Hamzah yang juga mengungatkan kalau menyelesaikan problem dalam demokrasi dengan cara totaliter itu tidak saja bodoh tapi bikin rusak negara.

Korupsi, adalah penyakit rezim totaliter. Karena rumus korupsi adalah C= Monopoli + Diskresi-Akuntabilitas. Monopoli ada di mana? Diskresi sudah kita sisir! Dan Akuntabilitas meluas akibat pengawasan publik. "Ini watak sistem demokrasi," ucapnya.

Sebaliknya, negara totaliter itu jelas penuh monopoli, mulai dari politik, ekonomi, dan lain-lain. Semua pejabat dapat diskresi. Habis gitu nggak ada pengawasan. Masa gelap itu gelap. Teknologi belum mendukung kebebasan sipil. Waktu itu serba sulit mengkritik pejabat. Ketertutupan sistem membuat pejabat berbuat seenaknya; korupsi, kolusi dan nepotisme, KKN kata generasi itu.

Di era itu, hidup ini seperti milik segelintir orang. Penguasa dan para kroni. Ruang publik pengap penuh dikte dan propaganda. "Sadarkah kita perubahan ini? Mengertikah kita bahwa kebebasan ini mahal? Situasi ini membuat ruang otoritarianisme menciut? Ini fakta. Ini tidak bisa dibantah bahwa ruang publik kita telah disehatkan oleh udara bebas nan segar," katanya.

Fahri pun mengajak semua untuk merenung mendalam. Apa yang kita takutkan? Menurut saya ketakutan ini diciptakan. Korupsi ini adalah momok.

"Ini perang momok … Perang hantu. Perang persepsi. Korupsi imajinasi. Negara punya penyakit baru; korupsi adalah penyakit lama," ujarnya.

Tetapi, lanjut Fahri Hamzah, menciptakan masalah agar ada program negara adalah korupsi baru. Maka, histeria ini adalah dibuat seolah ruang publik kembali pengap oleh korupsi.

"Seolah ini era kegelapan. Sampai di situ masih belum terlalu jahat, lebih jahat ketika justru korupsi ditutupi oleh versi fiksinya agar kerugian negara tak terbaca," pungkasnya.

Editor: Surya