Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

TAP MPRS No 25 Tahun 1966 Masih Berlaku
Oleh : Irawan
Minggu | 08-10-2017 | 09:00 WIB
Fadli_PPWashliyah.gif Honda-Batam

PKP Developer

Wakil Ketua DPR Fadli Zon saat menerima PP Gerakan Pemuda Al Washliyah

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menegaskan, TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) masih berlaku.

 

Kendati sudah ada TAP MPR yang baru, Fadli menilai sulit untuk mencabut TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Ia menegaskan, komunisme tidak boleh hadir di Indonesia.

"Saya kira TAP MPRS No 25 Tahun 1966 dinyatakan berlaku, dan ini mengkonfirmasi dan menyatakan secara tegas bahwa komunisme tidak boleh hadir di Indonesia, termasuk kehadiran partai komunis," tegas Fadli dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (7/10/2017).

Penegasan ini telah disampaikan Fadli Zon saat menerima Gerakan Pemuda Al Washliyah di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pekan ini. pada kesempatan itu, Ketua Gerakan Pemuda Al Washliyah Wizdan Fauzan Lubis menyampaikan beberapa poin, seperti tidak boleh dicabutnya TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), maraknya kriminalisasi ulama dan pembatasan impor.

Fadli mengatakan, kriminalisasi terhadap ulama yang terjadi selama ini karena aparat aparat hukum tidak berlaku adil dan proporsional. Apalagi kepada ulama, yang menjadi tokoh panutan bagi umat Islam.

Menurutnya, jika aparat penegak hukum melakukan tindakan yang diskriminatif, akan merugikan pemerintah dan penegakan hukum itu sendiri.

"Beberapa waktu yang lalu ada perlakuan yang dianggap diskriminatif kepada ulama dalam masalah hukum. Persoalan-persoalan yang seharusnya itu menjadi masalah hukum, kemudian dicari-cari dan direkayasa, kemudian dijadikan permasalahan hukum," katanya.

Sementara terkait aspirasi pembatasan impor, Fadli mengatakan, DPR senantiasa mengingatkan kepada pemerintah untuk membatasi impor. Apalagi, termasuk sektor pangan. Pasalnya, impor telah menjauhkan Indonesia dari cita-cita kedaulatan pangan.

"Jika kebijakan impor dilaksanakan ketika kita masih memprodusi, ini sangat memabahayakan kita. Misalnya petani tebu atau petani beras, maka harganya pasti jatuh karena adanya impor. Apalagi ketika musim panen tiba," kata politisi Partai Gerindra ini.

Editor: Surya