Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Lemkaji MPR RI Gelar Simposiun Revitalisasi Peran DPD Sesuai Tugas Konstitusionalnya
Oleh : Irawan
Selasa | 03-10-2017 | 15:02 WIB
Lemkaji_MPR.gif Honda-Batam

PKP Developer

Konferensi Pers Lemkaji MPR dalam rangka Simposium Nasional tentang Revitalisasi DPD RI

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Berdasar data BPS yang dilansir Januari 2017, terdapat 10 daerah yang menjadi kantong-kantong kemiskinan di Indonesia. Kesepuluh wilayah miskin, itu sebagian besar ada di Indonesia bagian timur.

Beberapa diantara daerah yang paling banyak penduduk miskinnya, itu adalah Papua (28,4%), Papua Barat (24,88%), NTT (22,01%) dan Maluku (19,26).

"Kesenjangan pembangunan itu yang akan menjadi fokus Lemkaji dalam simposium nasional MPR RI untuk pemantapan pelaksanaan otonomi daerah guna mewujudkan kewajiban konstitusi DPD RI," tegas Rully saat konferensi pers dalam rangka pelaksanaan Simposium Nasional dengan tema Revitalisasi Peran DPD Sesuai Tugas Konstitusionalnya di Jakarta, Senin (3/10/2017).

Adanya 10 daerah yang menjadi kantong kemiskinan di Indonesia, kata Rully, itu menjadi bukti bahwa pembangunan yang dilaksanakan selama ini belum bisa dirasakan secara merata.

Buktinya masih terdapat ketimpangan kesejahteraan daerah yang sangat nyata. Yang lebih memprihatinkan, kesenjangan disinyalir menjadi pemicu lahirnya sparatisme dibeberapa wilayah.

Ikut hadir dalam konferensi pers tersebut, Wakil Ketua Lemkaji Ahmad Farhan Hamid, dan Jafar Hafsah, Sekjen MPR RI Ma'ruf Cahyono, serta Anggota Lemkaji Isac Latuconsina, Djafar Badjeber, Syamsur Bahri, dan I Wayan Sudirta.

Simposium nasional sendiri akan dilaksanakan Rabu (4/10/2017), di Gedung Nusantara IV Komplek MPR, DPR dan DPD RI. Beberapa undangan diharapkan hadir untuk menjadi nara sumber symposium. Antara lain, Menteri Keuangan, Ketua Bappenas, Mendagri, Menteri Desa, Gubernur Sulsel, serta sejumlah pengamat.

Hasil Simposium diharapkan menjadi pendoronga bagi pemerintah untuk terus melaksanakan pembangunan didaerah. Sekaligus menekankan peran DPD dalam pelaksanaan otonomi daerah, sesuai tugas konstitusi yang dimilikinya.

"Ada peran yang bisa dilakukan oleh DPD sesuai tugas konstitusionalnya. Antara lain menjadi pengawal bagi pelaksanaan dana transfer daerah. Apalagi, pelaksanaan dana transfer daerah ini belum banyak mendapat perhatian dari lembaga negara yang lain," kata Rully menambahkan.

Peran mengawal dana transfer itu, menurut Rully sangat tepat dilaksanakan oleh DPD. Mengingat DPD merupakan Lembaga Perwakilan Daerah, sehingga sangat pantas untuk memperjuangkan kepentingan daerah, baik didaerah sendiri maupun ditingkat nasional.

Dimana pada APBN-P 2015 jumlah dana trasfer daerah mencapai Rp 664,6 triliun, APBN-P 2016 Rp 776,3 triliun, dan jumlah alokasi transfer ke daerah lebih besar dibandingkan belanja kemneterian/lembaga sebesar Rp 767,8 triliun.

Bahkan sejak 2015 dana desa secara block grant, dana desa tahun 2017 Rp 60 triliun, sebelumnya 2015 Rp 20,77 triliun, dan 2016 Rp 46,9 triliun, sedangkan tahun 2018 Rp 120 triliun.

Hanya saja kata Rully, dana itu belum efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata di daerah. Sementara itu posisi tawar daerah dalam memperjuangkan kepentingannya di tingkat nasional tidak efektif.

"Belum efektifnya posisi tawar itu salah-satunya disebabkan terjadinya kekosongan peran DPD RI dalam melaksanakan kewajiban konstitusionalnya, yaitu pelaksanaan fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan untuk memperjuangkan kepentingan daerah," ujar politisi Golkar itu.

Karena itu kata Rully, DPD telah mengajukan usulan pengkajian revitalisasi peran DPD RI sesuai kewajiban konstitusionalnya dalam meomentum HUT DPD RI yang ke-13 pada 1 Oktober 2017 ini.

Editor: Surya