Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BNP2TKI akan Rumuskan Format Baru Pengiriman TKI ke Timur Tengah
Oleh : Redaksi
Sabtu | 16-09-2017 | 18:26 WIB
TKI1.gif Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi TKI (Sumber foto: KOMPAS.com)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mewacanakan kembali mengirimkan tenaga kerja Indonesia ( TKI) ke beberapa negara di Timur Tengah.

Wacana tersebut muncul karena selama masa moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Timur Tengah terbukti banyak TKI yang tetap berangkat secara ilegal.

"Melihat masalah-masalah yang banyak, bisa disimpulkan bahwa moratorium penempatan TKI ke Timur Tengah lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya," kata Kepala BNP2TKI, Nusron Wahid, Sabtu (16/9/2017).

Berdasarkan data imigrasi, selama masa moratorium, rata-rata setiap bulan sekitar 2.600 TKI berangkat secara ilegal ke Timur Tengah dan terjadi permasalahan dari jumlah satu persen TKI ilegal di Timur Tengah setiap bulannya.

Para TKI ilegal itu, kata Nusron, sulit diawasi, dan tidak ikut pembekalan kemampuan dan pelatihan penunjang pekerjaan lainnya.

"Ini kemudian menjadi masalah ketika mereka bekerja di luar negeri. Misalnya ada TKI ilegal di bandara yang tidak tahu bagaimana cara pindah pesawat. Ada yang tidur tiga hari tiga malam di bandara Dubai. Ada juga yang bekerja di sana tapi tidak sesuai dengan yang dijanjikan dan skill-nya tidak memadai. Pada akhirnya, pemerintah yang tergopoh-gopoh menyelesaikan," kata Nusron.

Adapun moratorium dijalankan dua tahap. Pertama moratorium terbatas ke Arab Saudi pada 2012-2015, kemudian moratorium meluas ke 19 negara di Timur Tengah pada 2015-2017.

Nusron menjelaskan, banyaknya jumlah TKI merupakan dampak dari tingginya angka pengangguran di daerah berdasarkan statistik BPS. Menurut Nusron, ada gap antara serapan tenaga kerja sebesar 1,2 - 1,3 juta angkatan kerja.

"Ini potret tenaga kerja dan pengangguran yang berpotensi termobilisasi ke luar negeri dan jumlahnya sebanyak 1,3 juta tenaga kerja. Mereka ini yang pengangguran penuh yang tidak punya kerja sampingan maupun paruh waktu. Itulah sebabnya penempatan TKI ke Timur Tengah mau dibenahi," kata Nusron.

Terkait dengan masalah permintaan, Arab Saudi dan negara Timur Tengah membutuhkan TKI dari Indonesia karena ramah dan memiliki kultur agama yang sama.

Menurut Nusron, banyak negara di Timur Tengah tidak mau tenaga kerja dari Filipina dan negara lainnya.

Nusron menyampaikan perlu ada format baru penempatan TKI ke Timur Tengah. Sebelum moratorium, pengguna jasa TKI adalah majikan, di mana TKI bekerja pada satu rumah tangga dan tinggal di situ bersama majikan.

Adapun model barunya diwacanakan pengguna jasa TKI tetap rumah tangga tapi satu pekerja tidak bekerja pada satu rumah tangga alias bisa berpindah-pindah.

Kemudian, TKI juga bisa melayani lima rumah tangga dan punya pilihan untuk tidak tinggal di rumah majikan karena berdasarkan pengalaman tinggal di rumah majikan rentan menimbulkan masalah.

"Jadi dalam satu hari misalnya, TKI bekerja di satu majikan dalam waktu 4 sampai 5 jam kemudian pindah ke rumah lain. Sehingga dijamin mereka bekerja hanya 8 jam. Lebih dari itu adalah lembur," ujar Nusron.

Selanjutnya, terkait penempatan dan kontrak kerja. Sebelum moratorium, kontrak kerja dilakukan antara TKI dengan majikan sehingga sulit diawasi.

"Solusinya adalah akan dibedakan antara pengguna dan pemegang kafil atau penanggungjawabnya. Jadi kontrak kerja nantinya dengan sarikat atau dengan agensi. Dengan demikian kalau ada masalah kami tidak berhubungan dengan majikan," ujar Nusron.

Pola dan sistem baru sebagai solusi pencabutan moratorium penempatan TKI ke Timur Tengah ini akan segera diujicoba di empat kota di Arab Saudi, yakni Jeddah, Makkah, Madinah, Riyad, paling lambat akhir 2017.

Sumber: Kompas.com
Editor: Udin