Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Melihat Titik Lahir Rohingya
Oleh : Redaksi
Sabtu | 09-09-2017 | 09:02 WIB
rohingya.jpg Honda-Batam
Para pengungsi etnis Rohingya yang dibantai para biksu dan militer Myanmar. (Foto: Riaupos)

Oleh Ardian Wiwaha

BANYAK versi yang menceritakan titik lahir kehidupan atau asal mula sejarah masyarakat Rohingya di Myanmar. Rohingya merupakan sebuah kelompok etnis Indo-Aryadari Rakhine atau yang juga dikenal sebagai Arakan atau Rohang dalam bahasa Rohingya di Burma.

Rohingya adalah etno-linguistik yang berhubungan dengan bahasa bangsa Indo-Arya di India dan Bangladesh (yang berlawanan dengan mayoritas rakyat Burma yang Sino-Tibet).

Menurut penuturan warga Rohingya dan beberapa ulama, mereka berasal dari negara bagian Rakhine, sedangkan beberapa sejarawan lain mengklaim bahwa mereka merupakan penduduk yang berasal dari Bengal lalu bermigrasi ke Myanmar, terutama perpindahan yang berlangsung selama masa pemerintahan Inggris di Burma. Pada batas tertentu, perpindahan tersebut terjadi setelah kemerdekaan Burma pada tahun 1948 dan selama periode Perang Kemerdekaan Bangladesh pada tahun 1971.

Muslim dilaporkan telah menetap di negara bagian Rakhine (juga dikenal sebagai Arakan) sejak abad ke-16, meskipun jumlah pemukim Muslim sebelum pemerintahan Inggris tidak tidak diketahui dengan pasti. Setelah Perang Anglo-Burma Pertama tahun 1826, Inggris menganeksasi Arakan dan pemerintah pendudukan mendorong terjadinya migrasi pekerja dari Bengal datang kesana untuk bekerja sebagai buruh tani.

Diperkirakan terdapat lima persen dari populasi Muslim yang mendiami Arakan pada tahun 1869, meskipun perkiraan untuk tahun sebelumnya memberikan angka yang lebih tinggi. Inggris melakukan beberapa kali sensus penduduk antara tahun 1872 dan 1911 yang hasilnya mencatat peningkatan jumlah populasi Muslim dari 58.255 ke 178.647 di Distrik Akyab.

Selama Perang Dunia II, pada tahun 1942 terjadi peristiwa pembantaian Arakan, dalam peristiwa ini pecah kekerasan komunal antara rekrutan milisi bersenjata Inggris dari Angkatan Ke-V Rohingya yang berseteru dengan orang-orang Budha Rakhine.

Peristiwa berdarah ini menjadikan etnis-etnis yang mendiami daerah menjadi semakin terpolarisasi oleh konflik dan perbedaan keyakinan. Pada tahun 1982, pemerintah Jenderal Ne Win memberlakukan hukum kewarganegaraan di Burma, yang mana dalam Undang-undang tersebut berisikan tetang status penolakan terhadap status kewarganegaraan etnis Rohingya.

Sejak tahun 1990-an, penggunaan istilah "Orang-orang Rohingya" telah meningkat dalam penggunaan di kalangan masyarakat untuk merujuk penyebutan etnis Rohingya. Pada tahun 2013, sekitar 1,3 juta orang Rohingya menetap di Myanmar. Secara mayoritas mereka mendiami kota-kota Rakhine utara, di mana mereka membentuk 80-98% dari populasi penduduk.

Menelaah hasil pemberitaan dan investigasi media internasional dan organisasi hak asasi manusia menggambarkan kehidupan etnis Rohingya sebagai salah satu etnis minoritas yang paling teraniaya di dunia.

Menghindari kekerasan di daerahnya banyak di antara orang-orang Rohingya yang melarikan diri ke pemukiman-pemukiman kumuh dan kamp-kamp pengungsi di negara tetangga Bangladesh, serta sejumlah besar orang Rohingya juga bermukim didaerah sepanjang perbatasan dengan Thailand.

Sementara itu, lebih dari 100.000 Rohingya di Myanmar terus hidup di kamp-kamp untuk pengungsi internal dan mereka dilarang meninggalkan kamp-kamp pengungsian oleh otoritas setempat.

Rohingya telah menuai perhatian internasional setelah kerusuhan negara bagian Rakhine pada tahun 2012. Lalu pada tahun 2015 ketika berlangsungnya perhatian internasional atas Krisis Pengungsi Rohingyadimana orang-orang Rohingya menempuh perjalanan laut yang berbahaya dalam upaya melarikan diri ke beberapa negara Asia Tenggara, dimana Malaysia menjadi tujuan utama mereka.
Kini, perhatian tersebut semakin menguat, tatkala isu agama menyulut pertumpahan darah di Rakhine. *

Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Politik Universitas Gajah Mada