Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengelolaan Sampah di TPA Punggur Masih Tunggu Perda
Oleh : Irwan HIrzal
Jumat | 25-08-2017 | 17:02 WIB
Dendi-N-Purnomo-400c191.gif Honda-Batam
Kepala DLH, Dendi Purnomo (Foto: dok.batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Telaga Punggur, Batam, dalam menerapkan teknologi masih terkendala Peraturan Daerah (Perda) yang belum disahkan di DPRD Kota Batam.

Meskipun sudah dibahas dan sempat mendapat penolakan pada 2016 lalu, namun hingga kini DPRD Kota Batam belum juga melakukan pengesahan. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang membidangi persampahan mengaku optimis, perencanaan sampah menjadi teknologi itu terwujud.    

"Kami masih menunggu rencangan Perda tentang biaya gerbang dari DPRD Kota Batam," ujar Kepala DLH, Dendi Purnomo, mengakui jika belum adanya Perda tersebut, Jum'at (25/08/2017).

Hal itu membuat menurutnya berakibat terhadap terkendalanya pengadaan lelang proyek teknologi sampah di Batam. Bahkan Dendi menyesalkan 'larinya' 18 investor yang sempat berminat dan menawarkan beberapa teknologi pengelolaan sampah di TPA Punggur tersebut.

"Ya, karena biaya gerbang belum. Serta tipping fee yang terlalu mahal dan sangat membebankan," katanya.

Perlu diketahui, dari 11 teknologi yang diajukan dalam pengelolaan sampah, pihaknya sudah memilih tiga teknologi yang kemungkinan besar akan diterapkan di Batam. Yaitu insenerasi, gasifikasi dan sanitary landfill.

Dari ketiganya, kata Dendi, gasifikasi dinilai memiliki biaya lebih tinggi, disusul insenerasi, kemudian sanitary landfill yang lebih murah. Namun penerapan gasifikasi dinilai lebih sulit.

"Insenerasi tergolong mudah. Penerapan insenerasi sendiri dalam pengelolaan sampah di Kota Batam, diyakini dapat memperpanjang usia TPA hingga 20 tahun ke depan. Namun lagi-lagi terbentur soal biaya," ujarnya.

Ia menambahkan, dari Pemerintah Kota Batam akan memilih teknologi yang tidak membebani pemerintah maupun masyarakat. "Tipping feenya kami nilai terlalu mahal. Plus minus itu Rp300 ribu per ton. Kita maunya di bawah Rp200 ribu. Kalau sekarang dengan sistem sanitary landfill yang kita pakai, hanya Rp75 ribu," pungkasnya.

Editor: Udin