Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tahun 2050, Suhu Kota-kota Besar Dunia Akan Naik 2 Derajat Celsius
Oleh : Redaksi
Kamis | 29-06-2017 | 09:26 WIB
kenaikan-suhu-perkotaan-01.gif Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Batam - Kota-kota di dunia akan semakin panas, bukan hanya karena perubahan iklim tetapi juga sebab fenomena pulau panas perkotaan.

Fenomena itu terjadi karena perubahan lanskap kota dari sebelumnya ditutupi tumbuhan jadi didominasi gendung bertingkat.

Studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change minggu lalu menguak, kota-kota besar di dunia bisa mengalami kenaikan suhu hingga 2 derajat celsius pada tahun 2050.

Kota-kota besar yang sebenarnya hanya 1 persen di dunia itu akan menghabiskan 78 persen energi dan dihuni separuh populasi.

Untuk mendapat kesimpulan itu, tim ekonom dari Meksiko, Belanda, dan Inggris menganalisis 1.700 kota besar di dunia.

Selain menjadi lebih panas, tim menemukan bahwa ongkos perubahan iklim dari kota besar dunia 2,6 kali lipat lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya.

"Setiap kemenangan mengatasi perubahan iklim bisa dimentahkan oleh fenomena pulau panas perkotaan yang tak terkontrol," kata Richard Tol dari University of Sussex yang terlibat studi.

Fenomena pulau panas perkotaan bisa membuat penduduknya membayar lebih untuk pendingin udara, air bersih, dan kesehatan.

Kerugian ekonomi akibat fenomena itu di kota paling terdampak bisa mencapai 10,9 persen PDB, dua kali lipat dari rata-rata kerugian global.

Lantas, bagaimana mencegah kondisi buruk itu terjadi? Peneliti mengatakan, pembuatan trotoar sejuk dan atap hijau adalah metode yang menjajikan.

Menurut para peneliti itu, trotoar sejuk dan atap hijau terbukti menjadi kebijakan dengan biaya paling efisien untuk diimplementasikan.

Pengubahan 20 persen atap kota dan setengah trotoar menjadi bentuk yang lebih sejuk akan menghemat 12 kali biaya pemasangan dan perawatan untuk energi dan lainnya.

Perubahan itu juga diprediksi dapat mereduksi temperatur udara sebesar 0,8 derajat celsius, hampir setengah lebih rendah.

Rohiton Emmanuel, profesor desain berkelanjutan dari Glasgow Caledonian University mengatakan, riset itu akan membantu pengambil kebijakan menyusun strategi.

"Sangat bagus mendapatkan gambaran secara ekonomi tentang dampak mitigasi pulau panas," katanya seperti dikutip Seeker, baru-baru ini.

Tol mengungkapkan, riset memberi gambaran bahwa usaha memerangi perubahan iklim di tingkat lokal tetap akan berdampak.

"Bahkan ketika usaha global gagal, kami menunjukkan bahwa kebijakan lokal masih dapat memiliki dampak positif," kata Tol dalam pernyataannya.

"Manfaat terbesar untuk mengurangi dampak perubahan iklim dicapai ketika tindakan global dan lokal diterapkan bersama-sama," imbuhnya.

Sumber: Kompas.com
Editor: Gokli