Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Indonesia Diminta Belajar ke Korsel, 7 Tahun sudah Sukses Berantas Korupsi
Oleh : Irawan
Rabu | 28-06-2017 | 09:14 WIB
fahri_hamzah2.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Di sela-sela kunjungan kerja ke Korea Selatan (Korsel), dalam rangka menghadiri 2nd Meeting of Speaker of Eurasian Countrie's Parliament, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah berkesempatan mengunjungi Transparansi Internasional Korea di Seoul, Senin (26/6/2017) kemarin.

Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh masukan terkait pemberantasan korupsi di Korea Selatan.

Dalam pengantarnya, Fahri Hamzah mengatakan, bahwa Korea merupakan salah satu negara yang sukses melakukan pemberantasan korupsi.

"Pada sekitar 2002 Korea Selatan merupakan salah satu negara yang memiliki angka korupsi yang tinggi. Namun dalam waktu 7 tahun, Korea berhasil mengubah posisinya menjadi negara yang bebas dari korupsi. Ini yang ingin ketahui prosesnya," urai Fahri Hamzah dalam siaran persnya, Rabu (28/6/2017).

Pada kunjungan tersebut, rombongan DPR RI disambut oleh Mr. Han Beom You, Ketua Tranparansi Internasional Republik Korea. Fahri Hamzah yang didampingi oleh salah satu anggota BKSAP Nurhayati Monoarfa, tampak terkesan dengan kantor Tranparansi Internasional yang cukup sempit dan bersahaja.

Fahri membandingkan kondisi tersebut dengan Indonesia, dimana telah berdiri Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, namun selama 15 tahun bekerja belum berhasil menjadikan Indonesia bebas dari korupsi. Dia pun mengungkapkan bahwa perbedaan pemberantasan korupsi Korea dan Indonesia adalah pada dukungan civil society atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat anti korupsi terhadap DPR.

"Di Korea ACRC dan pegiat anti korupsi bekerjasama dengan baik dengan National Assembly (DPR Korea). Kalau di negara kita, DPR justru dihantam kiri kanan dan dikesankan sebagai sarang koruptor," ungkap politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Sedang di Korea Selatan, menurut Pimpinan DPR Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kokesra) itu, Transparansi Internasional inilah yang mengkordinir para aktivitas antikorupsi di Korea.

"Jadi sangat layak kita kunjungi untuk mengetahui bagaimana mereka menggerakkan civil society dalam memberantas korupsi," papar penggagas hak angket KPK ini seraya berharap ke depan akan dapat diformulasikan sistem pemberantasan korupsi yang bisa bekerja lebih baik di Indonesia.

Dalam penjelasan Han, terungkap bahwa tahun 2002 adalah awal dari dibentuknya peraturan -peraturan anti korupsi. Sama dengan KPK di Indonesia. Kemudian pada tahun 2003, dibentuk lembaga anti korupsi Korea yang disebut KICAK atau the Korea Independent Commission Against Corruption yang tugasnya melakukan investigasi terhadap kasus-kasus korupsi.

Selanjutnya jika hasil investigasi dianggap perlu ditindaklanjuti menjadi ke proses hukum, maka KICAK memberikan laporan ke Kepolisian. Mekanisme ini berhasil mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang cukup besar.

Pada tahun 2010 Pemerintah Republik Korea membentuk ACRC (Anti Corruption and Civil Right Commission). Lembaga ini merupakan gabungan dari lembaga yang ada sebelumnya yaitu KICAK atau the Korea Independent Commission Against Corruption, Ombudsman dan the Administrative Appeals Commission atau AAC.

"Pembentukan ACRC ini dimaksudkan untuk membangun kerjasama pemberantasan korupsi yang lebih komprehensif dan terintegrasi di antara lembaga negara," kata Han.

Editor: Surya