Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dievakuasi Darurat dari Korut, Mahasiswa AS Meninggal 6 Hari Kemudian
Oleh : Redaksi
Selasa | 20-06-2017 | 17:38 WIB
mahasiswa-AS-ditahan-Korut.gif Honda-Batam

PKP Developer

Otto Warmbier (21), mahasiswa AS yang ditangkap di Korea Utara karena hendak mencuri slogan politik di sebuah hotel di Pyongyang.(AP Photo)

BATAMTODAY.COM, Cincinnati - Otto Warmbier, mahasiswa Amerika Serikat (AS) yang dihukum 15 tahun kerja paksa di Korea Utara (Korut) dan dilepas dalam keadaan koma pada pekan lalu, telah meninggal dunia pada Senin (19/6/2017) kemarin.

Otto telah ditahan hampir 18 bulan, dari 15 tahun masa tahanan yang seharusnya dia jalani. Dia dievakuasi ke AS pada Selasa, 13 Juni 2017, dalam keadaan koma karena kerusakan otak yang sangat parah.

Enam hari setelah evakuasi darurat tersebut, Otto meninggal dunia. Keluarga dan para kerabatnya di Cincinnati, Ohio, sangat berduka atas kematian tragis Warmbier itu, seperti dilaporkan Reuters.

"Pelecehan yang menyiksa, mengerikan, yang diterima putra kami di tangan orang-orang Korut memastikan bahwa tidak ada hasil lain yang mungkin terjadi," kata pihak keluarga, dalam sebuah pernyataan tentang kematian Otto.

Pada pekan lalu, dokter mengungkapkan bahwa Otto Warmbier telah menderita luka neurologis parah. Dia menggambarkan keadaan pemuda itu sebagai "tidak responsif terjaga".

Ia membuka matanya dan berkedip, namun tidak menunjukkan tanda-tanda akan pemahaman bahasa atau ia tidak menyadari sekelilingnya.

Pada saat Otto tiba di rumah, keluarga mengaku sangat sedih. Namun, mereka menyebut pemuda itu meninggal dalam "damai."

Penjelasan Pemerintah Korut

Rezim Kim Jong Un mengatakan bahwa Otto Warmbier mengalami koma setelah dijatuhi hukuman pada tahun lalu. Mahasiswa tersebut telah menderita botulisme (keracunan makanan) dan diberi pil tidur.

Namun, tes medis yang dilakukan pada pekan lalu di AS, tidak menemukan bukti konklusif mengenai penyebab cedera neurologisnya. Juga tidak ada bukti infeksi botulisme.

Dokter yang menangani Otto mengatakan, mahasiswa berusia 21 tahun itu menderita kehilangan jaringan yang parah di semua bagian otaknya, namun tidak menunjukkan tanda-tanda trauma fisik.

Mereka mengatakan bahwa cedera otak Otto yang parah kemungkinan besar – mengingat usia mudanya – disebabkan oleh penangkapan kardiopulmoner yang memotong suplai darah ke otak.

Menengok ke belakang, pada awal 2016, Warmbier merupakan wisatawan di Korut. Dia kemudian ditangkap dan diadili karena mencuri poster politik dari sebuah hotel di Korut.

Pada Maret 2016, dia divonis 15 tahun untuk kerja paksa. Sebuah hukuman yang dianggap oleh pemerintah AS sebagai dipaksakan karena tidak sesuai dengan dugaan kejahatannya.

Trump kecam Korut

Kasus ini menarik perhatian Presiden AS Donald Trump. Dia mengutuk "rezim brutal" Pyongyang yang telah menyiksa pemuda tersebut, sembari menyuarakan belas kasihan kepada keluarga Warmbier.

"Ini adalah rezim yang brutal," katanya saat menghadiri acara di Gedung Putih. "Hal buruk terjadi tapi setidaknya kita membawanya pulang ke orangtuanya."

Dalam sebuah pernyataan terpisah, Trump berkata, "Nasib Otto memperdalam tekad pemerintahku untuk mencegah tragedi semacam itu menimpa orang-orang yang tidak bersalah di tangan rezim yang tidak menghormati peraturan hukum atau kesusilaan dasar manusia."

"AS sekali lagi mengutuk kebrutalan rezim Korut saat kami meratapi korban terakhirnya."

Ketegangan AS dan Korut

Pembebasan Otto terjadi di tengah ketegangan yang meningkat antara AS dan Korut, menyusul serangkaian tes rudal oleh Pyongyang. Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis, menyebutnya "bahaya yang nyata dan bahaya bagi semua orang."

Ayah Otto Warmbier, Fred, sempat mengecam Pemerintah Korut yang telah menahan anaknya.

"Tidak ada alasan bagi negara beradab untuk merahasiakan kondisinya dan menolaknya untuk perawatan medis terbaik baginya," kata dia saat jumpa pers, pekan lalu.

Keluarga Warmbier mengatakan, mereka percaya pemuda tersebut telah menemukan kedamaian setelah diterbangkan pulang.

"Ketika Otto kembali ke Cincinnati pada 13 Juni, dia tidak dapat berbicara, tidak dapat melihat dan tidak dapat bereaksi terhadap perintah lisan. Dia tampak sangat tidak nyaman," kata mereka.

"Meskipun kita tidak akan pernah mendengar suaranya lagi, dalam satu hari wajah wajahnya berubah – dia merasa damai. Dia di rumah dan kami yakin dia bisa merasakannya," ujar dia.

"Kami berterima kasih kepada semua orang di seluruh dunia yang telah mendoakkannya dan keluarga kami, dalam pikiran dan doa mereka. Kami juga damai, dan di rumah juga."

Saat ini, masih ada tiga warga AS lainnya yang ditahan oleh Korut. Dua orang di antaranya adalah pengajar di Universitas Pyongyang yang didanai oleh kelompok Kristen luar negeri, dan seorang pendeta Korea-Amerika yang dituduh melakukan spionase untuk Korsel.

Sumber: AFP/Reuters/AP
Editor: Udin