Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Membentengi NKRI dan Pancasila dari Ideologi Asing
Oleh : Redaksi
Senin | 08-05-2017 | 11:02 WIB
ilustrasinkri.jpg Honda-Batam

Ilustrasi NKRI dan Pancasila. (Foto: Ist)

Oleh Zulkifli

ORGANISASI kemasyarakatan yang baik pasti memiliki visi menjaga NKRI, karena bagaimanapun juga harus diakui bahwa NKRI adalah warisan ulama, habaib dan ulama terdahulu, termasuk tokoh-tokoh agama lainnya yang berjuang di beberapa daerah seperti I Gusti Ngurah Rai di Bali, Frans Kaisieppo di Papua Barat dll, sehingga merupakan suatu keharusan untuk menjaga supaya kita bersatu saling menghormati.

 

Harus dipahami bahwa Indonesia negara besar dan kaya ada 13 ribu pulau berbagai macam suku yang Tuhan YME titipkan di Indonesia. Tahun 1945 Indonesia merdeka karena ulama dan kyai serta santri pejuang menenteng senjata demi kemerdekaan Indonesia. Indoneaia merdeka dengan darah cucuran dan keringat, sehingga komitmen menjaga keutuhan NKRI adalah kewajiban syari yang harus ditegakkan.

Menurut Habib Hamid Al Qodri dalam sebuah acara istighotsah yang diselenggarakan GP Ansor di Jakarta belum lama ini, ajaran agama Islam adalah ajaran yang membawa kedamaian, Alquran datang untuk mententramkan untuk kebahagian bukan untuk mencari kesengsaraan, kegaduhan jangan semestinya hadir ditengah-tengah kita, berkah ajaran Islam yang benar maka lahirlah Negara Rebublik Indonesia.

Karena sesungguhnya Nabi Muhammad SAW datang bukan untuk mengacaukan di dunia ini, namun beliau datang untuk menciptakan kedamaian. Atas dasar ini para pendahulu kita, alim ulama, para habaib menjaga nilai yang ditanamkam oleh Nabi Muhammad SAW.

Indonesia terdiri berbagai macam suku, lahirlah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45, sampai detik ini adalah salah satu bentuk keberkahan dari Allah SWT. Bila mana saat ini ada pihak memanfaatkan suhu politik yang kian memanas, ingin mengajak untuk menumpahkah darah sesama padahal mereka orang yang bertauhid, maka dengan alasan apapun tidak boleh dan dilarang oleh agama.

“Seharusnya saat ini waktunya memperbaiki hubungan, hubungan sesama mahluk dan hubungan dengan pencipta yaitu Allah SWT. Bukan mengotori, bukan memperkeruh suasan hati, bukan menimbulkan permusuhan satu dengan yang lainnya,” ujar Hamid Al Qodri selanjutnya.

Menurutnya, sesungguhnya orang yang menegakkan Tauhid, adalah saudara kita apapun latar belakang bangsanya, sukunya. Nabi Muhammad SAW bersabda, para penyanyang akan disayang oleh Allah, sesama muslim dan handaitaulan. Bangun komunikasi tidak ada permasalahan apapun yang tidak bisa diselesailan dengan komunikasi, bukan kita mencaci-maki satu dengan yang lainnya, namun kita musyawarahkan bila mana dianggap tidak adil sudah ada lembaga yang mengatur.

“Kalau kita ribut, saling menumpahkan darah dengan atas nama apapun, contoh di negeri Arab mereka saling membunuh, yang mengajarkan seperti itu adalah setan dan hawa nafsu. Lihat di Suriah, Irak, Libya, Mesir, Yaman dan Somalia, konflik diantara mereka mengatas namakan agama sudah 20 tahun dan apa yang terjadi adalah kesengsaraan dan kelaparan,” ujarnya.

Ancaman Ideologi Asing

Kita telah sepakat menetapkan ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa, namun dalam perkembangan terkini, Pancasila mendapatkan ancaman dari ideologi asing yang kurang cocok apabila diterapkan di Indonesia seperti ideologi liberal, ideologi komunis ataupun ideologi transnasional yang mempropagandakan sistem khilafah Islamiyah.

Ideologi Pancasila: memandang manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Monodualisme ini adalah kodrati, maka manusia tidak dapat hidup sendirian, ia selalu membutuhkan yang lain. Menurut konsep Pancasila, yakni manusia dalam hidup saling tergantung antar manusia, saling menerina dan memberi antar manusia dalam memasyarakat dan menegara.

Saling tergantung dan saling memberi merupakan pasangan pokok dan ciri khas persatuan serta menjadi inti isi dari nilai kekeluargaan. Ideologi Pancasila, baik setiap silanya maupun paduan dari kelima sila silanya, mengajarkan dan menerapkan sekaligus mengehendaki persatuan.

Pancasila merupakan tatanan nilai yang digali atau dikristalisasikan dari nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia yang sudah sejak ratusan tahun lalu tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat di Indonesia (Bung Karno, 1 Juni 1945). Kelima sila dalam Pancasila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencakup semua nilai yang terkandung di dalamnya.

Sementara itu, ideologi liberal memandang bahwa sejak manusia dilahirkan bebas dan dibekali penciptanya sejumlah hak azasi, yaitu hak hidup, hak kebebasan, hak kesamaan, hak kebahagiaan, maka nilai kebebasan itulah yang utama. Metode berfikir ideologi ini ialah liberalistik yang berwatak individualistik. Aliran pikiran perseorangan atau individualistik diajarkan oleh Hoobbes, Locke, Rousseau, Spencer dan Laski.

Aliran pikiran ini mengajarkan bahwa Negara adalah masyarakat hokum (legal society) yang disusun atas kontrak semua orang (individu) dalam masyarakat itu (kontrak sosial). Menurutnya kepentingan harkat dan martabat manusia (individu) dijunjung tinggi, sehingga masyarakat merupakan jumlah para anggotanya saja tanpa ikatan nilai tersendiri.

Hak dan kebebasan orang seorang hanya dibatasi oleh hak yang sama dimiliki orang lain bukan oleh kepentingan masyarakat seluruhnya. Liberalisme bertitik tolak dari hak azasi yang melekat pada manusi sejak ia lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk penguasa, terkecuali atas pesetujuan yang bersangkutan.

Faham liberalisme mempunyai nilai-nilai dasar (intrinsik), yaitu kebebasan dan kepentingan pribadi yang menuntut kebebasan individual secara mutlak yaitu kebebasan mengejar kebahagiaan hidup di tengah-tengah kekayaan material yang melimpah dan dicapai dengan bebas. Faham liberalisme selalu mengkaitkan aliran pikirannya dengan hak azasi manusia menyebabkan paham tersebut memiliki daya tarik yang kuat di kalangan masyarakat tertentu.

Sedangkan, ideologi komunis mendasarkan diri pada premise bahwa semua materi berkembang mengikuti hukum kontradiksi, dengan menempuh proses dialetik. Ciri konsep dialetik tentang manusia, yaitu bahwa tidak terdapat sifat permanen pada diri manusia, namun ada keteraturan, ialah kontradiksi terhadap lingkungan selalu menghasilkan perkembangan dialetik dari manusia, maka sejarahpun berkembang secara dialetik pula.

Sehubungan dengan itu, metoda befikirnya materialisme dialetik dan jika diterapkan pada sejarah dan kehidupan sosial disebut materialisme-historik. Aliran pikiran golongan (das theory) yang diajarkan oleh Karl Marx, Engels, dan Lenin bermula merupakan kritik Karl Marx atas kehidupan social ekonomi masyarakat pada awal revolusi industri. Aliran pikiran golongan (das theory) beranggapan bahwa Negara ialah susunan golongan (kelas) untuk menindas golongan (kelas) lain.

Kelas ekonomi kuat menindas ekonomi lemah, golongan borjuis menindas golongan proletar (kaum buruh). Oleh karena itu, Marx menganjurkan agar kaum buruh mengadakan revolusi politik untukmerebut kekuasaan Negara dari kaum golongan karya kapitalis dan borjuis agar kaum buruh dapat ganti berkuasa dan mengatur Negara.

Aliran pikiran ini erat hubungannya dengan aliran material-dialektis atau materialistik. Aliran pikiran ini sangat menonjolkan adanya kelas/revolusi dan perebutan kekuasaan Negara. Pikiran Karl Marx tentang sosial, ekonomi, dengan pikiran Lenin terutama dalam pengorganisasian dan operasionalisasinya menjadi landasaan paham komunis.

Last but not least adalah ideologi transnasional yang berupaya untuk menegakkan sistem Khilafah Islamiyah di negara Indonesia, terutama yang intensif dilakukan HTI melalui propagandanya ataupun kegiatan-kegiatannya seperti melalui kegiatan Masirah Panji Rasulullah di beberapa wilayah di Indonesia.

Padahal, paham Khilafah Islamiyah yang diusung HTI tersebut bertentangan dengan Pancasila dan NKRI, sehingga mendapat penolakan dari beberapa pihak termasuk Ormas Islam lainnya secara massif. Tidaklah mengherankan jika kemudian muncul penolakan kegiatan HTI berasal dari ormas Islam terutama NU meliputi GP Anshor dan Banser di beberapa daerah Indonesia yang membuat kegiatan HTI di daerah-daerah tersebut dibatalkan.

Disebut sebagai ideologi transnasional, karena keberadaan Hizbut Tahrir juga sudah ditolak bahkan organisasinya dibubarkan di beberapa negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, hanya di Indonesia Hizbut Tahrir berkembang pesat dan namanya akhirnya ditambah dengan kata Indonesia menjadi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Kelompok ini memiliki militansi yang tinggi dan cukup tersebar di Indonesia, karena berbagai peraturan perundangan di Indonesia yang tidak konsisten melarang eksistensi kelompok-kelompok yang mengancam ideologi Pancasila atau dengan kata lain belum ada TAP MPR ataupun peraturan perundang-undangan yang melindungi eksistensi Pancasila saat ini dan dimasa mendatang.*

Penulis adalah pengamat masalah kebangsaan. Tinggal di Padang, Sumatera Barat.