Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Membaca Hasil Riset Kemandirian
Oleh : Redaksi
Jum'at | 05-05-2017 | 09:02 WIB
cropped-peta-indonesia-bagus-besar.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Peta Indonesia. (Foto: Ist)

Oleh Yudhie Haryono

SALAH satu hasil riset kami tentang prospek dan tantangan kemandirian bangsa adalah: 1) Terjadi konsolidasi keserakahan. 2) Masifikasi kekuasaan. 3) Intensifikasi kekayaan.

 

Lewat media, MNC dan partai politik, konsolidasi oligark itu mendominasi. Kita hanya sekrup korporasi dan keluarga oligark. Lahirlah zaman tanpa hukum (tajam ke bawah, tumpul ke atas). Tradisinya moneykrasi. Kesenjangan melebar. Darurat nasional terjadi (disfungsi negara dan distrust society). Kita yg tahu hrs bgmn? Anda yang mengerti mau apa?

Kawan. Tanpa ingatan, tak ada masa lalu. Tanpa gagasan, tak ada masa kini. Tanpa harapan, tak ada masa depan. Manusia Indonesia dan negara-negara postkolonial kini menghadapi punahnya ingatan dan hancurnya harapan. Padahal, tanpa hadirnya ingatan dan harapan, negara bagaikan tubuh tanpa nalar. Goyah dan tak tentu arah.

Di sini, subtansi kemerdekaan akan menemukan relevansinya jika kita menghadirkan "politik ingatan" dan "politik harapan." Sbb tanpa keduanya, kemerdekaan menjadi irrelevan: pekik paria dan nestapa; takbir tanpa kebesaran; yesus tanpa roma.

Politik ingatan yg hadir akan memberikan waktu kebersamaan dan kesatuan tujuan serta kebermaknaan. Karena itu, kita jadi ingat bhw Indonesia adalah negara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara Benua Asia dan Benua Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Negeri Bahari terkaya SDAnya.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau. Oleh karena itu, Indonesia disebut juga sebagai Nusantara. Bagi Indonesia, tujuan negara terdapat dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu: 1)Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2)Memajukan kesejahteraan umum; 3)Mencerdaskan kehidupan bangsa; 4)Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dengan kesadaran itu, model pembangunannya dari pinggiran, menyeluruh, merata, lautan-daratan-udara, keberlanjutan dan pelestarian lingkungan, bhineka, multikultural, serbuksari, serta hibrida. Inilah nalar sadar waktu krn kita mewarisi Sriwijaya dan Majapahit sbg bangsa bahari.

Tetapi, itu semua tak akan digdaya di zaman global kecuali tumbuhnya prakarsa modernitas. Sebuah prakarsa hidup yg bersendikan iptek dan imtak hingga menjadi wordview. Satu peradaban rasionalistis yg humanis dan humanis yg rasionalistis.

Singkatnya, politik ingatan itu membawa konsekwensi bagi terbentuknya negara kelautan modern, poros maritim dunia, jalur rempah nusantara, sehingga dunia bagian dari Indonesia: bukan sebaliknya.

Sementara politik harapan mendesain kita pada upaya raksasa menghadirkan ideologi dunia yg akumulatif. Pancasila; keadaban publik; civilitas agnostik, subtantif-progresif; nasionalisme berkeadaban. Satu ide yg mengerjakan lima dentuman peradaban agung: 1)Mengelola hasrat untuk mencapai konsensus; 2)Mencapai kedaulatan bersama; 3)Memelihara dan mengembangkan keaslian budaya; 4)Mentradisikan kemandirian dan kerjasama; 5)Mencapai kehormatan dan kemartabatan bersama.

Kita tahu bhw Indonesia ada krn revolusi; hadir krn melawan; terlahir krn perjuangan. Karena itu semangat para pejuang melawan kolonialisme adalah dasar terlahirnya nasionalisme di negeri ini. Tanpa itu, Indonesia absen.

Sejarah telah mencatat betapa gencarnya perlawanan para pribumi melawan ketidakadilan dan kedzaliman penjajah di kala itu. Sejak abad ke-15M, rakyat bersama para elit pemimpin dan priyayi menentang para penjajah dengan melakukan perlawanan secara terus menerus hingga kini. Tanpa itu, kalian tak ada.

Itu artinya, aneh jika membangun pulau buatan di negeri kepulauan. Pasti ini program kaum buta sejarah. Aneh jika membangun tanah air via pertumbuhan dan utang. Pasti ini program alpa dan rabun konstitusi. Aneh jika membangun warganegara dengan menggusur mereka. Pasti ini program kompeni, para bajingan dan begundal peradaban. Aneh jika menghormati para koruptor dan pengemplang pajak. Pasti ini program pelacur dan pengibul kemanusiaan.

Jika tak paham juga, mari menyanyi lagu maritim karya Ibu Sud. Sebagai cara mengingat dan mengharap:

Nenek moyangku orang pelaut / Gemar mengarung luas samudra / Menerjang ombak tiada takut / Menempuh badai sudah biasa / Angin bertiup layar terkembang / Ombak berdebur di tepi pantai / Pemuda berani bangkit sekarang / Ke laut kita beramai-ramai /

Baca yang keras bait keempat! Itulah negara kelautan yang modern karena berprinsip berkeadaban semesta. Negara Pancasila. Kaliankah para penghuninya?

Penulis adalah Pendiri Pusat Kajian Pancasila dan Kepemimpinan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.