Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dari FTZ Hingga Ide Jembatan Batam-Singapura

Bang Harry dan Hari-Hari untuk Kepri
Oleh : Shodiqin
Sabtu | 22-10-2011 | 19:16 WIB
harry_azhar.JPG Honda-Batam

PKP Developer

Dr Harry Azhar Azis. batamtoday/ Shodiqin

Sebagai anggota DPR RI yang mewakili Kepri, Harry Azhar Azis terbilang konsisten memikirkan masa depan rakyat daerah yang menjadikannya wakil rakyat itu. Pelaksanaan FTZ yang masih tertatih-tatih menjadi perhatiannya. Dan, untuk menjadikan Batam-Bintan-Karimun sebagai pusat perdagangan dan industri, ia telah mengusulkan pembangunan jembatan yang menghubungkan Batam dan Singapura.

Harry adalah satu di antara tiga anggota DPR yang mewakili Kepulauan Riau (Kepri). Harry rutin datang ke Kepri berdialog dengan masyarakat, pengusaha, dan pemerintah daerah. "Kewajiban saya menyuarakan suara masyarakat Kepri di pusat," ujarnya kepada wartawan batamtoday Shodiqin dan Surya Irawan di ruang kerjanya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/10/2011).

Karena itu, ketika Harry mendapat tugas baru sebagai Wakil Ketua Komisi XI DPR pada Juli lalu, ia malah senang. Padahal, posisi yang ia tinggalkan adalah Ketua Badan Anggaran DPR. Posisi yang disebut-sebut sangat strategis. Strategis karena penentuan angka anggaran ada di Banggar.

Soalnya, dengan jabatan baru, Harry merasa bisa lebih fokus dalam memperjuangkan berbagai aspirasi masyarakat, pengusaha, dan pemerintah daerah di Kepri terkait aturan dan pelaksanaan kawasan perdagangan bebas (free trade zone/FTZ). Komisi XI adalah mitra kerja utama Kementerian Keuangan yang membawahi Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak.

Terkait tugasnya di Komisi XI, Harry pernah menyampaikan keluhan pengusaha di Batam kepada Menteri Keuangan Agus Martowardoyo, sebab kondisi usaha di Batam stagnan. Harry bertekad bahwa dalam pertemuan-pertemuan ke depan dengan Menteri Keuangan, Menko Perekonomian sebagai Ketua Dewan Kawasan Nasional, dan pejabat terkait lain yang jadi mitra Komisi XI ini, akan menjadi fokusnya.

Harry akan memberi perhatian khusus kepada Bea Cukai dengan mendorong pencabutan masterlist secara penuh, tidak sebatas pernyataan atau aturan di atas kertas, tapi juga dalam praktek di lapangan.

Misalnya, Harry akan minta Bea Cukai melakukan pengecekan random saja. Kalau barang masuk ditahan, itu melanggar prinsip perdagangan bebas. Kualitas perdagangan bebas amat dtentukan dengan meningkatnya arus barang. Memang ada beberapa barang yang dilarang masuk, seperti narkoba, senjata, dan beberapa barang lainnya, tapi, antisipasi terhadap larangan tersebut tidak harus mengganggu keluar masuk barang-barang lain yang tidak melanggar. Dan, kalau terbukti ada pengusaha yang nakal harus ditindak.

Mengenai masterlist, menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2011, maka Bea Cukai memeriksa 100 persen fisik barang-barang yang masuk, pajak masuk minyak lepas pantai dan masuk-keluarnya barang-barang melalui pelabuhan yang ditunjuk. Padahal, ada barang-barang yang khusus ukurannya.

Dalam PP ini ditemukan beberapa masalah yang berhubungan dengan FTZ, seperti wajib adanya master list tersebut. Masalah-masalah harus diatasi dengan revisi PP Nomor 2 Tahun 2011. Dengan revisi, maka dan keluar barang-barang lebih mudah dan murah.

Gubernur Kepri HM Sani sempat berencana menemui Menteri Keuangan untuk meminta realisasi dari revisi PP tersebut. Setelah itu, Sani akan menjumpai Menteri Ekonomi untuk membicarakan masalah yang lebih luas.

Setelah bertemu Menteri Keuangan dan Menteri Ekonomi, apakah Gubernur Kepri akan terus gigih mengupayakan hingga FTZ berjalan maksimal?

Harry tak begitu percaya begitu saja dengan konsistensi gubernur. Sebab, selama ini ketika Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2007 tentang Perdagangan Bebas, ternyata dalam pelaksanaannya terhambat oleh PP Nomor 2 Tahun 2011, pihak pemerintah Kepri terlihat santai-santai saja. "Sepertinya pemerintah Kepri cukup puas dengan apa yang ada," ujar Harry.

Seperti diketahui, ada beberapa hal yang harus segera dibereskan dalam menjalankan FTZ Batam. Misalnya soal peluang investasi di provinsi Kepri, masalah keamanan Laut Cina Selatan, dan wewenang pemerintah daerah provinsi terhadap pengaturan perbankan di daerah.

Demikian pula mengenai hubungan antara pemerintah kota (Pemko) Batam dan Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Batam (ex. Otorita Batam), yang terkesan tumpang tindih. Padahal cukup jelas, bahwa BP hanya menangani regulasi dan perizinan di bidang investasi. Sementara Pemko hanya menangani masalah pemerintah, masyarakat dan izin-izin khusus. Penjelasan terkait hubungan antara FTZ Batam dan BP didasarkan pada PP Nomor 5 Tahun 2011 dan PP Nomor 6 Tahun 2011. Dalam PP Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pembentukan Kawasan dijelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan FTZ. Sementara dalam PP Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pola Pengelolaan Keuangan dari BP Batam.

Menurut Harry, ada beberapa model perdagangan bebas. Kalau di Labuhan, Malaysia (di sekitar Pulau Kalimantan), kawasan tersebut menjadi daerah otonomi khusus: khusus untuk investasi dan perdagangan. Jadi dikelola oleh pemerintah pusat.

"Tapi ini kan sudah seperti ini. Tinggal bagi tugas saja. Nah dalam bagi tugas ini  ternyata memang tidak smooth. Masih banyak misalnya soal aset, yang harus dipindahkan ke daerah seseuai dengan kewenangan daerah, " kata Harry.

Untuk Karimun dan Bintan, sebenarnya turunan dari keinginan memperbesar wilayah perdagangan dan industri ke wilayah pulau lainnya.

"Tapi ada masalah juga di situ. Jadi kalau di Batam dengan UU No. 47/2007 dan PP yang menyatakan Batam keseluruhan pulau. Perdagangan antar pulau dianggap sebagai perdagangan pabean, bukan non pabean. Kalau perdagangan masing-masing pulau dengan luar negeri, dalam hal ini Singapura dan Malaysia, itu baru dikatakan wilayah yang bebas bea masuk dan keluar," ucap Harry.

Harry pun berupaya agar pertentangan di pusat segera beres. Misalnya soal keinginan adanya fasilitas yang bisa memaksimalkan gerak FTZ. Pertentangan itu terjadi karena Batam adalah wilayah NKRI: lantas kenapa diperlakukan khusus? Karena itu, Harry telah mencoba menemui beberapa pihak di pusat seperti disebut dimuka.

Caranya memang, bahwa PP No. 2/2011 harus diubah. Oleh sebab itu pemerintah daerah dapat membuat kesepakatan bersama lalu melobi ke pusat agar revisi terhadap PP tersebut segera berlangsung. "Kalau mereka berkepentingan terhadap kemajuan di daerahnya, ya kita semua harus memperjuangkan," saran Harry.

Apalagi, pemerintah pusat sudah memberikan sinyal bahwa PP baru akan segera terbit. "Sayang kalau BBK dibiarkan terus begini dan tidak ada kemajuan," kata Menko Perekonomian Hatta Radjasa, Kamis (28/7/2011).

Jadi, apa yang dialami pengusaha di Batam, yang mengeluhkan pelaksanaan FTZ BBK setengah hati dan banyak hambatan birokrasi dan peraturan yang belum dibenahi, harus segera diakhiri.

Faktnya, memang banyak investor di kawasan Industri Batam yang sudah puluhan tahun investasi, akhirnya memilih pindah ke luar Batam seperti Kawasan Industri Iskandar Development di Selatan Johor, Malaysia, sebagai lokasi investasi yang baru.

Namun begitu, Harry yang kerap mengutarakan sejumlah pemikirannya tentang pembangunan ekonomi di Batam dan Kepri, masih berkeyakinan bahwa Batam akan makin baik di masa mendatang, meski masih tetap bergantung pada Singapura.

Masa depan Batam masih tergantung situasi Singapura. Hingga April 2009, dari 517 perusahaan PMA, 369 (71,4 persen) berasal dari Singapura. Minat investor Singapura sangat besar terhadap Batam dan Kepri karena alasan tenaga kerja, teknologi dasar, sumberdaya alam, dan ketersediaan lahan. Perkembangan industri di Batam, Bintan, dan Karimun tergantung perkembangan industri manufaktur Singapura, yang merupakan kantor pemasaran resmi industri BBK. Ketika permintaan  ekspor manufaktur Singapura menurun, aktivitas industri di sini juga menurun. Selama investor Singapura masih bertahan di BBK, masa depan Batam lebih ditentukan oleh situasi ekonomi Singapura.

Sementara itu, fakta-fakta ekonomi di Batam harus diakui pemerintah daerah. Dalam laporan Otorita Batam dan Pemko Batam selalu disebutkan investasi terus mengalami peningkatan. Padahal, kata Harry, meski tren investasi menggembirakan, neraca perdagangan Batam masih terlihat negatif. Ekspor Batam tahun 2008 mencapai 6,361 juta dolar AS. Lima komoditas utama ekspor yaitu mesin dan  peralatan listrik, mesin dan pesawat mekanik, produk besi dan baja, kapal laut, dan perangkat optik. Sementara impor tahun 2008 mencapai 10,061 juta dolar AS.  Komoditas impor utama yakni mesin dan peralatan listrik, bahan bakar mineral, mesin pesawat mekanik, produk besi dan baja, serta besi dan baja.

Neraca dagang negatif karena: pertama, industri pengolahan di Batam umumnya industri  substitusi impor yang tergantung pada bahan baku impor cukup besar jumlahnya. Industri ini merupakan model yang paling kompetitif dilihat dari biaya produksi tiap negara. Dan, terkait teori lokasi industri, saat ini Indonesia bersaing dengan China, Vietnam dan India. Kedua, sebagian besar hasil produksi Batam juga dikirim ke daerah lain di Indonesia, baik bahan setengah jadi maupun produk akhir. Ini tentu menguntungkan Batam sebagai basis produksi, namun Batam perlu juga hati-hati sebagai pintu masuk impor nasional yang masih banyak disusupi barang ilegal.

Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan sampai kondisinya benar-benar ideal. Beberapa hal yang patut dilakukan ke depan. Pertama, BBK harus menjadi pelopor sumber  pertumbuhan ekonomi berbasis investasi dan ekspor, bukan konsumsi. Skala produksi dan areal  produksi harus ditingkatkan. Kedua, iklim kondusif perlu diciptakan kembali, terutama setelah rusuh  pekerja beberapa waktu lalu. Ketiga, tingginya biaya hidup di BBK menjadi ancaman sekaligus indikator  perkembangan ekonomi.  Untuk itu, otoritas di Batam dan Jakarta perlu melakukan upaya-upaya strategis agar peningkatan harga lebih disebabkan oleh peningkatan pendapatan, bukan inflasi. Sehingga minat investasi swasta domestik dan asing dan kesejahteraan rakyat seiring sejalan.

Salah satu kebijakan terpenting yang harus dilakukan adalah memutus biaya transportasi daerah kepulauan dan mendekatkan daerah supply ke daerah demand di BBK. Mempemudah migrasi tenaga profesional dan  berketrampilan tinggal di kawasan BBK dalam rangka menarik minat investasi swasta asing maupun domestik tumbuh di kawasan ini. Sudah saatnya BBK menjadi basis ekspor bagi daerah lain dengan skala perekonomian yang besar sehingga mampu menyerap berbagai jenis pabrik dan produksi dengan biaya murah.

Melihat keadaan demikian, Harry pernah mengusulkan pembangunan jembatan Batam-Singapura. Alasannya? "Hubungan Batam dengan Singapura punya sejarah panjang. Jauh sebelum ada FTZ hubungan dagang antara dua wilayah ini sudah ada. Keduanya saling membutuhkan. Kini dalam sistem yang moderen hubungan itu makin kuat. Ekspor Indonesia ke Singapura mencapai 14 persen dari total ekspor nasional. Dari jumlah itu, tujuh persen berasal dari Batam. Artinya, separoh ekspor Indonesia ke Singapura berasal dari Batam."

Nilai ekspor non-migas dari Kepri, melalui Batam, ke Singapura pada 2008 mencapai 4.006 juta dolar AS. Sedangkan impor dari Singapura mencapai 6.508 juta dolar AS. Inilah pentingnya ide membangun jembatan Batam-Singapura itu. "Kalau itu terwujud, lalu lintas barang, jasa, dan manusia akan makin banyak dan cepat. Perekonomian makin tumbuh. Kalau pembiayaan pembangunan jembatan itu ditanggung oleh kedua negara dan didukung sektor swasta kedua negara, ini bisa diwujudkan," urai Harry.

Hari-hari Harry untuk Kepri juga terbukti ketika dia mengusulkan mobil untuk diputihkan atau disahkan. "Saya usulkan itu "diputihkan" demi melindungi hak konsumen," kata Harry di Batam, Kamis (6/1/2011).

Seperti diketahui, pada September 2010, aparat Mabes Polri mengamankan 104 mobil mewah yang buatan pabrik setelah 2004 namun menggunakan dokumen impor masuk sebelum 2004.

Menurut Harry, masyarakat yang membeli mobil tidak bersalah, sehingga harus dilindungi dengan memberikan pemutihan dokumen. "Ibaratnya, pemerintah lebih baik melepaskan satu penjahat daripada menahan banyak masyarakat yang tidak bersalah."

Mobil berdokumen bermasalah yang dimaksudkan adalah kendaraan buatan pabrik di atas tahun 2004 yang menggunakan dokumen impor Batam sebelum 2004. Bila pemerintah tidak memberikan pemutihan, maka akan menurunkan tingkat kepercayaan konsumen dan masyarakat. "Pemerintah bisa dianggap gagal memberikan perlindungan," sebut Harry.

Bang Harry, demikian dia kerap disapa, juga kerap turun ke daerah pemilihan (dapil)nya di Kepri, seperti yang baru saja dia lakukan pada Jum'at (21/10/2011) di Tanjungpinang.

BIODATA
Nama :
Harry Azhar Azis

Tempat & tanggal lahir :
Tanjungpinang, 25 April 1956

Jabatan :
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI
Wakil Sekjen DPP Partai Golkar

Pendidikan :
Oklahoma State University, Amerika Serikat (Phd)
University of Oregon, Amerika Serikat (MA)
Sekolah Tinggi Manajamen Industri, Departemen Perindustrian
Akademi Pimpinan Perusahaan Departemen Perindustrian
SMA Negeri 4 Jakarta
SMP Negeri 74 Jakarta
SMP Negeri 2 Tanjungpinang
SD Negeri 2 Tanjungpinang
TK Yalasenastri Tanjungpinang

Penghargaan :
Scholarship Award for ASEAN Youth 1987 dan 1993
Program Award for Young Leaders, USIA, Jakarta-Washington 1986
Mahasiswa Teladan APP Departemen Perindustrian 1976

Organisasi :
Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) 1983-1986
Sekretaris Jenderal PB HMI 1981-1983

Istri :
Dr. Amanah Abdulkadir, M.A.

Anak :
Mina Azhar, Hanifah Azhar, Ibrahim Azhar