Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jalan Licin BBM yang Menyesatkan
Oleh : redaksi
Jum'at | 14-10-2011 | 15:39 WIB

Oleh:Nur Fahmi Magid

Berbicara soal Bahan Bakar Minyak (BBM) memang sangat rumit. Goenawan Muhammad pernah mengingatkan pada 2008 lalu dalam sebuah catatan, "Jalan minyak itu sangat berkilau, licin dan menyesatkan". Licin dan menyesatkan seolah Ia menunjuk pada betapa rumitnya persoalan ini untuk kita uraikan. Ia lebih dalam mempengaruhi hasrat, nafsu, kekuasaan, sekaligus penguasaan. Pisau hukum pun akan dibuat "blingsatan" ketika harus berhadapan dengan licinya emas hitam ini. Minyak telah menjadi barang mewah sekaligus jalan sesat di Indonesia.

Saking rumitnya, seorang pengusaha kondang sekaligus seniman, Setiawan Djodi pernah menyebut, persoalan minyak di Indonesia lebih menyesatkan, lebih sadis daripada film-film mafioso di Italia. Kilauan dollar didalamnya merusak kejiwaan bangsa ini. Menumpulkan mental penegak hukumnya.

Ternyata persoalan ini, penyakit ini, penyakit "kilau yang menyesatkan" ini kemungkinan juga menjangkiti Batam. Semua berawal dari pesatnya pertumbuhan sektor industri sejak tiga dasa warsa terakhir. Perkembangan yang luar biasa itu tentu saja menyedot kebutuhan energi yang cukup besar. BBM menjadi satu hal yang paling dibutuhkan. Nafas mesin-mesin yang menyedot BBM dengan rakus, membuka peluang bagi para "mafioso" untuk mengambil keuntungan di dalamnya. Dan Batam, menjadi ladang subur para mafia BBM.

Dalam seminggu terakhir, pemberitaan di Media lokal Batam kembali diwarnai dengan persoalan yang satu ini. Tiba-tiba BBM jenis Solar menghilang dari peredaran. Sejumlah SPBU di Kota Batam mendadak kehabisan stock. Sejumlah pihak bahkan menuding ada spekulan yang sengaja memainkan kondisi. Sekali lagi, spekulanya siapa? Siapa mereka? dari kelompok mana? Kalimat yang tak tentu arah akhirnya muncul dari mulai obrolan warung kopi, hingga perkantoran. Spekulan yang tak jelas wujudnya, atau memang hitamnya jalan BBM yang membuat mereka tak berwujud. Atau tak ada yang berani lansung tunjuk hidung? entahlah.

Berita spekulan atau "mafia BBM" membuat kita kembali berfikir, mungkin benar, minyak itu berkilau, licin, dan menyesatkan. Dengan tetap mengapresiasi aparat penegak hukum yang menangkap sejumlah "maling" BBM subsidi, keyakinan barang licin ini dipastikan bakal terus menyesatkan tetap saja muncul. Entah, kasus ini akan berakhir dimana. Sangat mirip sekali dengan lakon There Will Be Blood, bagaimana para mafia minyak akan dengan mudah memperalat, menyuap, atau menghilangkan jejaknya. Tapi ini bukan film, bukan lakon dari tulisan Novel: mereka menyuap, dan mengendalikan tatanan hukum dengan hasil BBM.

Seorang sahabat bahkan dengan tanpa beban berucap: "Kalau mau jujur, kenapa harus tebang pilih, saya yakin Polisi tahu banyak permainan di dalamnya"

Meski kita tahu banyak, tapi jalan di dalam cukup licin dan menyesatkan.

Sekali lagi, dengan tetap mengapresiasi niat baik para penegak hukum, dalam tulisan ini saya ingin mengingatkan, sejumlah kasus BBM yang terjadi dalam 2011 dan belum jelas ujung pangkalnya. Bagi anda pembaca, tentu masih ingat, Hari Kamis, 14 April 2011 sejumlah petugas dari Polres Barelang melakukan penangkapan terhadap gudang Gas (Elpiji) di Kawasan Pelita? (Baca: http://batamtoday.com/detail_berita.php?id=3136). Kala itu, dalam pemberitaan secara berturut-turut, Polisi dikabarkan sudah menetapkan tersangka dari kasus dugaan pengoplosan Elpiji. Namun, hingga beberapa bulan kemudian, nama tersangka tak kunjung dipublikasikan. Barang bukti yang diangkut seolah jadi barang tak bertuan. Dan kini, hilang dari ingatan kita semua. Juga lembaran-lembaran koran lokal, semua tak lagi menyinggungnya. Suara-suara desakan politik mulai muncul dari Gedung Dewan. Satu-satu wakil rakyat berkomentar, tapi tetap tak pernah digubris. Hingga akhirnya, kasus ini benar-benar terpendam. Seolah kasus ini menjadi sebatas moment untuk sama-sama jadi artis dadakan, muncul di koran, memasang wajah dan komentar yang pro-rakyat. Tapi? masih saja, nihil hasilnya.

Kasus lain yang pernah muncul yakni pada 7 Juni 2011, penangkapan gudang BBM jenis Solar di Sagulung. Kabarnya kasus yang satu ini bahkan diduga melibatkan oknum anggota DPRD. Lagi-lagi, tersangka sudah ditetapkan, barang bukti dikabarkan sudah cukup, begitu penyelidikan dilakukan, persoalan kembali "buyar". Licinya jalan minyak membuat hukum kembali terjerembab,-semoga ini tidak benar adanya. Karena bagaimanapun juga, pilihan untuk menyimpan persoalan tidaklah tepat, ibarat menanam bara dalam sekam.

Mungkin benar kata Wijoyo Nitisastro, seharusnya bangsa ini tak punya Minyak. Seharusnya bangsa ini tak diberi kekayaan alam yang sangat berharga ini. Karena nyata, penyakit mental anak bangsa selalu berkait dan berpangkal di dalamnya. Konon, kejiwaan bangsa ini juga terjangkit pundi petrodollar. Semoga hukum juga tak turut terkontaminasi,- itu harap kita semua. Tapi sekali lagi, harap yang muncul dari ketidak-jelasan:kini terbubuhi rasa ketidakpercayaan, rasa psimis akut. Apalagi sudah nyata BBM telah merusak semua tatanan kejiwaan bangsa, tak terkecuali penegak hukumnya. Semoga saja, kita semua lekas terbangun.

 

Penulis adalah Pemimpin Perusahaan Batam Today yang juga aktif di Lembaga Audit Kinerja Pemerintah Daerah dan Aparatur Negara Republik Indonesia (LAKIP-RI)