Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kadistanhut Sebut Penerbitan IUP di Lingga Bobrok dan Langgar Kawasan Hutan
Oleh : Nur Jali
Kamis | 01-09-2016 | 14:21 WIB
rusli-kadistanhut-Lingga.gif Honda-Batam

PKP Developer

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lingga, Rusli Ismail. (Foto: Nur Jali)

BATAMTODAY.COM, Daiklingga - Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lingga mengungkap fakta baru seputar penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Lingga. Dirinya mengungkapkan, hampir seluruh perusahaan tambang yang sudah beroperasi di Lingga tidak memiliki izin pakai kawasan hutan, sebelum melakukan eksploitasi.

"Semuanya melanggar kawasan hutan," kata Rusli Ismail, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lingga, kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, beberapa IUP di Kabupaten Lingga diterbitkan pada rentang waktu tahun 2009 hingga 2013 dan terakhir tahun 2015. Sementara SK Menhut Nomor 76 Tahun 2015 tentang perubahan peta kawasan hutan di Kabupaten Lingga, baru diterbitkan setahun yang lalu. Artinya lebih dari 90 persen atau puluhan ribu hektare area penambangan di daerah tersebut berada di kawasan hutan.

“Eksploitasi di kawasan hutan itu dapat dilakukan setelah keluar izin pinjam pakai dari kementerian.  Kalau tidak ada, pemerintah daerah tidak boleh menerbitkan izin,” sebutnya.

Dengan terbitnya 57 izin pertambangan di Kabupaten Lingga, dirinya beranggapan tentu ada kerugian daerah. Namun dirinya menolak memberikan tanggapan mengenai alasan pemerintah daerah menerbitkan izin tersebut.

"Waktu itu bukan saya Kadistanhutnya, jadi saya tidak tahu kenapa diterbitkan," jelasnya.

Bahkan menurutnya, dengan penerbitan izin tersebut daerah jelas merugi, baik dari sisi sumber daya mineral hingga pemanfaatan kayu yang ada di kawasan hutan tersebut.

"Kita ini rugi dua kali atas terbitnya izin tersebut. Pertama, izinnya tak keluar, Kedua pajak dari kayunya,” ulasnya

Proses mendapat izin pakai kawasan hutang sangat panjang. Proses pertama yaitu rekomendasi dari Gubernur. Setelah itu, Gubernur memberikan rekomendasi untuk perusahaan mengurus pinjam pakai hutan ke Kementerian Kehutanan.

Dari informasi yang diperoleh Rusli, semua perusahaan yang masuk dan beroperasi di Lingga hingga tahun 2014, telah mendapatkan rekomendasi pengurusan pijam pakai kawasan dari Gubernur Kepri ke Kemenhut secara kolektif.  Tapi sebelum dikeluarkan izin tersebut, sejumlah perusahaan nekat beroperasi.

“Untuk rekomendasi pengurusan izin itu saja,  dari informasi yang saya dengar, pihak perusahaan telah mengeluarkan dana miliaran rupiah. Inilah yang jadi alasan perusahaan nekat beroperasi sebelum izin penggunaan hutan dikeluarkan Menhut,” ungkap Rusli.

Distanhut Lingga pernah mengadakan rapat bersama perusahaan pemilik izin tambang tersebut, beberapa waktu lalu. Ada perusahaan yang mengakui bahwa mereka cukup memahami aturan kehutanan. Namun karena ada rekomendasi Kepala Dinas saat itu, mereka berani beroperasi.

Pihak dinas terkait juga hanya memberikan syarat kepada perusahaan tambang untuk beroperasi di atas lahan masyarakat. Hal inilah yang menjadi celah untuk perusahaan melakukan eksploitasi. Padahal, lahan masyarakat itu juga masih di kawasan hutan.

“Meskipun lahan yang ditambang milik masyarakat, tapi letaknya berada di kawasan hutan. Khusus usaha pertambangan, hanya bisa pinjam pakai,” ujarnya.
 
Editor: Udin