Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mahkamah Konstitusi Sedang Diadili

Siapa Menyuap Siapa Memeras
Oleh : Tunggul Naibaho
Minggu | 19-12-2010 | 05:18 WIB

Indah sungguh Pulau Natuna
Berbatas Vietnam kamboja
Apa betul suap Mahkamah
Ada pemerasan juga katanya

Elok benar pantai di Lingga
Berjejer hijau si pohon kelapa
Kenapa smua berbantah kata
Berpantang salah teriak fitnah

Mahkamah Konstitusi (MK) rasa-rasanya adalah satu-satunya lembaga penegak hukum yang dinilai masyarakat masih bersih dan berwibawa di bawah kepemimpinan Mahfud MD. Namun hal itu segera berubah saat Refly Harun meniupkan adanya isu suap di MK lewat tulisanya di mass media.

Ketua MK sungguh sangat terkejut, tersengat hebat. Lalu segera dia membentuk Tim Investigasi independen, dan meminta Refly menjadi ketua tim sebagai bentuk pertanggungjawaban Refly untuk membuktikan semua tuduhanya bahwa ada suap di dalam tubuh MK yang melibatkan hakim konstitusi.
 
Sejumlah nama besar pun mengisi keanggotaan tim tersebut yaitu, pengacara senior Adnan Buyung Nasution, Bambang Wijayanto,  Saldi Isra, dan Bambang Harymurti.

Pada Kamis (9/12) Tim investigasi melaporkan hasil kerja tim kepada Ketua MK, dan selanjutnya mengekspose hasil temuan tim kepada pers. Inti dari hasil laporan itu adalah meminta MK segera membentuk Majelis Kehormatan Hakim (MHK) dan melaporkan kasus pelanggaran hukum di MK.

Pada hari Jumat (10/12) Ketua MK Mahfud MD dan Akil Mochtar mendatangi KPK dan melaporkan hasil kerja tim investigasi dan menyatakan telah terjadi pemerasan dan percobaan penyuapan di MK.

Telah terjadi pemerasan dan percobaan penyuapan.

Tersangka pemerasan ditujukan kepada seorang panitera pengganti di MK yang namanya kebetulan mirip dengan Ketua MK, yaitu Makhfud, adapun korban yang diperas adalah mantan calon Bupati Bengkulu Dirwan Mahmud.

Sedangkan pelaku yang dituduh mencoba melakukan percobaan penyuapan adalah Bupati Simalungun JR Sargih, dan Refly Harun sendiri dan rekanya Maheswara dituduh turut terlibat, karena dianggap mengetahui adanya percobaan penyuapan sebagai penasihat hukum JR Saragih ketika berperkara di MK. terkait sengketa pilkada di Simalungun, yang akhirnya dimenangkan JR Saragih.

Dikorting atau Dikorupsi


Tim investigasi merasa kecewa dengan langkah Mahfud dan MK, bukan saja karena MK menolak membentuk MKH, namun laporan Tim Investigasi yang dijadikan dasar laporan ke KPK, dianggap telah 'dikorting' oleh Mahfud dan MK. Dikorting atau dikorupsi?

Maka tim bereaksi dengan membuat laporan sendiri ke KPK, dan isi laporanya adalah bahwa telah terjadi percobaan pemerasan dan penyuapan.

Telah terjadi percobaan pemerasan dan penyuapan.

Bukan percobaan penyuapan, jangan 'dikorting', dong, ujar refly waktu itu. Kalau cuma percobaan penyuapan kan yang jadi tersangka hanya pelaku, sedangkan yang mau coba disuap jadi korban. Tetapi kalau penyuapan, baik yang menyuap atau menerima suap, dua-duanya melakukan tindak pidana.

Jika demikian maka, ada dua versi laporan yang diterima KPK terkait kasus di MK yaitu, laporan versi tim adalah percobaan pemerasan dan penyuapan, sedang laporan versi MK adalah pemerasan dan percobaan penyuapan. Wah sungguh bikin mumet kepala.

Si Jampang jago betawi
Hangtuah Panglima Mlayu
Wahai para pakar hukum
Pandai betul bersilat lidah

Ada 3 buah kata di atas yang harus dijelaskan secara benar, sehingga tidak membingungkan yaitu, pemerasan, penyuapan, dan percobaan.

Delik Percobaan dalam KUHP Pasal 53 KUHP menyebut: "Percobaan untuk melakukan kejahatan terancam hukuman, bila maksud si pembuat sudah nyata dengan dimulainya perbuatan itu dan perbuatan itu tidak jadi sampai selesai hanyalah lantaran hal yang tidak bergantung dari kemauannya sendiri".

Jika seorang pencuri sudah menjebol pintu hendak mencuri, namun keburu ketahuan, maka kepadanya tetap akan dikenakan pasal pencurian namun dengan delik percobaan. Eercobaan pencurian.

Namun jika percobaan pemerasan, jika tidak diikuti tindak pengancaman, apakah dapat dipidana dengan delik percobaan pemerasan?

Lalu jika percobaan penyuapan, apakah dapat dikenakan delik percobaan penyuapan padahal tidak ada yang diperkaya, baik diri sendiri maupun orang lain, dan juga belum ada kerugian negara. Padahal untuk membuktikan tindak pidana korupsi dengan modus suap, adalah adanya pihak yang diuntungkan dan adanya kerugian negara. karena baru percobaan, maka tidak ada kerugian uang negara.

Para koruptor yang didakwa jelas-jelas menyuap saja seringkali lolos, apalagi dengan delik yang hanya ada pada level percobaan. Dan pertanyaanya, apakah ada secara teori delik penyuapan?

Begitu pula, apakah secara teori ada delik percobaan pemerasan, jika tidak diikuti tindak pengancaman?

 

Pemerasan atau Penyuapan

Lalu apa perbedaan tindak pemerasan dan penyuapan sesungguhnya, dan mengapa, baik tim investigasi maupun MK, mengaburkan kedua delik tersebut ,yang sesungguhnya sangat berbeda!!

Pengertian pemerasan dalam kamus Legal English Dictgionary ada dua jenis yaitu extortion dan blackmail.

Extortion is the action of getting something (eg money or property) or by forcing someone to do something by the use of illegal means, such as threats (suggesting that something unpleasant or violent will happen if a particular action or order is not followed) or force. (Tindakan untuk mendapatkan sesuatu (misalnya uang atau harta) dengan memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan cara ilegal, seperti ancaman (mengancam akan terjadi kekerasan atau hal yang tidak menyenangkan jika tidak melakukan suatu tindakan atau perintah) atau kekuatan.

Sedangkan blackmail adalah: The action of getting money from people or forcing them to do something by threatening to expose embarrassing, damaging information to family, friends or the public (tindakan untuk mendapatkan uang dari orang atau memaksa orang untuk melakukan sesuatu dengan ancaman akan mengekspos hal-hal yang memalukan, dan menyampaikan hal itu kepada pihak keluarga, teman atau masyarakat luas).

Demikian pula dengan rumusan tindak pidana pemerasan dalam KUHP juga terbagi dalam dua bentuk yang terdapat dalam pasal 368 dan 369 KUHP. Pemerasan dengan ancaman dan pemerasan.

Pasal 368 (1) berbunyi: "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun".

Pasal 369:

(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

(2) Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena kejahatan

Jelas sekali. ciri norma dari rumusan delik pemerasan ini adalah soal pengancaman dan pengancaman kekerasan dan juga soal membuka aib seseorang. Hal ini sama sekali tidak terkait dengan pejabat publik, wewenang publik, dan penyalahgunaan wewenang publik.

Sehingga agak ganjil ketika Refli Harun dan timnya melaporkan ke KPK bahwa terlah terjadi percobaan pemerasan oleh hakim konstitusi kepada sesorang yang sedang berperkara di MK.

Tidak jadi soal seberapa keras volume si hakim dan seberapa lirih suara si orang yang berperkara, tetap saja kalau terjadi transaksi, maka hal itu bukanlah pemerasan, tetapi penyuapan.

Sebab, dalam kasus pemerasan, si korban memberikan sesuatu kepada si pemeras untuk maksud melepaskan diri dari ancaman atau ancaman kekerasan ataupun dibukanya aib diri.

Sebagai contoh, seorang lelaki beristri yang kebetulan tertangkap mata oleh tetangganya sedang masuk ke hotel bersama wanita lain,  tidak soal seberapa lirih pun suaranya memohon-mohon agar hal itu tidak dilaporkan kepada istrinya, tetap saja itu adalah tindak pemerasan, bukan penyuapan. Oleh karenanya pula, dalam kasus pemerasan yang bersifat blackmail, KUHP menyatakan kasus seperti ini tidak dapat ditanganii jika tidak dilaporkan oleh si korban sendiri (KUHP pasal 369 ayat 2).

Jika dalam tindak pidana pemerasan korban pemerasan memberikan sesuatu untuk maksud melepaskan diri, sebaliknya dalam tindak pidana penyuapan, si penyuap memberikan sesuatu untuk maksud terlibat bersama-sama dengan si penerima suap dalam suatu tindak pidana (korupsi).

Karena suap (bribe) dan penyuapan (bribery), sebagai salah satu modus operandi korupsi, selalu melibatkan pejabat, aparat, aparat hukum, atau seseorang yang diserahi mengurusi urusan publik, serta kewenangan yang melekat padanya.

Jadi kata-kata, polisi memeras, jaksa memeras, hakim memeras, jelas bukan kalimat yuridis, tetapi hanya sekedar kalimat emosional-situasional. Meskipun suara si pejabat keras dan terdengar mengancam, tetap saja itu penyuapan.

Lalu bagaimana dengan sangkaan Refly Harun dan timnya yang mengatakan ada hakim MK yang mencoba memeras (tanpa kekerasan) klienya atau orang yang berperkara di MK? Maka kita bertanya, apa haknya Refly dan timnya melaporkan kasus tersebut kalau si korban sendiri tidak melaporkanya?

Juga apa jadinya laporan Mahfud dan MK yang menuduh ada pihak yang melalukan percobaan penyuapan kepada rekan hakimnya di MK? Apakah ada delik percobaan penyuapan?

Jika seorang pejabat dicoba disuap oleh seseorang untuk melakukan sesuatu atau agar tidak melakukan sesuatu, padahal itu bertentangan dengan tugas dan kewenanganya, sebenarnya si pejabat tidak dapat melaporkan hal itu sebagai tindak pidana percobaan penyuapan, Karena tindak pidana penyuapan mensyaratkan adanya tindakan interaktif dan bersambut antara si pemberi suap dengan si penerima suap. Jadi paling banter, hal semacam itu dilaporkan sebagai perbuatan tidak menyenangkan.

Karena tindak pidana percobaan penyuapan hanya mungkin terjadi jika tertangkap tangan!, (dalam hal si pejabat belum melakukan sesuatu tindakan yang melanggar tugas dan wewenangnya sesuatu yang diminta si pemberi suap).

Nampaknya masih perlu dijernihkan perbedaan antara delik pemerasan dan penyuapan. Jangan sampai proses pembuktian dan pembelaan kasus-kasus sperti ini di pengadilan nantinya berujung pada adu urat leher, bukan adu argumentasi yang rasional dan terukur.