Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Anas Nilai PR Pemerintah Lemah, Akibatnya Pencitraan Dapat Kritikan
Oleh : Batamtoday
Jum'at | 22-10-2010 | 11:31 WIB

Jakarta-Meski pemerintah kerap dicemooh soal pencitraan, namun Partai Demokrat justru menganggap penting arti pencitraan. Namun, pencitraan tersebut tidak didukung public relations (PR) yang baik sehingga menjadi bumerang bagi pemerintah.



Ketua Umum PD Anas Urbaningrum menilai wajib hukumnya bagi pemerintah untuk melakukan pencitraan positif. "Saya tidak setuju kalau dikatakan pencitraan tidak penting. Pencitraan itu sesuatu yang fardu ain dan wajib hukumnya, karena di situ ada pertarungan wacana dan informasi," kata Anas dalam acara Dialektika Demokrasi bertajuk 'Evaluasi Setahun Pemerintahan SBY-Boediono' di Pressroom DPR, Jumat (22/10/2010).

Justru, kata Anas, yang kurang dalam pemerintahan SBY-Boediono ini adalah peran Public Relation (PR) yang memberikan masukan informasi terkait capaian kinerja pemerintah.

"Yang kurang dalam pemerintah adalah PR (Humas). PR-nya tidak terlalu baik. Sebenarnya, banyak capaian pemerintah, tapi kurang PR-nya," kata Anas.

Akibatnya, sambung Anas, selalu yang muncul di mata rakyat adalah cerita kekurangan dan kelemahan pemerintah. Salah satu masalah yang dihadapi pemerintah sekarang tidak adanya Departemen Penerangan seperti era Orde Baru.

Sebab itu, Anas meminta semua departemen pemerintahan memiliki PR yang berperan aktif. "Lembaga apapun harus ada. Kalau tidak, tentu akan digulung-gulung luar biasa dengan informasi negatif tentang pemerintah," ujarnya.

Sedangkan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, pemerintahan SBY-Boediono diwarnai politik pencitraan, baik presiden maupun para menterinya. "Pemerintahan ini diwarnai dengan gaya SBY, yaitu menonjolnya politik pencitraan. Celakanya, para menteri juga melakukan pencitraan sama dengan presiden, agar dirinya popular dan menonjol untuk kepentingan politiknya sendiri. Sehingga, lemah dalam inovasi dan koordinasi satu dengan yang lain," kata Muzani.

Akibat tidak memiliki visi, kata Muzani, semua menteri menunggu petunjuk SBY dalam mengambil setiap kebijakan maupun keputusan. "Alhasil semua menunggu petunjuk SBY dalam mengambil keputusan. Ini problem serius, karena tidak ada keikhlasan," katanya.