Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Paradigma Baru Peringatan May Day
Oleh : Opini
Senin | 27-04-2015 | 10:30 WIB
demo_buruh_umk_2015.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Demo buruh di Kantor Wali Kota Batam beberapa waktu lalu. (Foto/dok)

Oleh: Sapto Ibrahim*

PERINGATAN 1 Mei sebagai hari buruh nasional sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 1920. Waktu itu, Ibarruri Aidit (putri sulung D.N. Aidit) sewaktu kecil bersama ibunya pernah menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Uni Sovyet. Namun, sejak masa pemerintahan Orde Baru hari Buruh tidak pernah lagi diperingati di Indonesia.  Sehingga, 1 Mei menjadi hari seperti biasanya, bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi.

Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Peringatan 1 Mei sebagai hari buruh dihapuskan oleh pemerintah Soeharto kala itu, lebih  disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis. Dimana gerakan tersebut telah memunculkan kejadian G30S pada 1965.

Namun, setelah era Orde Baru berakhir, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota. Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya pemerintah tidak pernah melarang para buruh untuk mengekspresikan keinginan dan harapannnya melalui kegiatan aksi atau untuk rasa. Penetapan tanggal 1 Mei sebagai hari buruh nasional menjadi bukti kepedulian pemerintah terhadap kaum buruh.

Pemanfaatan tanggal 1 Mei sebagai ruang ekspresi diri tentu menjadi hal sangat penting. Sehingga kaum buruh tidak perlu mengekspresikan keinginan dan harapannya di luar yang telah ditetapkan pemerintah. Tindakan ini menjadi sangat penting agar tujuan dari aksi buruh lebih terorganisir dan terstruktur dengan konsep perjuangan yang jelas. bukan melakukan aksi tanpa visi.

Namun demikian, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa jangan sampai aksi buruh ditunggangi oleh kepentingan tertentu. Dalam menjalakan aksi unjuk rasa, kaum buruh harus dapat melakukannya secara tertib dan baik. Bukan dengan aksi anarkis yang dapat mengganggu ketertiban umum, apalagi sampai melakukan pengerusakan atau penjarahan aset pemerintah atau pun pihak swasta yang berada di sekitarnya. Indonesia adalah negara demokratis, bukan negara anarkis yang masyarakatnya bermental hedonis.

Akan menjadi jauh lebih bermanfaat ketika para buruh dapat memanfaatkan momentum peringatan 1 Mei sebagai upaya meningkatkan kesejahteraannya. Upaya ini tentu perlu dilakukan guna menjaga iklim investasi. Sehingga tingkat kepercayaan publik terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap stabil. Dengan harapan, investor asing tidak akan segan-segan untuk terus menanamkan investasinya di Indonesia. Imbasnya adalah tentu tingkat kesejahteraan masyarakat dapat semakin meningkat.

Masyarakat Indonesia saat ini tentu dapat melihat bagaimana upaya pemerintahan Jokowi-JK menjaga kepercayaan masyarakat Internasional terhadap bangsa Indonesia. Dalam berbagai kesempatan perhelatan internasional, pemerintah terus berupaya menjelaskan kepada dunia bahwa Indonesia dalam keadaan baik-baik saja. Indonesia merupakan sahabat dunia Internasional. Indonesia akan mempermudah iklim invertasi bagi asing. Tindakan itu tentu hanya untuk 1 (satu) tujuan, yaitu demi meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Untuk itu, marilah kita menjaga dan membantu upaya Presiden Jokowi tersebut dengan terus bekerja keras dan ikhlas. Saatnya bagi kita untuk terus Kerja, Kerja dan Kerja. *

*) Penulis adalah Relawan Buruh Kebangsaan Jakarta