Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perkuat Persatuan Hadang Paham Radikal
Oleh : Redaksi
Kamis | 23-04-2015 | 12:55 WIB

Oleh: Namsas*

RADIKALISME dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan secara drastis. Namun, dalam artian lain, radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. 

Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme Islam merupakan tantangan baru bagi umat Islam untuk menjawabnya. Isu radikalisme Islam ini sebenarnya sudah lama mencuat di permukaan wacana internasional. Radikalisme Islam sebagai fenomena historis-sosiologis merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia. 

Banyak label-label yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk menyebut gerakan Islam radikal, dari sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan, Islam kanan, fundamentalisme sampai terorisme. Bahkan di negara-negara Barat pasca hancurnya ideologi komunis, pasca perang dingin, memandang Islam sebagai sebuah gerakan dari peradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti melebihi bangkitnya gerakan Islam yang diberinya label sebagai radikalisme Islam. Tuduhan-tuduhan dan propaganda Barat atas Islam sebagai agama yang menopang gerakan radikalisme telah menjadi retorika internasional. 

Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang Barat dan sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan komoditi politik. Gerakan perlawanan rakyat Palestina, Revolusi Islam Iran, Partai FIS Al-Jazair, perilaku anti-AS yang dipertunjukkan Mu’ammar Khadafi ataupun Saddam Hussein, gerakan Islam di Mindanao Selatan, gerakan masyarakat Muslim Sudan yang anti-AS, merebaknya solidaritas Muslim Indonesia terhadap saudara-saudara yang tertindas dan sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan media Barat dalam mengkampanyekan label radikalisme Islam.

Tetapi memang tidak bisa dibantah bahwa dalam perjalanan sejarahnya terdapat kelompok-kelompok Islam tertentu yang menggunakan jalan kekerasan untuk mencapai tujuan politis atau mempertahankan paham keagamaannya secara kaku yang dalam bahasa peradaban global sering disebut kaum radikalisme Islam.

Radikalisme muncul antara lain karena ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat. Kondisi tersebut bisa saja disebabkan oleh negara maupun kelompok lain yang berbeda paham, juga keyakinan. Pihak yang merasa diperlakukan secara tidak adil, lalu melakukan perlawanan. Radikalisme tidak jarang menjadi pilihan bagi sebagian kalangan umat Islam untuk merespons sebuah keadaan. Bagi mereka, radikalisme merupakan sebuah pilihan untuk menyelesaikan masalah. Namun sebagian kalangan lainnya, menentang radikalisme dalam bentuk apapun karena mereka meyakini radikalisme justru tidak menyelesaikan apapun, bahkan akan melahirkan masalah lain yang memiliki dampak berkepanjangan. Lebih jauh lagi, radikalisme justru akan menjadikan citra Islam sebagai agama yang tidak toleran dan sarat kekerasan. 

Rektor UIN Walisongo Semarang Muhibbin Noor menyatakan peran perguruan tinggi (PT) dalam menangkal radikalisme sangat penting. Sebagai Perguruan Tinggi Islam, instansinya akan menerapkan kurikulum Islam moderat kepada para mahasiswa, bukan Islam yang kaku. Jadi kalau ada mahasiswa yang memang ke arah  radikalisme  maka akan kami ajak dialog. Adapun detail kurikulum itu, adalah  pemberian pemahaman ke Islaman masuk dalam pembelajaran kampus sehari-hari. Ada pencerahan kepada mahasiswa tentang Islam yang kaffah, Islam yang memberikan teladan yang benar seperti yang diajarkan Walisongo.

Direktur Pusat Studi Konflik Agama dan Budaya (PUSKAB) NTBMuhammad Tahir, S.Ag., MPd mengatakan Islam hadir sebagai rahmat bagi alam semesta. Selayaknya umat Islam menjadi contoh yang baik bagi umat lainnya, bukan sebaliknya memberikan rasa takut pada orang lain, seolah Islam itu keras dan berbahaya. Namun sesungguhnya Islam yang dibawa Nabi menawarkan ajaran rahmat bagi semua.Salah satu upaya untuk mereduksi berbagai paham yang muncul antara lain dengan melakukan kegiatan sarasehan yang bertujuan agar masyarakat yang mulai diresahkan dengan berbagai paham yang ada dapat di berikan pemahaman. Disinilah perlu sinergitas dan kepekaan semua pihak, baik pemerintah, ulama dan tokoh masyarakat dalam meluruskan pemahaman tentang Islam.

Sementara, pada diskusi kebangsaan bertajuk "Menangkal Radikalisme di Kalangan Remaja Melalui Media Sosial" yang digelar salah satu media online www.suaradewata.com, Kamis, 2 April 2015,  di Warung BE – Jawa Tabanan, mengungkap radikalisme tidak hanya soal agama, namun juga bisa menjalar melalui adat istiadat. Untuk itu pengaruh radikalisme harus dibendung secara bersama-sama oleh semua lapisan masyarakat. Karena pengaruh radikalisme jika dibiarkan berkembang akan sangat berbahaya dan merusak tatanan kehidupan beragama. 

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bali, Rofiqi, menyatakan  faham radikalisme kini sudah tidak asing lagi di media sosial, untuk itu pihaknya berharap masyarakat utamanya kaum muda harus pintar membawa diri serta menyaring setiap informasi yang diterima,terlebih jika informasi itu kembali disebarkan ke orang lain. Meski demikian pihaknya juga tidak setuju dengan pemblokiran setiap situs-situs berbau agama terntentu. Kami setuju situs radikalisme diblokir, namun jika pemblokirannya tidak selektif tentunya  menyayangkan, harusnya ada seleksi dan pengkajian yang mendalam sebelum diblokir.

Sementara Kadisdik Pemkab Tabanan, Putu Santika lebih menekankan pada kesiapan mental para siswa dalam menghadapi arus globalisasi dan kemajuan teknologi agar tidak terkontaminasi pengaruh radikalisme seperti ISIS. Dengan adanya perkembangan zaman saat ini yang diperlukan bagaimana upaya membentengi generasi muda dari pengaruh radikalisme tersebut. Salah satu strategi kami bagaimana kita menjadikan sekolah itu sebagai rumah kedua, serta bagaimana mengemas kegiatan anak didik mengarah pada hal-hal yang positif.

Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya, mengatakan Pola yang dipakai oleh gerakan radikalisme sudah berubah, dari semula menggunakan tindakan kekerasan, berganti  dengan cara merangkul atau persuasif.Dibutuhkan peran aktif masyarakat menangkal maraknya gerakan  dan ajakan radikalisme. Masyarakat harus mengawasi ancaman ini  di wilayahnya masing-masing. Kalau ada, segera dilaporkan, termasuk konten siaran di media yang mengajak  tindakan radikalisme. Radikalisme yang mengarah terorisme  harus dicegah sedini mungkin dan segera diambil tindakan, hal itu dilakukan agar gerakan tidak meluas kemana-mana hingga  sulit penanganannya. Deradikalisasi, tidak bisa dilakukan oleh satu institusi saja. Upaya menangkal radikalisme ini  harus  terkoordinasi dengan melibatkan semua kementerian dan lembaga, di samping polisi, TNI, BIN dan BNPT. Semua harus bersama-sama  di bawah komando Presiden atau pejabat tinggi negara yang ditunjuk oleh Presiden. 

Adanya isu  ISIS yang merangkul masyarakat dengan iming-iming tertentu, untuk menangkalnya  tidak bisa hanya menjadi Kementerian Agama sendiri, hanya karena gerakan ISIS ada kaitan dengan persoalan agama tertentu. Kementerian Sosial juga harus terlibat, sebab iming-iming yang ditawarkan ISIS karena adanya kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat.Permasalahan yang terjadi selama ini, lembaga  yang ada sulit bekerja dalam waktu cepat. Padahal, ancaman radikalisme sudah sangat masif. Ada yang melalui media masa, seperti radio dan media sosial. Semua bisa mengakses, sehingga harus di counter  secara masif pula.Dengan demikian, kembali lagi peran aktif masyarakat sangat diperlukan, tidak bisa hanya mengandalkan  lembaga pemerintah terkait, hal itu dinilai masih kurang, karena terbatasnya jumlah personel dan jangkauan. 

Faktor penyebab munculnya paham radikalisme tersebut menurut  Dr Musthafa Lutfi MA, dalam bukunya Melenyapkan Hantu Terorisme dari Dakwah Kontemporer, Pertama, mengetahui sesuatu secara setengah-setengah,  terhadap hakikat ajaran Islam, pada saat yang sama yang bersangkutan merasa telah menguasai ilmu secara menyeluruh padahal masih sangat banyak yang belum diketahuinya. Ia hanya mengetahui permukaan saja dan tidak memperhatikan apa yang ada di kedalamannya.Kedua, melampui batas (al-ghulu) dalam pemikiran dan beragama. Ghulu dalam beragama ini maksudnya adalah bersikap keras dan berlebihan dalam pemahaman dan pengamalan ajaran agama sehingga melampui batas. Bentuk ghulu dalam pemikiran dan beragama ini di antaranya adalah terlalu banyak mengharamkan sesuatu, mudah mengkafirkan kaum muslimin. Seperti, mudah mengkafirkan pemerintah dengan alasan tidak menjalankan hukum Allah, dan pengkafiran pegawai pemerintah.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan guna menangkal gerakan radikalisme yang mengancam kehidupan dalam masyarakat. Pertama, menanamkan pendidikan agama Islam (PAI) sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat.  Penanaman PAI di tengah masyarakat dapat diupayakan dengan merevitalisasi kurikulum materi majelis taklim yang ada di masyarakat. Disinyalir materi majelis taklim terkesan tanpa kurikulum yang mamadai, sehingga perlu diarahkan khususnya untuk menangkal berkembangnya paham radikalisme seperti yang diajarkan ISIS, di masyarakat dan ini  harus menjadi perhatian bagi para kyai ataupun ustadz sebagai tokoh masyarakat.

Kedua, menghidupkan kembali organisasi kepemudaan sebagai upaya untuk memberikan wadah kreatifitas para pemuda agar mereka terpantau dengan baik dan  bakat mereka pun dapat tersalurkan. Ketiga, menghidupkan budaya ilmiah di kalangan mahasiswa, karena salah satu obyek pencucian otak adalah kalangan mahasiswa, maka upaya untuk membentengi berkembangnya paham radikalisme di tengah-tengah perguruan tinggi  antara lain memfasilitasi mahasiswa dengan mengadakan seminar, diskusi, yang bertemakan bahaya radikalisme, terorisme, dan sejenisnya. 

Tentu, upaya menangkal paham radikalisme di atas tidak akan dapat terwujud dengan baik tanpa ada kerja sama dari semua pihak, terutama dari pemerintah. 

Pada dasarnya Al Qur'an itu diturunkan sebagai  pedoman hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Perdamaian itu masuk kedalam kategori kebaikan,jadi sudah jelas Al Qur'an akan mengajarkan kebaikan dan melarang perbuatan yang buruk. Radikalisme tidak sesuai degan ajaran Islam sehingga tidak patut untuk ditujukan dalam agama Islam karena sesungguhnya dalam Islam tidak ada yang namanya radikalisme.

Dalam Al Qur’an dan Hadits sendiri memerintahkan umatnya untuk saling menghormati dan menyayangi serta bersikap lemah lembut kepada orang lain meskipun orang itu penganut agama lain.Sementara Islam merupakan agama kedamaian yang mengajarkan sikap berdamai dan mencari perdamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik. Oleh karenanya perlu ada sinergitas antar pemangku kepentingan dan masyarakat bagaimana menekan kelompok yang menanamkan kekerasan sebagai jalan untuk mencapai tujuan, termasuk ingin mendirikan negara dengan mengganggu keutuhan NKRI. *

*) Penulis adalah Praktisi Pendidikan Islam di Bengkulu