Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasusnya Tak Diproses Polisi

Tim Investigasi akan Beberkan Pemalsuan yang Dilakukan Andi Nurpati
Oleh : Surya Irawan
Rabu | 01-06-2011 | 07:10 WIB
andi-nurpati.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Andi Nurpati, mantan Anggota KPU yang kini menjadi Pengurus Partai Demokrat

Jakarta, batamtoday-Mantan Wakil Ketua MK yang juga Mantan Ketua Tim Investigasi kasus pemalsuan salinan putusan MK dalam sengketa calon anggota legislatif (caleg) DPR RI Dapil Sulsel I.yang dilakukan oleh Mantan Anggota KPU, Andi Nurpati, Abdul Mukhtie Fajar mengatakan siap dipanggil oleh pihak kepolisian untuk memberikan kesaksian. Untuk itu dirinya pun siap membeberkan bukti-bukti kasus yang dilaporkan okeh Ketua MK Mahfud MD, pada pihak kepolisian pada 2010 lalu itu, yang sampai saat ini belum ada kelanjutannya.

“Sebagai warga negara yang taat hukum saya siap dipanggil kepolisian jika memang pihak kepolisian membutuhkan keterangan saya mengenai pemalsuan surat putusan MK yang dilakukan oleh Andi Nurpati. Saya siap memberikan bukti-bukti semua hasil temuan tim investigas dihadapan pihak kepolisian,” ujar Mukhtie Fajar ketika dihubungi wartawan Selasa (31/5/2011).

Temuan MK menurutnya sudah diklarifikasi secara internal kepada pihak-pihak internal di MK yang terlibat. Semua yang terlibat tersebut tambahnya pun menjelaskan keterkaitan surat keputusan palsu tersebut dengan Andi Nurpati. “Kami sudah mengadakan penyelidikan secara internal dan menemukan adanya keterlibatan staf internal di MK. Semuanya mengakui bahwa mereka berkoodinasi dengan Andi Nurpati. Kami pun sudah menindak dan memecat beberapa stat tersebut seperti Ketua Panitera MK dan juga beberapa staf lainnya yang kena peringatan,” tambahnya.

Untuk keterlibatan Andi Nurpati, MK tambahnya tidak memiliki kewenangan untuk memeriksnya karena merupakan orang eksternal MK. Hanya pihak kepolisian yang seharusnya menindaklanjuti hal tersebut karena ini sudah masuk perkara pidana pemalsuan. Dia sendiri mengaku tidak tahu mengapa pihak kepolisian hingga saat ini belum juga menindaklanjuti kasus tersebut. Ketika ditanyakan adakah dan siapakan kemungkinan yang melindungi Andi dalam kasus tersebut, Mukhtie mengatakan tidak tahu.

“Kalau ditanya mengapa pihak kepolisian belum juga menindaklanjuti laporan yang dibuat oleh Ketua MK, Mahfud MD, saya tidak tahu. Saya juga tidak tahu apa ada kepentingan atau kelompok yang melindungi dia sehingga kasus ini belum juga ditindaklanjuti. Itu bisa ditanyakan kepada pihak kepolisian,” tegasnya.

Ditanyakan apakan dalam melaksanakan kerjasama dengan internal MK untuk melaksukan surat tersebut, Andi menjanjikan sesuatu seperti uang atau barang, Mukhtie mengatakan tim investigasi tidak sampai menanyakan ke arah sana. Lagipula kalau memang ada unsur penyuapan tambahnya maka itu menjadi urusan kepolisian.

Sementara itu Mantan Ketua Bawaslu, Nurhidayat Sardini mengatakan awal terungkapnya kejadian itu yaitu ketika Bawaslu mendapatkan fotocopy surat putusan MK tersebut. Merasa ada kejanggalan Bawaslu pun kemudian melakukan pengecekan kepada MK dan dugaannya kuat ada pemalsuan. Bawaslu sendiri melihat kasus ini bisa menjadi kasus tindak pidana pemilu, administrasi pemilu, perselisihan administrasi pemilul, dan keempat adalah kode etik penyelenggara pemilu.

“Yang keempat ini yang jadi ranah kami sebenarnya yang menjadi ranah kami. Namun sayangnya Bawaslu tidak mempunyai bukti otentik terhadap dugaan pemalsuan tersebut. Ini kami pikir masalah serius dan oleh karena itu pelakunya tidak bisa dijerat tanpa bukti-bukti yang lengkap. Kami pun berhenti sampai disitu dan tidak tahu kalau MK kemudian meneruskan dengan membentuk tim investigasi itu,” ujarnya.

Pihak kepolisian sendiri akunya bisa bergerak untuk menyelidiki kasus itu karena MK sudah memberikan bukti-bukti tersebut kepada pihak kepolisian. “Itu sudah kewenangan mereka. Tapi itu sebenarnya sudah bisa dikejar ke tingkat penyelidikan. Mereka ada kewenangan yang ditugaskan Negara untuk masuk ke ranah itu. Kalau sudah ada pengakuan dan bukti surat, itu sudah cukup menjadi petunjuk awal untuk menelusuri lebih jauh,” jelasnya..

Bawaslu sendiri sebenarnya aku Nurhidayat bisa melakukan tindakan terhadap Andi Nurpati ketika kejadian ini mengemuka dulu seandainya saja polisi menyelidiki dengan benar dan menemukan bukti lebih jauh. “Sebenarnya saat itu bisa saja kami tindaklanjuti untuk menyelidiki dugaan tindak pidana pelanggaran pemilu untuk kemudian memangil dewan kehormatan, tapi tidak ada tindak lanjut dari pihak kepolisian, kami pun tidak bisa melakukan apa-apa,” jelasnya.

Dalam kesempatan terpisah Ketua Mahkamah  Konstitusi, Mahfud MD  membantah pernyataan Andi Nurpati bahwa kasus itu telah kedaluarsa. Kasus itu tambah Mahfud baru akan kedaluarsa pada tahun 2022 nanti. "Saya tidak tahu mengapa  polisi belum menindaklanjutinya. Saya cuma kasihan dengan Andi Nurpati kalau kasus ini digantung terus," katanya.

Mahfud, membenarkan pernyataan Mukhtie yang menemukan investigasi tersebut, namun memang seperti diakuinya hal itu tidak diungkapkan ke publik. Alasan Mahfud karena tidak mau mengganggu karier seseorang.  "Kami sengaja rahasiakan karena kami tidak ingin karier orang terganggu hanya karena kami  mengungkap," jelasnya.

Kasus pemalsuan dokumen tersebut dilaporkan ke polisi 12 Februari 2010 lalu. Untuk kasus yang ancaman pidananya 5-7 tahun, jelas Mahfud, maka  batas kedaluwarsanya mencapai 12 tahun. Jadi selama itu, kasus ini masih bisa diungkap.
Nurpati dilaporkan ke polisi dalam kasus dugaan pemalsuan putusan MK dalam sengketa calon anggota legislatif (caleg) DPR RI Dapil Sulsel I. Saat itu, muncul dua surat MK. Surat pertama yang diduga palsu menyebut Dewie Yasin Limpo sebagai pemilik satu kursi tersisa di Dapil Sulsel I.

Tetapi, kemudian muncul surat  kedua yang justru memenangkan caleg Partai Gerindra, Mestariany Habie. Pada akhirnya, KPU pun menetapkan Mestariany Habie sebagai pemilik kursi terakhir tersebut.

Kasus ini bermula dari kisruh  dalam penentuan pemilik kursi terakhir di Dapil Sulsel I. Saat itu ada tiga caleg yang berebut, yakni Ambas Syam (Golkar), Dewie Yasin Limpo (Hanura), dan Mestariany Habie (Gerindra).

Awalnya KPU menetapkan Ambas Syam sebagai pemilik kursi itu. Dewie yang merasa berhak duduk di DPR RI menggugat ke MK. Hasilnya, MK ternyata menetapkan Mestariany Habie sebagai pemilik sah kursi itu.Dengan kenyataan ini maka Ketua Divisi Informasi dan Komunikasi Partai Demokrat ini dan dikenal sebagai orang yang dekat dengan Andi Malarangeng ini kian terpojok.

Menanggapi hal itu Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie mengatakan Partai Demokrat tidak akan mencampuri permasalahan itu. Jika memang ada bukti-bukti yang memenuhi unsur pemalsuan dan penimpuan, dirinya yakin pihak kepolisian akan menindaklanjutinya. “Kita tidak akan mencampuri hal itu, itu urusan dan permasalahan pribadi yang bersangkutan. Kalau memang ada bukti, polisi pasti akan menindaklanjutinya,” tegasnya.