Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menelisik Mudarat dan Manfaat Tambang Pasir Ilegal di Batam
Oleh : Redaksi
Jum'at | 24-01-2014 | 15:29 WIB
tambang pasir darat.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Penambangan pasir darat secara ilegal di kawasan Nongsa.

Oleh: Hadli*

MENELISIK
penambangan pasir darat yang dilakukan secara ilegal yang berawal di Kampung Panglong, Kelurahan Batu Besar, di Kecamatan Nongsa sejak sekitar 10 tahun silam lalu memang sangat ironis.

Di balik aktivitas ilegal tersebut, banyak pihak yang diuntungkan meski terjadi kerusakan lingkungan secara tereng-terangan. Selain penambang yang bisa menafkahi keluarganya, juga pemilik pabrik batu bata disekitar lokasi penambangan yang bisa meraup keuntungan berlipat dari hasil pasir darat yang ditambang.

Bahkan, bermodalkan mesin genset, pasir darat kualitas nomor 1 itu menjadi salah satu material bangunan yang terbesar mendukung pembangunan di Batam. Perumahan, ruko bahkan gedung-gedung besar milik instansi pemerintah, swasta juga dibangun dari pasir darat ilegal itu, termasuk pembangunan sarana pemerintah. Bahkan Gedung Mapolda Kepri dan gedung BNNP Kepri, bahkan rumah rehabilitasi milik kedua instansi yang sedang dibangun di kawasan Kelurahan Batu Besar itu juga  menggunakan pasir tambang ilegal.

Akibat tidak adanya ketegasan dari Pemerintah Kota Batam atas status tambang pasir darat di Batam, tentunya negara telah dirugikan selama ini. Terlebih lagi saat ini penambangan pasir darat sudah merambah hingga di kawasan Batuaji, Barelang dan sekitarnya. Ketegasan terhadap penegakan aturan yang kurang, membuat  Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) Batam setiap tahunnya tidak bisa diperoleh melalui pajak tambang yang dilakukan perorangan itu.

Namun tetap saja, aktivitas itu terjadi didepan mata kita semua, seolah telah menjadi hal yang lumrah, seolah dilegalkan karena memiliki nilai tersendiri untuk pembangunan jangka panjang di Batam. 

Tidak adanya pendapatan daerah yang masuk melalui pasir darat, tentunya tidak ada batasan untuk pelaku penambangan pasir ilegal beraktifitas. Batasan kerusakan lingkungan yang timbul, juga tidak bisa diketahui secara pasti karena tidak ada pengontrolan bertahap. Dinas Pertambangan Provinsi Kepri juga tidak bisa berbuat banyak. Pasalnya, sesuai aturan yudiritas sepenuhnya merupakan kewenangan Bapedalda Kota Batam.

Petugas Bapedalda Batam tampaknya juga tidak bisa berbuat banyak dalam melakukan pengawasan hingga dilakukan penangkapan. Selain tidak memiliki anggaran pengawasan karena tidak ada PAD yang masuk ke kas daerah atas pajak tambang pasir darat ini. Istilah 'kucing-kucingan' yang didengungkan Bapedal selama ini menjadikan jurus andalan yang disampaikan ke publik.

PNS atau Honorer juga tidak mau rugi. Selain gaji dan tunjangan yang diperoleh tiap bulannya, untuk terjun ke lokasi penambangan atau melakukan pengawasan lingkungan juga harus menggunakan anggaran yang sesuai dengan aturan yakni mendapat anggaran perjalanan dinas. Anggaran perjalanan dinas yang diperoleh PNS atau petugas pemerintah ini beragam.

Tutup mata sebelah yang bisa dilakukan instansi terkait selama ini atas aktivitas ilegal penyumbang pembangunan daerah. Misalnya kepolisian, yang berdalih tidak adanya laporan dari masyarakat. Karena untuk kasus ini polisi enggan menggunakan delik temuan. Jurus ampuh yang digunakan adalah delik aduan. Tidak adanya laporan, tentu tidak adanya tindakan. Koordinasi antar instansi ini tampaknya tidak berjalan untuk menegakkan pelanggaran dalam aturan penambangan yang disa dipidanakan. Koordinasi berjalan hanya sebatas pengenalan fungsi masing-masing hingga melupakan efek penambangan yang dirasakan oleh masyarakat selama ini.

Lahan yang dulunya ditumbuhi pepohonan dan hutan bakau, kini tinggal genangan bak air laut lepas yang dalam. Sampai kapan kasus tambang pasir darat yang sudah makan korban jiwa lebih dari satu orang ini?. Apakah ketika korban jiwa bertambah banyak?. Sudah saatnya pemerintah memikirkan hal ini. Tidak hanya ada pasir darat. Kekayaan pasir laut di Kepri masih luas untuk diambil, guna pembangunan di Batam, dengan catatan, dilakukan pembenahan atas kerusakan laut. Tidak seperti tambang pasir ilegal ini. Tidak adanya orang yang bertanggungjawab, sehingga tidak ada pihak yang melakukan pembenahan dari hasil yang dikeruk selama ini.

*) Penulis adalah wartawan BATAMTODAY.COM