Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tuntutan Dipenuhi, Pansus Minta Muhammadiyah dkk Tak Perlu Lagi Tolak RUU Ormas
Oleh : Surya Irawan
Selasa | 23-04-2013 | 16:25 WIB
Demo_Tolak_Ormas.jpg Honda-Batam

PKP Developer


Demo penolakan pengesahan RUU Ormas di DPR

JAKARTA, batamtoday - Pansus RUU Ormas menilai penolakan organisasi keagamaan seperti yang dilakukan Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU) dan Dewan Gereja Indonesia terhadap pengesahan RUU tersebut, sifatnya hanya sementara.

Sebab organisasi keagamaan itu, menginginkan adanya perbaikan dan penyempurnaan pasal-pasal RUU Ormas yang tengah dibahas DPR dan pemerintah agar tidak menghambat demokratisasi, HAM, serta kebebasan berserikat dan berkumpul.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Pansus RUU Ormas Deding Ishak di Jakarta, Selasa (23/4/2013). "Khusus untuk Muhammadiyah yang menolak RUU Ormas ini, keinginannya sudah kita penuhi terkait asas, sanksi, dan kriminalisasi terhadap kaum dermawan. Ketiga hal tersebut sudah kita perbaiki," kata Deding.

Di sela-sela diskusi Forum Legislasi 'RUU Ormas', Deding mengatakan, dengan dipenuhi tuntutan perbaikan pasal-pasal yang ada, sehingga tidak alasan lagi bagi Muhamadiyah, NU dan Dewan Gereja Indonesia menolak pengesahan RUU Ormas untuk disahkan menjadi UU.

"Kenapa kok masih menolak? Keinginanya sudah kita penuhi, dan sudah kita perbaiki," katanya. 

Deding menambahkan, terkait soal azas ormas yang tidak mencantumkan Pancasila sebagai azas tunggal akan diselesaikan melalui proses di pengadilan hingga ke Mahkamah Agung (MA). 

"Khusus untuk NU, Muhammadiyah dan Taman Siswa dll yang lahir sebelum merdeka, serta  berjasa terhadap bangsa dan negara ini akan ditempatkan secara khusus. Jadi, tak sama dengan ormas yang tidak berperan dan berkontribusi dalam kemerdekaan bangsa ini," katanya. 

Sedangkan Direktur Seni, Budaya, Agama dan Kemasyaratan Ditjen Kesbangpol Kemendagri Budi Prasetyo mengatakan, tujuan pemerintah melahirkan UU Ormas agar dalam kegiatannya tidak terjadi benturan atau gesekan antar ormas di lapangan.

Karena itu, pembahasannya membutuhkan waktu yang panjang agar dalam penerapannya tidak menimbulkan persoalan baru.

"Pembahasan RUU Ormas ini merupakan RUU paling lama, hampir dia tahun pembahasa nya di DPR," kata Budi Prasetyo.

Budi mengungkapkan, hingga kini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mendata 65 ribu ormas yang memiliki izin operasional, tidak termasuk ormas yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Luar Negeri.

"Dengan banyaknya ormas, maka diperlukan payung untuk mengaturnya. RUU Ormas ini  tidak tumpang-tindih dengan UU yang lain. Intinya kita sepakat menjaga demokratisasi, tapi jangan sampai mengganggu ruang publik dan tidak merugikan masyarakat," katanya.

Sementara itu, Ketua Majelis Hukum PP Muhammadiyah Syaiful Bakhri mengatakan, Muhammadiyah pada prinsipnya tidak menolak pengesahan RUU Ormas, namun sebaiknya disahkan usai Pemilu 2014. Sebab, jika disahkan sekarang dikuatirkan disalagunakan untuk kepentingan politik pihak tertentu jelang Pemilu 2014.

"Kalau disahkan sekarang kita kuatirkan ormas-ormas justru dimanfaatlan untuk penyaluran dana kepentingan politik 2014. Kalau disahkan setelah pemilu tidak masalah," kata Syaiful.

Menurutnya, keberadaan RUU Ormas yang merupakan revisi UU No.8 Tahun 2005 tentang Ormas tidak begitu pentingnya, karena ketentuan soal ormas telah diatur di dalam UUD 1945 pasal 28 ayat a-i.

"Soal Ormas itu sudah diatur jelas dalam pasal 28 ayat a sampai i. Karena itu kalau RUU Ormas itu disahkan sekarang, kami akan gugat ke Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Ketua Majelis Hukum PP Muhammdiyah ini.

Editor : Surya