Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Banyak Vonis Ringan kepada Koruptor

KPK Gandeng KY Cermati Putusan Hakim Tipikor
Oleh : si
Jum'at | 11-01-2013 | 18:59 WIB
Busro_Muqoddas.jpg Honda-Batam

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas

JAKARTA, batamtoday - Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menyatakan kekegaraman terhadap berbagai putusan persidangan kasus korupsi yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada para koruptor, bahkan ada yang dibebaskan.



Putusan ringan teranyar adalah vonis 4,5 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta kepada Angelina Sondakh, yang terbukti terlibat dalam dua kasus di Kemenpora dan Kemendiknas, padahal sebelumnya JPU KPK menuntutnya 12 tahun penjara. 

Maraknya putusann ringan bagi para koruptor ini, membuat KPK mengambil langkah untuk menggandeng Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) untuk mencermati dan mengawasi para hakim tipikor di berbagai daerah. 

"Untuk itu, kami sudah join dengan Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA). Ketua MA sudah positif (setuju)," kata Busyro Muqoddas, Wakil Ketua KPK, di Jakarta, Jumat (11/1/2013)

Menanggapi putusan Angie, Busyro menilai putusan terhadap Angie terdapat adanya cacat yuridis.  "Semakin menegaskan adanya cacat yuridis metodologis," katanya.

Busyro menambahkan, putusan hakim yang ringan kepada Angie tanpa argumen hukum yang benar. Aktor tersangka, dalam hal ini Angie, merupakan anggota DPR, punya makna khusus sebagai wakil rakyat yang justru merampas hak-hak rakyat.

Sedangkan fakta yang dijarah adalah bidang pendidikan yang berhubungan erat dengan masyarakat banyak. Akan tetapi majelis hakim tidak memberikan makna dan bobot yuridis atas fakta ini. "Cacat metodologis ini berakibat putusan tandus dari ruh keadilan dan keberpihakan pada perlindungan rakyat sebagai korban massif," tegasnya.

Sementara itu, juru bicara KPK, Johan Budi S.P, mengatakan lembaganya punya waktu untuk memutuskan apakah menerima vonis tersebut atau menyatakan banding. "Terhadap putusan ini, KPK akan pelajari dulu. Kita masih punya waktu untuk menyatakan banding atau tidak," kata Johan.

Ia mengatakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memang punya wewenang untuk menjatuhkan berapa tahun hukuman yang harus diterima Angie. "Ini kewenangan hakim. Hakim punya kewenangan untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak dan berapa tahun dihukum," pungkasnya.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah memutus hukuman pidana kepada Angelina 'Angie' Sondakh selama 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan. Putusan hukuman ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yaitu hukuman pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan.

 KPK menetapkan Angelina 'Angie' Sondakh sebagai tersangka dalam kasus penggiringan proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Dalam putusan majelis hakim, Angie telah menerima 'hadiah' dari Grup Permai sebesar Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta Dolar AS.

Namun majelis hakim hanya membuktikan Angie dengan dakwaan ketiga yaitu pasal 11 UU Tipikor dengan ancaman hukuman pidana maksimal lima tahun.

Putusan vonis ringan terhadap para koruptor oleh pengadilan tipikor ini bukan pertama kalinya. Sebelumnya sudah ada kasus dugaan suap cek pelawat, dengan terdakwa Nunun Nurbaeti. Nunun divonis 2,5 tahun penjara, padahal istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu sudah pernah menghilang dan menghindari KPK selama masa penyidikan.

Vonisnya lebih rendah dari tuntutan jaksa 4 tahun penjara. Lain lagi dengan kasus Muhammad Nazaruddin. Terdakwa kasus Wisma Atlet itu sudah sempat menjadi buronan KPK sebelum akhirnya ditangkap. Namun, di pengadilan, Majelis Hakim hanya memvonisnya 4 tahun 10 bulan penjara. Ini juga lebih rendah dari tuntutan jaksa 7 tahun penjara.

Dua kasus lain yang serupa adalah kasus suap cek pelawat dengan terpidana Miranda Swaray Goeltom. Sosialita itu hanya divonis tiga tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan hakim empat tahun penjara.

Terakhir kasus dugaan suap pembahasan Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah dengan terdakwa Wa Ode Nurhayati. Jaksa menuntutnya 14 tahun penjara, tapi hakim memvonisnya enam tahun penjara. Atas putusan ringan beberapa kasus itu, KPK sudah langsung mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.