Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menanti Blok Siak di Pangkuan Ibu Pertiwi
Oleh : opn/dd
Senin | 19-11-2012 | 14:47 WIB

Oleh: Aripianto


KONTRAK MINYAK Blok Siak antara Pemerintah dengan PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) yang akan berakhir pada 27 November 2013 mendatang, tentu kita harapkan Pemerintah dapat mediambil alih dan merebut kilang minyak yang selama ini dikelolah CPI, lalu kelola PT Riau Petrolium dan PT SPR sebagai BUMD milik Pemprov Riau yang merupakan daerah tempat Blok Siak beroperasi.


Pemprov Riau harus menyadari, bahwa potensi minyak Riau sudah saatnya dikelola oleh bangsa sendiri. Tidak ada alasan Pemerintah hanya sekadar ucapan-ucapan optimistis saja untuk merebut Blok Siak. Namun harus ada gerakan yang memperlihatkan kegigihan perjuangan untuk mengambil alih Blok Siak itu sendiri. Bukan hanya saat injury time saja optimisme itu muncul. 

Sebenarnya, ada bukti bahwa bangsa ini bisa mengelola minyak di Riau. Lihat apa yang sudah dilakukan PT Bumi Siak Pusako, ketika menjalin kerjasama dengan PT Pertamina Hulu melalui Badan Operasional Bersama. Harusnya, di tingkat nasional bentuk dan model kerjasama BUMD ini patut diteruskan dan dikembangkan. Dan mulai sekarang, Blok Siak sudah harus disiapkan untuk dikelola oleh bangsa sendiri.

Kepemilikan saham Blok Siak ke BUMD setempat merupakan salah satu upaya meningkatkan peran nasional dalam pengelolaan blok migas. Namun, pemerintah hingga kini belum memutuskan apakah kontrak Chevron di Blok Siak akan diperpanjang atau tidak. Tapi ini sangat kita harapkan bila pengelolaan dan keseriusan pemerintah dalam hal ini untuk  mengelola Blok Siak yang akan segera berakhir.

Untuk itu, keinginan pihak swasta untuk mengelola Blok Siak menunjukkan kawasan tersebut memiliki potensi dan value positif untuk dapat dikembangkan. Sehingga, diharapkan menjadi pemacu semangat dalam mengeksploitasi sumber daya alam. Tentunya komitmen pengelolaan Blok Siak sudah pasti memiliki pengaruh positif dalam memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi perkembangan daerah. Sehingga diharapkan dapat mendukung upaya menyejahterakan masyarakat.

Siapakah Riau Mengelola Blok Siak?
Pengelolahaan Blok Siak mestilah harus didukung dengan SDM dan tekhnologi yang maksimal. Sampai saat ini, Riau menjadi propinsi pemasok minyak terbesar di Indonesia (sekitar 70 persen dari sekitar 1 juta barrel/hari keseluruhan total produksi minyak Indonesia). Kabupaten Bengkalis memberi kontribusi 90 persen dari total minyak di Riau, yang dioperasikan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Hasil eksplorasi minyak ini telah menempatkan Riau sebagai salah satu daerah yang penyumbang devisa terbesar bagi negeri ini. Salah satu wacana untuk meningkatkan penerimaan bagi daerah penghasil minyak dan gas bumi adalah dengan meningkatkan peran daerah dalam pengelolaan industri hulu minyak dan gas bumi itu sendiri. Salah satu cara bagi daerah untuk dapat meningkatkan peran dalam industri migas adalah dengan menjadi Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS)di dua Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) yang akan segera berakhir masa kontraknya.

Pertama, Siak Block berlokasi di Kabupaten Siak, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar, dan Bengkalis, yang dikelola oleh Chevron Siak Incorporated dengan operator PT Chevron Pacific Indonesia dengan luas areal 8.314 km2 (original) dan 2.480,47 km2 (present size). Kontrak tersebut akan berakhir pada tanggal 27 November 2013 mendatang. Kedua, South and Central Sumatera Block berlokasi di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu, yang dikelola oleh PT Medco E&P Indonesia dengan luas areal 10.216 km2 (original) dan 4.451,10 km2 (present size). Kontrak tersebut juga akan berakhir pada tanggal 27 November 2013.

Menurut Gubenur Riau Rusli Zainal, pengelolaan Blok Siak oleh Pemerintah Provinsi Riau telah disampaikan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui surat yang meminta agar Pemprov Riau melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan kesempatan pertama untuk melakukan pengelolaan pada Siak Block dan South and Central Sumatera Block.

Dengan menjadi kontraktor, di samping mendapat bagian dari Dana Bagi Hasil Migas, maka daerah akan mendapat beberapa keuntungan yang lain. Pertama, keuntungan dari pengelolaan industri hulu migas dapat dijadikan sumber Pendapatan Asli Daerah. Kedua, dapat menjadi wahana untuk pemberdayaan potensi lokal dalam pengelolaan industri hulu migas. Ketiga, dapat menjadi leverage bagi pertumbuhan ekonomi lokal.

Tinjauan Hukum Menurut UU No 22 Tahun 2001
Pengelolaan migas Blok Siak di bumi pertiwi ini sudah cukup panjang. Sebagai sumber daya alam migas, Blok Siak pada awalnya dikenal sebagai C&T Siak Block. Dimana pada saat itu Pemerintah Indonesia mempercayakan kontrak pengelolaannya kepada Calastic & Topco yang ditandatangani pada tanggal 28 Nopember 1963. Aktifitas eksplorasi dilakukan pertama kali pada tahun 1966. Pada tahun-tahun berikutnya dilakukan pengeboran eksplorasi di beberapa lapangan (field).

Pada tahun 1968, dilakukan eksplorasi di lokasi Siringgo, Mahanto, Gedang, Cabang, dan Manggala. Sedangkan pada tahun 1972 dilakukan pengeboran di Gadang, Gerringgin, Kotalama, dan Rantau.
Jika kita menelaah Undang-undang Dasar 45 pasal 33 (3), diatur bahwa bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Minyak bumi merupakan asset negara yang habis pakai dan tidak terbarukan (depleted and non renewable asset). Keberadaannya masih cukup penting bagi negara Indonesia karena masih merupakan penunjang utama perekonomian dan keuangan negara.

Oleh karena itu, pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan (KP) menentukan kebijakan dan melakukan pengusahaan terhadap minyak dan gas bumi untuk mencapai tujuan yang termaktub dalam pasal 33 (3) UUD 45. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 diatur mengenai kegiatan hulu migas yaitu kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi.

Kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama (KKS) antara Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dengan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS), di dalam KKS tersebut paling sedikit memenuhi persyaratan. Pertama, kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah sampai pada titik penyerahan. Kedua, pengendalian manajemen operasi berada pada badan pelaksana. Ketiga, modal dan resiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.

Apalagi Jika ditinjaudari aspek hukum, pelaksanaan kontrak minyak dan gas bumi harus berpegang pada asas keseimbangan hukum yang terdiri dari asas keadilan (justice), kemanfaatan (expediency), dan kepastian hukum (legal certainty). Kita harus  bersyukur bahwa dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi menyebutkan bahwa pengusahaan industri hulu minyak dan gas bumi dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Daerah. Sehingga dengan melalui BUMD yang dibentuk oleh pemerintah daerah, maka masyarakat Riau berpeluang untuk kembali memperoleh hak pengelolaan minyak dan gas bumi di Siak Block.
  
Penulis adalah Wakabid Litbang dan Infokom DPC GMNI Pekanbaru dan Mahasiswa PKn FKIP Universitas Riau.