Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Saatnya Kita Berdaulat dalam Hal Pangan
Oleh : opn/si
Rabu | 24-10-2012 | 19:32 WIB

Oleh : Irman Gusman

MELAMBUNGNYA harga berbagai barang kebutuhan pangan yang sangat memberatkan masyarakat banyak,  terutama menjelang hari-hari besar tertentu seperti sekarang ini tentu harus kita sikapi dengan sebaik-baiknya.



Untuk itu, harus diambil langkah-langkah strategis ke depan agar persoalan ini tidak terus menerus menjadi persoalan yang tidak ada penyelesaiannya.

Dalam masalah pangan ini, sudah seharusnya kita memiliki kedaulatan pangan, bukan hanya sekadar ketahanan pangan. Artinya, kita tidak bisa lagi menyerahkan masalah kebutuhan pangan ini kepada impor dari negara asing. Selama ini, tidak bisa dipungkiri, kita merupakan negara importir pangan terbesar di dunia.

Sangat disayangkan, negara kita memiliki iklim yang sangat teratur, dengan konstruksi tanah yang sangat subur, di mana orang mengatakan “tongkat kayu jadi tanaman”, tapi jangankan keju, singkong pun kita impor. Kita memiliki garis pantai terluas di dunia, tapi garam pun kita impor. Bahkan di pasaran dalam negeri sekarang orang sudah lebih hafal dengan duren Bangkok atau jeruk Yongnam dari Cina. Tidak banyak lagi orang menyebut jeruk Pontianak seperti dulu. Hal ini menunjukkan betapa besar ketergantungan kita kepada impor pangan dan produk pertanian dari negara asing.

Ini tidak boleh dibiarkan berlangsung terus menerus, tanpa adanya langkah-langkah penyelesaian yang tepat progresif dan konstruktif. Artinya,  At all cost, kita harus habis-habisan memperjuangkan agar secepatnya kita bisa swasembada pangan. Apa pun yang menjadi keunggulan kita secara nasional harus mampu kita produksi.

Banyak produk pertanian kita yang dari segi kualitas tidak kalah dengan produk yang sama dari negara asing. Persoalannya, kita belum mampu membuatnya menarik seperti produk-produk pertanian dari negara asing tersebut. Dalam hal ini, tentu saja, menarik dari segi harga sehingga para petani kita terdorong untuk menanamnya maupun dari sisi pendukung lainnya, seperti masalah ketersediaan lahan, masalah pupuk, benih, pembunuh hama dan sebagainya.

Dalam masalah ketersediaan lahan mungkin masih akan dihadapi berbagai kendala. Artinya dalam ekstensifikasi lahan mungkin kita masih menghadapi berbagai halangan dan rintangan yang tidak kecil. Tapi tidak boleh dinafikan bahwa kita bisa melakukan intensifikasi produksi pertanian.

Kita harus mengapresiasi capaian yang diraih pemerintah sejauh ini, dengan peningkatan produksi beras nasional yang mencapai 3,17 persen lebih besar dari pada tahun 2011. Dengan demikian, diharapkan agar surplus 10 juta ton beras benar-benar jadi kenyataan pada 2014 nanti.

Sekarang kita harus memeriksa kembali berapa tepatnya produksi beras kita secara nasional. Dari situ mungkin bisa diambil langkah-langkah untuk melakukan intensifikasi. Di negara lain sudah dilakukan bagaimana caranya agar intensifikasiitu bisa dilakukan.

Mereka bisa mengembangkan manajemen pertanian mereka dengan sangat baik. Input pupuk juga dilakukan dengan sangat baik, sehingga mampu memberikan insentif yang memadai bagi petani untuk lebih giat lagi dalam meningkatkan produksi pertanian mereka. Di samping itu, pemanfaatan teknologi pertanian yang modern pun tidak ketinggalan terus dilakukan.

Bila kita pertanyakan, mengapa Thailan misalnya berhasil melakukan langkah-langkah yang dimaksud? Penyebab utamanya karena raja maupun pemerintah negara gajah putih itu sangat” concern” dengan masalah pengembangan produk pertanian. Karena itu, kita berharap pemerintah pun bisa melakukan langkah-langkah yang dimaksud.

Pemerintah sebenarnya bisa melakukan intervensi dalam mengambil kebijakan seperti di atas.  Dalam hal ini, mungkin bagaimana caranya pemerintah bisa mengendalikan  harga pupuk dan produk pendukung pertanian lainnya, sehingga biaya produksi petani kita bisa ditekan seminimal mungkin dan dari segi harga produknya pun bisa bersaing di pasaran.

Kalau kita menganggap ini menyangkut kedaulatan kita, maka kita harus melakukannya dengan cara yang terbaik.

Impor?

Bagaimanapun, paham kita dalam soal pangan ini haruslah paham yang strategis. Dalam jangka panjang, kita harus memiliki komitmen yang kuat untuk bisa meningkatkan produksi dalam negeri. Apa pun bentuknya produk pertanian kita harus secepatnya bisa kita kembangkan dan tingkatkan, termasuk juga peternakan kita. Kita juga mungkin sudah seharusnya memikirkan langkah-langkah terbaik untuk melakukan landreform. Tapi untuk jangka pendek, kalau masalah supply and demand-nya belum berimbang, kemampuan produksi kita belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, tentu kita harus melakukan impor.

Tapi sekali lagi dalam kegiatan impor tersebut, kita harus mengutamakan kepentingan masyarakat luas. Artinya dalam menetapkan patokan harga barang hendaknya tidak mengganggu pengembangan potensi dalam negeri. Harga barang tidak boleh tidak harus memiliki patokan yang terukur. Terlalu tinggi tidak terjangkau oleh konsumen, tapi kalau terlalu rendah juga tidak baik, karena akan mengganggu produksi barang dalam negeri. Kalau harga tinggi, tentu akan mendorong orang untuk lebih giat dalam memproduksi barang yang dimaksud.

Pada akhirnya, kita harus fokus bagaimana caranya pada waktu yang tidak terlalu lama kita bisa mencapai apa yang dimaksud dengan swasembada pangan. Untuk itu, mulai sekarang kita harus melakukan langkah-langkah yang tepat. Bagaimana pun caranya, at all cost kita harus investasi. Untuk mempertahankan kedaulatan negara, misalnya berapa pun biayanya kita harus keluarkan uang untuk melengkapi alutsista kita.

Begitu juga dengan  persoalan pangan. Berapa pun biayanya, demi mencapai kedaulatan pangan, kita harus investasikan uang guna mencapai tujuan swasembada pangan. Kita harus melakukan langkah-langkah yang strategis, baik dalam penelitian, pembibitan, pendistribusian dan sebagainya.

Kini dunia dihadapkan pada ancaman pangan global. Banyak pihak mengkuatirkan kondisi yang ada di dalam negeri saat ini. Bila krisis itu terjadi sementara kita masih terbelenggu oleh kekuatan eksportir produk pangan dari luar, maka itu bukan persoalan yang bisa dipandang sepele. Karena itu, kita harus mempersiapkan langkah-langkah yang strategis itu mulai dari sekarang.

Tapi disamping itu, kita juga harus melihat berbagai perkembangan di berbagai belahan dunia. Soalnya, ketika kita dihadapkan pada ancaman krisis pangan global, sejumlah negara tetangga kita justru sekarang mengalami over produksi beras.

Malah Thailand mengusulkan pembentukan kartel beras yang dinamakan ASEAN Rice Federation. Karena mereka over produksi sehingga kuatir harga beras akan melorot, maka mereka pun mengusulkan kartel pengendalian harga itu. Itu adalah langkah-langkah yang sedang diupayakan Thailand, Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Laos.

Pertanyaannya sekarang, apa langkah kita sebagai negara pengimpor produk pangan yang dimaksud?

Penulis adalah Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)