Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kombinasi Fatal untuk Kawasan Heart of Borneo
Oleh : redaksi/hijauku
Sabtu | 16-06-2012 | 11:38 WIB

JAKARTA, batamtoday - World Wild Fund (WWF) merilis sebuah laporan baru berjudul Assessing the Impact of Climate Change in Borneo (Mengkaji Dampak Perubahan Iklim di Borneo), Jumat (15/5/2012) kemarin. 

Laporan ini mengungkapkan bahwa Heart of Borneo (HoB) akan menghadapi peningkatan dampak merugikan akibat perubahan iklim di tahun-tahun mendatang. 

Dalam laporan tersebut WWF memproyeksikan bahwa jika nilai modal alam (natural capital) akibat deforestasi di Pulau Borneo terus berada pada titik yang sama, maka kawasan HoB akan mengalami dampak perubahan iklim berupa meningkatnya resiko kebakaran hutan, banjir, penurunan kualitas kesehatan manusia, perubahan hasil pertanian dan kerusakan infrastruktur. 

Naiknya permukaan laut juga diproyeksikan dapat menyebabkan kerusakan yang meluas ke pusat-pusat pemukiman, mengakibatkan kerusakan ekonomi yang cukup besar dan naiknya komponen pembiayaan di kalangan pemerintah daerah, masyarakat dan bisnis. 

Selain itu, dengan peningkatan suhu hingga dua derajat, keanekaragaman hayati Borneo khususnya spesies laut, reptil dan amfibi akan sangat terganggu dan berpotensi hancur pada tahun 2050 bila suhu meningkat lebih panas lagi. 

Laporan ini menyusul laporan WWF-ADB yang berjudul Ecological Footprint and Investment in Natural Capital in Asia and the Pacific (Jejak Ekologis dan Investasi Modal Alam di Asia dan Pasifik) yang dirilis pada 5 Juni 2012 yang lalu, yang mengingatkan tentang berkurangnya modal alam di wilayah Asia-Pasifik dan adanya tekanan terhadap jasa ekosistem yang ada. 

Adam Tomasek, Pimpinan program Heart of Borneo Global Initiative WWF mengatakan bahwa semua prediksi dari laporan tersebut, ditambah dengan berkurangnya cadangan modal alam akibat penggundulan hutan yang terus menerus, merupakan sesuatu yang harus diwaspadai oleh pemerintah, industri dan masyarakat. 

“Hutan Heart of Borneo memiliki nilai penting, baik bagi kesejahteraan masyarakat lokal dan bagi kepentingan global, mengingat keanekaragaman hayati mereka sangat kaya dan unik, tingginya potensi penyerapan karbon dan berbagai jasa lingkungan yang diberikannya terkait dengan pangan, air dan ketahanan energi. Pelestarian hutan Borneo dan ekosistemnya merupakan salah satu prioritas penting di kawasan ini. Dengan kurangnya aksi perlindungan ini berarti kita menempatkan ekonomi, mata pencaharian dan spesies dalam bahaya besar, ” ujar Adam Tomasek. 

Deforestasi dan degradasi hutan berkontribusi hingga 20 persen dari emisi karbon global. Hutan Borneo dan spesies yang tergantung pada hutan terancam oleh penebangan yang tidak lestari, konversi hutan alam untuk kegiatan komersil, terutama perkebunan kelapa sawit dan tambang batubara, termasuk juga kebakaran hutan dan perburuan satwa liar. 

Adam Tomasek menambahkan bahwa kebijakan fiskal, investasi dan dimasukkannya faktor modal alam ke dalam proses pengambilan keputusan ekonomi merupakan hal yang sangat penting untuk mengatasi kecenderungan destruktif yang diungkapkan dalam laporan tersebut. 

Kerjasama Tiga Negara untuk Ekonomi Hijau 

WWF mendukung visi pemerintah tiga negara di Kawasan Heart of Borneo, untuk bekerja secara bersama mendorong pendekatan Ekonomi Hijau, pada KTT Rio +20 yang akan diselenggarakan di Brazil pada tanggal 19-22 Juni 2012.

 

Adam Tomasek mengatakan bahwa model ekonomi hijau yang tengah berkembang pesat ini memberikan solusi terbaik, termasuk untuk kawasan Borneo. Karena model dimaksud dapat memenuhi kebutuhan pihak bisnis, pemerintah dan masyarakat di kawasan ini, dan pada saat yang sama juga melindungi kekayaan keanekaragaman hayati pulau tersebut dan menurunkan jejak karbon. 

“Dengan adanya kecenderungan yang menunjukkan betapa pesatnya pertumbuhan industri disertai konsumsi yang berlebihan dan urbanisasi, kawasan-kawasan alam seperti HoB dapat dipertahankan dan dilestarikan hanya jika sektor bisnis dan pemerintah mengadopsi sistem ekonomi hijau di kawasan ini,” lanjut Tomasek. 

Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Hijau 

Temuan dalam laporan tersebut nampaknya diterima di level tertinggi pemerintahan Republik Indonesia, dengan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang baru-baru ini mendeklarasikan upaya mewujudkan ekonomi hijau dan kehutanan berkelanjutan sebagai hal yang penting bagi kelanjutan pembangunan di Indonesia dan sekaligus sebagai upaya mitigasi perubahan iklim. 

Berbicara di Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (Center for International Forestry Research-CIFOR), di Bogor, Indonesia pada tanggal 13 Juni, Presiden mengatakan, pemerintah dapat menggunakan langkah-langkah kebijakan, hukum dan peraturan untuk memastikan adanya keberlanjutan pada kegiatan-kegiatan sosial; dan juga memberikan insentif serta penghargaan terhadap semua kegiatan yang mendukung keberlanjutan.