Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Anggaran Pendidikan Rp 280 Triliun

Habis Dibagi-bagi 19 Kementerian dan untuk Bayar Gaji
Oleh : surya
Senin | 21-05-2012 | 22:00 WIB
Rully-C-A1.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Anggota MPR Rully Chairul Azwar dari F-PG

JAKARTA, batamtoday-Anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar (F-PG) Rully Chairul Azwar mengatakan, anggaran pendidikan sebesar Rp 280 trilliun yang dialokasikan pada APBN 2012, dihabiskan 19 kementerian untuk penyelenggaraan pendidikan dan membayar gaji PNS di kementerian tersebut. Akibatnya, biaya pendidikan tetap mahal sehingga tidak terjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah.

"Tahun ini pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan Rp 280 triliun. Dari dana tersebut kemudian dibagi Rp 65 triliun untuk Kemendikbud dan 33 triliun untuk Kemenag. Dana Kemendikbud itu kemudian dibagi lagi untuk 19 kementerian yang menyelenggarakan pendidikan. Jadi dana pendidikan itu habis-habis dibagi untuk membayar gaji guru/PNS dan biaya penyelenggaraan di 19 kementerian, yang seharusnya hanya untuk Kemendikbud," kata Rully dalam Diskusi Pendidikan dalam Amanah Konstitusi di Jakarta, Senin (21/5/2012).

Rully menilai dengan alokasi anggaran yang sudah cukup besar, seharusnya diperuntukkan untuk peningkatan kualitas pendidikan, bukan untuk digunakan membayar gaji. Gaji PNS, katanya, seharusnya dibayar oleh Kementerian Dalam Negeri, bukan melalui alokasi anggaran. "Disamping itu, sesuai konstitusi yang berhak menyelenggaraan pendidikan itu adalah Kemendikmud, bukan kementerian lainnya. Kalau diklat-diklat itu sebaiknya diambil dari anggaran kementerian masing-masing," katanya.

Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR ini, rendahnya alokasi anggaran pendidikan yang langsung ditujukan untuk peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri menyebabkan biaya pendidikan menjadi mahal dan tidak terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah. Akibatnya muncul Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dengan menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris di berbagai daerah yang memungut biaya pendidikan sangat tinggi.

Hal ini jelas mengundang kecemburuan sosial di mana-mana, padahal masih banyak anak-anak negeri yang tidak sekolah, meski telah diwajibkan oleh konstitusi melalui belajar sembilan tahun (Wajar) untuk sekolah dasar dan menengah pertama (SD/SLTP), yang telah ditingkatkan pada tingkat SLTA.

“Jadi, pemerintah dan DPR wajib memprioritaskan Rintisan Sekolah Berstandar Nasional (RSBN) sebelum RSBI. Sebab, kalau itu tidak dibenahi, kita khawatir pada sepuluh tahun ke depan anak-anak negeri ini makin terpuruk dan tidak berkualitas sebagai generasi penerus bangsa. Selain itu gurunya juga harus berkualitas karena akan menghasilkan murid yag juga berkualitas. Disamping harus ditunjang dengan gaji yang memadai agar mengajar penuh konsentrasi,” katanya.

Pemerintah, kata Rully, harus serius menata pendidikan nasional karena akan menentukan masa depan bangsa. Apalagi konstitusi, UUD NRI 1945 sudah mengamanatkan pemerintah wajib mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika terbukti masih ada anak-anak tidak mampu, ternyata tidak sekolah SD atau SMP , maka pemerintah bisa digugat. “Pemerintah bisa digugat jika ada anak-anak yang tak sekolah. Sebab, anggaran pendidikan itu terbesar dalam APBN yaitu 20 % atau setara dengan Rp 280 triliun dari APBN 2011 Rp 1.400 triliun,” katanya.

Dengan anggaran yang besar tersebut, seharusnya bisa menghasilkan anak-anak yang pintar dan cerdas. Terlebih anak-anak yang cerdas itu bukan milik orang kaya saja, melainkan anak orang-orang yang tidak mampu juga banyak yang cerdas. Dan, mereka ini kata Rully, siapapun termasuk pemerintah tidak boleh menghambat apalagi menghalangi mereka untuk menjadi mahasiswa-mahasiswi di perguruan tinggi negeri terbaik bangsa ini.

“Tapi faktanya anggaran itu habis untuk membayar gaji dan dibagi-bagi 19 kementerian untuk penyelenggaraan pendidikan. Ini saya tidak tahu, kenapa dana pendidikan itu tidak transparan?” katanya.

Hal senada disampaian Anggota DPR Puti Guntur Soekarno dari F-PDIP. Puti menilai besarnya anggaran pendidikan tersebut, seharusny diperuntukkan untuk peningkatan kualitas pendikan, bukan untuk membayar gaji guru atau PNS. Apalagi katanya, masih banyak daerah yang tidak menjalankan amanah konstitusi pendidikan tersebut, dan kepala daerahnya cenderung mempolitisasi dana pendidikan.

“Yang pasti, gaji itu akan mempengaruhi konsentrasi guru dalam mengajar. Kalau gaji kecil, maka guru tak akan fokus dan sekaligus tak akan menghasilkan murid-murid yang berkualitas. Karena itu pemerintah harus bertanggungjawab dalam melaksanakan amanah konstitusi ini. Apalagi, tak ada lompatan besar pendidikan sejak reformasi Mei 1998 silam,” kata Puti Guntur Soekarno.