Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pidato Politik Hari Buruh Internasional 2012

Lawan Tiga Kebohongan Pemerintah
Oleh : Redaksi/Mg
Senin | 30-04-2012 | 17:13 WIB
329953_10150338486752981_546297980_8019493_819279359_o.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ketua Nasional Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), Renro Prayogo. Foto:batamtoday

JAKARTA, batamtoday - Kawan-kawan seperjuangan, saat ini kita sedang diguncang oleh persoalan bahan bakar minyak (BBM), di mana pemerintah mempunyai alasannya untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dan rakyat pekerja mempunyai alasannya untuk menolak kenaikan harga BBM bersubsidi itu.

Rakyat pekerja dan mahasiswa di seluruh Indonesia telah bangkit melawan, meski pemerintah melalui polisi dan tentara, melibasnya dengan semena-mena. Protes rakyat pekerja fondasi ke-indonesiaan, yang menurut Konstitusi 45 harus dilindugi oleh negara, malahan diganyangnya seperti musuh pemerintah. Jangan berharap tuan-puan wakil rakyat akan bersatu padu membela kepentingan rakyat pekerja. Telah sejelas-jelasnya wakil rakyat menjadi wakil pemerintah yang mengabdi pada neoliberalisme-imperialisme.

Mengapa rakyat pekerja harus menolak kenaikan BBM? Kami mendukung surat dari Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) yang telah mengirim surat protes kepada fraksi-fraksi di DPR-RI pada tanggal 28 Maret 2012 sehubungan dengan kenaikan harga BBM bersubsidi. Surat protes itu membongkar TIGA KEBOHONGAN PEMERINTAH di balik kenaikan harga BBM.

Pertama, KEBOHONGAN tentang PENERIMA SUBSIDI BBM

Selama ini Pemerintah mengatakan, bahwa penerima subsidi BBM adalah golongan kaya, oleh karena itu Pemerintah akan mencabutnya agar tidak membebani anggaran nasional. Lalu dipicu oleh kenaikan harga minyak di pasar dunia, maka Pemerintah menetapkan kenaikan harga BBM di dalam APBN-Perubahan 2012. Ternyata menurut survei LSI, golongan kaya pengguna BBM bersubsidi hanya sebesar 2%! Itu berarti hanya 1,04% dari 65% golongan rakyat pekerja pengguna BBM. Itu artinya pula, mayoritas pengguna BBM adalah rakyat pekerja yang pendapatan ekonominya ditutup dengan utang.

Kedua, KEBOHONGAN tentang PENCABUTAN SUBSIDI BBM

Meski selama ini Pemerintah mengeluarkan dana untuk subsisi BBM, nyatanya tetap punya keuntungan penjualan BBM sebesar Rp 97,955 trilyun/tahun. Tapi kemana keuntungan tersebut? Ternyata kawan-kawan,keuntungan dari BBM itu:

1. Telah dijarah oleh pengemplang BLBI sebesar Rp 600 trilyun, sehingga Pemerintah harus membayar Rp 60 trilyun/tahun untuk menalangi ulah pengusaha-pengusaha bank tersebut.

2. Kita ketahui pula, bahwa kenaikan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik (TDL) telah disebutkan dalam surat kesepakatan Pemerintah dengan IMF pada 31 Oktober 1997. Kesepatakan ini merupakan rute menuju liberalisasi sektor energi, dan kemudian dilegitimasi pada UU No 30 Tahun 2007 pasal 7, yakni (1) “*harga energi ditetapkan sesuai nilai keekonomiannya, yaitu biaya pokok produksi ditambah margin. Itu artinya harga energi di Indonesia disesuaikan dengan nilai ke-ekonomiannya yang ada pada komoditi tersebut. Bilamana harga energi (BBM dan TDL) sudah mencapai nilai ke-ekonomiannya, maka pemerintah tak perlu mensubsidi BBM untuk rakyatnya. (2) penentuan harga BBM harus sesuai dengan harga pasar internasional.Ini artinya, jika harga BBM di pasar internasional naik, harus diikuti kenaikan harga BBM di dalam negeri. UU Migas inilah yang memerosotkan produksi minyak Indonesia.

Terang sudah, kewajiban pemerintah untuk mensubsidi hajat hidup orang banyak di sektor energi sebagaimana yang diamanatkan Konstitusi 45 telah di-ingkarinya. Sebaliknya, pemerintah memberikan kewajibannya sebagai 'budak' kepada rezim neoliberalisme-imperialisme. Sehingga ketika harga minyak di pasar internasional naik, maka harga BBM di dalam negeri juga harus naik. APBN 2012 pun direvisi sesuai dengan kenaikan harga BBM pasar internasional.

Ketiga, KEBOHONGAN tentang PRODUKSI MINYAK TURUN

Selama ini Pemerintah selalu mengatakan, bahwa BBM di Indonesia telah turun produksinya. Ternyata itu bohong! Tahukah kawan-kawan, biang kerok penyebab turunnya produksi BBM ialah UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang mengangkat BP Migas sebagai makelar pemerintah di sektor migas dengan perusahaan eksploitasi minyak! BP MIGAS itu bukan BUMN tetapi mendapat kewenangan sebagai makelar elit-elit politik pemerintah negara. Setelah urusan kontrak migas ditangani BP Migas, produksi minyak Indonesia turun separuh dari sebelum ada BP Migas. Jika sebelumnya produksi minyak Indonesia sebanyak 1,6 juta barel/hari, maka setelah ada BP MIgas tinggal menjadi 800 ribu barel/hari.

Tetapi elit politik pemerintah mengatakan, bawah ketersediaan fosil di bumi sudah menipis sehingga produksi minyak Indonesia turun. Tetapi di Provinsi Jambi ditemukan fakta yang 180 derajat berbeda dari alasanpemerintah. BP MIGAS melaporkan di Provinsi Jambi hanya terdapat 30 sumur minyak, namun Pemerintah Provinsi Jambi menemukan sebanyak 91 sumur beroperasi di provinsi tersebut. Bagaimana bisa terjadi selisih data tiga kali lipat? Dilaporkan 30 sumur, kenyataannya ada 91 sumur!bukankah manipulasi ini sudah sejahat *setan tuyul?* Kita memperkirakan negara dirugikan 800 ribu barel per hari atau setara dengan Rp 750 milyar per hari. Jadi, setiap tahun pendapatan migas yang seharusnya untuk hajat hidup rakyat pekerja telah dicuri sebesar Rp 270 trilyun oleh korporasi elit politik penguasa negara!

Selain itu, korporasi migas internasional menguasai 329 blok migas Indonesia atau 65 % tambang hulu, sedangkan BUMN hanya 24,27% (data Kementerian ESDM, 2008). Lalu sisanya sebanyak 10,3% dikuasai konsorsium dengan perusahaan multinasional. Sekarang sudah hampir 85% minyak dan gas bumi kita dikuasai oleh kekuatan koorporasi multinasional yang memiliki watak kapitalis tulen.

Di sektor listrik juga begitu! Seharusnya PLN menggunakan bahan bakar gas yang harganya jauh lebih murah dan ketersediaannya melimpah, namun dipaksa untuk menggunakan BBM. Akibatnya menurut audit BPK, terjadi in-efisiensi sebesar Rp 37 trilyun/tahun di PLN. Sekali lagi, ini merupakan akibat dari pemberlakuan UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas yang membatasi permintaan pasar dalam negeri maksimum 25%, karena pemerintah harus menjual minyaknya ke pasar internasional. Pasal pembatasan tersebut sebenarnya sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2004, tetapi nyatanya DPR-RI dan Pemerintah Pusat belum merevisinya.

Kawan-kawan seperjuangan, nyata sudah, elit-elit politik penguasa negara yang mengendalikan pemerintahan dan parlemen adalah 'jongos' rezim neoliberalis-imperialis yang mengkorupsi hajat hidup rakyat pekerja melalui sektor energi. Sedangkan kekuatan politik di DPR-RI tetaplah menyerahkan kenaikan BBM kepada pemerintah, sehingga keputusan MK untuk melikwidasi pasal 7 pada UU Migas tahun 2007 lagi-lagi diingkari. Pemerintah Pusat dan DPR-RI begitu congkak dalam memenangkan kepentingan kelompoknya. Kecongkakan itu membutakan mata mereka bahwa aksi-aksi penolakan kenaikan BBM yang serempak terjadi di seluruh Indonesia itu merupakan kebangkitan politik kelas yang kekuatannya sedahsyat tsunami. Namun sayang di sayang, kekuatan kelas masih terpecah-pecah sehingga kemenangan yang dicapainya terbatas pada penundaan kenaikan BBM saja.

Namun janganlah pesimis. Bukankah ada pepatah: ”...semakin kuat kaki diinjak, semakin kuat kaki melawan...” Demikianlah seharusnya kesadaran kita. Kaki rakyat pekerja telah dinjak oleh kenaikan harga BBM; pengesahan paket undang-undang kekerasan negara seperti, UU Intelijen, UU Penanganan Konflik Sosial (PKS), dan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dimana diberlakukan untuk meredam kekuatan politik kelas yang melawan politik jongos rezim neoliberalis-imperialis; serta pengesahan RUU Perguruan Tinggi yang menciptakan kampus seperti perusahaan. Kita harus optimis, bahwa inilah saatnya kita membangun persatuan politik berbasiskan kelas untuk menyatakan perang terbuka terhadap oportunisme jongos-jongos neoliberalis-imperialis, yang hidup di partai politik dan duduk di DPR-RI serta Pemerintah Pusat sampai Daerah. Apalah arti kenaikan UMP/UMK bagi buruh beberapa waktu lalu, jika angka kenaikan upah itu segera diinjak oleh kenaikan harga BBM? Bagaimana petani dan nelayan yang berhadapan dengan kehancuran ekologi dan kenaikan harga BBM? Bagaimana rakyat pekerja miskin kota dan mahasiswa berhadapan dengan transportasi biaya tinggi? Kawan-kawan, tidak ada kata lain selain: MARI KITA BANGUN PERSATUAN KELAS untuk mengangkat kepal tangan kiri menyerukan LAWAN!.

Kekuatan politik kelas dari seluruh elemen buruh, tani, nelayan, miskin kota, dan elemen perempuan dan mahasiswa harus menggunakan momentum kenaikan harga BBM, rencana pengesahan RUU Perguruan Tinggi, dan RUU KUHP, serta pula dengan baru saja disahkannya UU PKS dan UU Intelijen, untuk membangun PERSATUAN POLITIK KELAS. Persatuan kelas yang berjuang untuk

mengganyang jongos-jongos neoliberalis-imperialis yang sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan telah menghalangi pembangunan industrialisasi nasional yang kepemilikannya dikontrol rakyat pekerja. Ke sanalah arah perjuangan politik kelas, yakni merebut industrialisasi strategis migas dan tambang yang 85% telah dikuasai konsorsium transnasional-multinasional

untuk dinasionalisasi kepemilikannya. Kita harus mengganyang perusahaan-perusahaan import yang menjadi mafia BBM dan mengubah kontrak minyak yang merugikan kelas pekerja. Jika Indonesia bisa mendapatkan 80% dan swasta hanya 20%, maka pendapatan minyak kita akan melonjak dua kali lipat dari Rp 131,6 trilyun menjadi Rp 256,6 trilyun.

Mungkinkah itu? Mari kita tengok negara-negara produsen minyak di Amerika Latin. Lihatlah apa yang baru saja terjadi di Argentina saat ini. Di bawah pimpinan presiden perempuan bernama Cristine Fernandez de Kirschner, Argentina mengambil alih saham 51% dari perusahaan minyak terbesar di sana. Yacimientos Petroliferos Fiscales (YPF) yang dikuasai korporasi minyak REPSOL dari Spanyol. YPF mulanya adalah BUMN, lalu pada 1990 saat krisis ekonomi melanda Argentina, YPF diprivatisasi atas petunjuk IMF. Kini, pada tahun 2012, Cristine Kirschner, presiden perempuan pertama di Argentina, memimpin pengambil-alihan YPF untuk kembali ke kepemilikan rakyat Argentina. Ia berhasil melawan sebuah paradoks sebagai produsen minyak yang melimpah, Argentina malahan menjadi importir dan kosumen minyak dunia. Sebagai presiden, Cristine Kirschner tak takut mendapat ancaman dan gugatan hukum dari REPSOL.

Bukankah sebagai produsen minyak yang cukup besar, nasib Argentina serupa dengan Indonesia? Sebagai negara produsen minyak kita telah dipecundangi rezim neoliberalis-imperialis yang menjual minyak nasional ke pasar dunia, sehingga kita tinggal hanya menjadi konsumen yang membayar harga BBM sesuai fluktuasi harga pasar internasional. Seorang presiden PEREMPUAN ternyata BISA dan tentu saja DIDUKUNG OLEH PERSATUAN KEKUATAN POLITIK KELAS di Argentina.

Mengapa tidak bahwa persatuan kekuatan politik kelas di Indonesia juga bisa mengambil-alih aset nasional strategis yang telah dijual elit politik penguasa negara ke tangan imperialis? Jika Argentina dan Venezuela bisa, maka nasionalisasi migas di Indonesia, mengubah kontrak karya dan pemilikan di tangan kelas pekerja, bukanlah perkara yang utopis.

Kawan-kawan seperjuangan, memang masih saja kita menghadapi kesukaran-kesukaran tua dalam membangun persatuan politik kelas. Kita sebut yang pokok saja, yaitu upaya moderasi gerakan dari dari dalam. Aneh bin ajaib, bahwa di kalangan gerakan kelas masih banyak terdapat pemimpinnya yang mengatakan ANTI-REVOLUSI dan mengidap KOMUNIS-PHOBIA. Mereka lalu menolak pembangunan

persatuan politik kelas dan memilih persatuan dengan elit politik jongos imperialis demi kepentingan kelompoknya. Tak perlu kita pesimis. Meski musuh berada di mana-mana dan mengintai setiap saat untuk penghancuran persatuan politik kelas. Selama

kita tak pernah lelah dan berada dalam tradisi disiplin tinggi untuk mewujudkan arah perjuangan kelas tersebut, maka apa yang tak mungkin bakal menjadi mungkin!

Sehingga pada kesempatan May Day atau Hari Buruh Internasional kali ini, kami mendukung upaya Konfederasi Serikat Nasional (KSN) yang telah mengajukan 'judicial review' terhadap pasal 7 UU Migas tahun 2007 yang meligitimasi harga BBM di dalam negeri disesuaikan dengan kenaikan di pasar intrnasional. Kami menyerukan kepada semua kekuatan kelas untuk beramai-ramai, baik secara individu maupun institusi, mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi. Pada May Day ini pula kami mengangkat topi kepada Cristine Kirschner di Argentina sebagai perempuan yang berani memimpin pengambil-alihan perusahaan migas imperialis.

Selamat May Day! Jangan lelah perjuangkan Sosialisme!

Sosialisme, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!

Sosialisme, Solusi Bagi Krisis Kapitalisme Global!

Bersatu, Bangun Partai Kelas Pekerja!

 

Jakarta, 1 MEI 2012

Komite Pusat - Perhimpunan Rakyat Pekerja

 

Rendro Prayogo

 Ketua Nasional