Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perda Etika Pemerintahan, Pentingkah
Oleh : Redaksi
Jum'at | 27-04-2012 | 13:04 WIB
dachroni.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Raja Dachroni

Oleh: Raja Dachroni

PADA Senin, 16 April yang lalu penulis menghadiri FGD (Focus Group Discusion) yang diselenggarakan oleh DPRD Tanjungpinang dan Inggrid, sebuah LSM yang memiliki konsentrasi pada pelaksanaan good governance. FGD membahas tentang urgensi Perda Etika Pemerintahan. Satu hal yang memang patut diapresiasi. Spirit yang harus terus dipompa. Tapi menjadi pertanyaan, seberapa pentingkah Perda ini bagi penegakan etika pemerintahan di Kota Tanjungpinang ini?

Ini yang memang harus dijawab terlebih dahulu sebelum kita membahas substansi yang memang perlu dibahas dalam Perda inisiatif yang sudah masuk dalam program legislatif daerah Banleg DPRD Tanjungpinang. Niat baik ini harus dibicarakan dengan matang dan dipikirkan secara mendalam tidak parsial. Setidaknya pada diskusi yang berlangung selama dua jam ada beberapa point penting yang kami diskusikan.

Pertama, penting atau tidaknya sebuah Perda. Kedua, kalau dianggap penting memang perlulah masalah etika dibuat dalam bentuk Perda dan mengangkat nilai-nilai etika Melayu dalam Perda. Ketiga, bagaimana Perda yang direncanakan bisa berjalan efektif dan tidak menjadi Perda yang bermasalah mengingat cukup banyaknya Perda bermasalah yang dibatalkan karena tidak sesuai dengan peraturan diatasnya, bahkan ada yang mekanismenya tidak sesuai dengan UU No 10 Tahun 2004 dan sekarang sudah direvisi menjadi UU No 12 Tahun 2011 tentang mekanisme penyusunan peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana R. Siti Zuhro dalam bukunya yang berjudul "Kisruh Peraturan Daerah"  mengungkapkan beberapa kendala terkait dengan proses Perda mengapa kemudian menjadi persoalan tersendiri khususnya masalah legalitasnya.

Pertama, tidak adanya pengaturan yang memadai tentang tata cara penyampaian Raperda secara komprehensif. Kedua, ketidaksinkronan perundang-undangan yang berlaku mengenai perlunya keberadaan panitia legislasi. Ketiga, pemberlakuan empat tingkat pembicaraan di tingkat DPRD yang menjadikan kurang efisiennya pembahasan Raperda. Keempat, ketiadaan peraturan mengani perlu atau tidaknya naskah akademik, peraturan yang kurang memadai tentang partisipasi public dalam pembentukan Perda dan kurangnya dukungan SDM dan anggaran dalam pembentukan Perda di DPRD.

Ini merupakan warning tapi bukan kemudian kita khawatir dan cepat-cepat pesimis dengan permasalahan di atas. Justru kita harus banyak belajar dari permasalahan tersebut. Kembali ke pokok persoalan, sebenarnya pentingkah Perda ini. Jelas kita harus mampu menjawab untuk apa Perda ini? Toh, sudah banyak aturan seperti undang-undang yang mengatur masalah ini. Apakah itu belum cukup?

Ini terlebih dahulu yang harus dijawab oleh Banleg DPRD Tanjungpinang, jika tidak memiliki alasan yang kuat dan argumentasi yang ilmiah atau hanya sekedar program legislatif daerah karena khawatir dibilang tidak ada kerja lebih baik tidak perlu dirancang Perda ini.

Daripada menguras energi, lebih baik optimalkan peran pengawasan. Untuk penegakan nilai-nilai etika di DRPD lebih baik optimalkan peran Badan Kehormatan dan untuk PNS atau birokrat lain DPRD punya fungsi pengawasan. Silahkan panggil Walikota atau BKD atau Inspektorat Daerah yang punya peran mengawasi prilaku para birokrat tersebut khususnya mereka yang melakukan praktek Pekat (Penyakit masyarakat).

Ini hanyalah sebuah saran, kita barangkali bisa melihat bagaimana nasib Perda pendidikan yang hari ini juga belum berjalan efektif. Belajarlah dari Perda pendidikan ini. Nah, untuk masalah ini penulis pikir kita tidak bisa memvonis sekarang Perda ini penting atau tidak, kita tunggu alasan yang memang belum terungkap pada FGD yang penulis ikuti. Kedua, jika memang Banleg DPRD Tanjungpinang memiliki alasan yang kuat artinya memang Perda Etika Pemerintahan ini menjadi satu hal yang penting untuk segera dirancang.

Harapan penulis, ada nilai-nilai etika moral lokal budaya Melayu yang diangkat dan masuk pada substansi dalam Perda Etika Pemerintahan nanti. Selain itu, dipertegas eksekutor dan sanksi walau hanya bersifat administratif  dalam Perda tersebut. Sehingga Perda ini kemudian berefek pada peningkatan penegakan etika pemerintahan pada penyelenggara pemerintahan di lingkungan kota Tanjungpinang. Semoga!

Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Riau (UR) dan Ketua Umum PD KAMMI Kepulauan Riau.