Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

SPI Meminta Asuransi Pertanian Dipersiapkan Matang
Oleh : Tunggul Naibaho
Rabu | 26-01-2011 | 01:12 WIB
petani gagal panen.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Seorang petani tampak bertopang dagu, sedih, memandang sawahnya> Dia mengalami gagal panen, karena kekeringan. (FotoL Ist).

Batam, batamtoday - Dewan Pengurus Pusat Serikat Petani Indonesia (DPP SPI) meminta pemerintah untuk melakukan persiapan yang matang sebelum mengimplementasikan asuransi pertanian, dan untuk melaksanakan itu bekerjsama dengan perusahaan asuransi BUMD atau BUMN.

Demikian dua pokok yang disampaikan Ketua Umum DPP SPI Henry saragih kepada batamtoday melalui rilisnya, Rabu 26 Januari 2011.

“Asuransi pertanian yang akan dilaksanakan pemerintah dalam konteks melindungi petani pada dasarnya baik. Hanya saja, mekanismenya harus dipersiapkan dengan sangat matang dan juga komprehensif,” kata Henry Saragih,  Jika tidak komprehensif, asuransi pertanian yang akan diatur dalam UU perlindungan Petani itu menurutnya hanya akan menjadi tempat korupsi baru.

Dan hanya sebagai politik pencitraan bagi pemerintah atau hanya menguntungkan perusahaan asuransi asing.

“Karena itu kami juga meminta agar lembaga yang mengelola asuransi pertanian itu adalah badan-badan usaha milik daerah (BUMD) atau BUMN, bukan lembaga atau perusahaan asuransi asing,” tegas Henry yang juga Koordinator Umum Gerakan Petani Internasional 'La Via Campesina'.

Seperti diketahui, pada akhir tahun lalu Menteri Pertanian Suswono menyatakan bahwa kementeriannya sedang menyiapkan asuransi pertanian untuk melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat cuaca ekstrim. Namun Suswono belum bersedia mengungkapkan berapa besaran asuransi dan mekanisme detilnya dengan alasan pelaksaannya masih menunggu pembahasan RUU Perlindungan Petani.

Menurut Henry, implementasi asuransi tersebut tidak boleh memberatkan petani sama sekali, apalagi dengan menerapkan premi secara langsung kepada petani.

“Kalau konsepnya belum lengkap, lebih baik pelaksanaannya ditunda dulu, atau jangan dinamakan asuransi, tapi bantuan pertanian saja,” imbuhnya.

Ketua DPW SPI Jawa Timur Ruslan, juga mengatakan program asuransi pertanian tidak akan membantu jika petani tetap dikenakan beban premi.

“Kalau petani dikenakan premi mendingan tidak usah, yang untung hanya yang di atas, sedangkan petani, sudah rugi karena panen gagal malah makin tepuruk menanggung premi,” ujarnya.

Namun Ruslan mengakui bahwa program asuransi pertanian akan sangat membantu petani jika dilaksanakan dengan konsep yang matang tanpa membebankan petani sama sekali. Iklim ekstrim yang sering terjadi dewasa ini menurutnya sangat memukul para petani di daerah itu karena banyak yang mengalami gagal panen.

Lebih dari 400 hektar lahan persawahan di Ponorogo, salah satu daerah sentra beras di Jawa Timur, dipastikannya gagal panen setelah diterjang banjir beberapa waktu lalu. Apalagi dia meyakini lahan pertanian di Jawa Timur semakin  berkurang setiap tahunnya, seperti lahan tani di Kelurahan Purbosuman yang pada tahun lalu sudah beralih fungsi menjadi lahan pabrik dan perumahan.


Libatkan Organisasi Tani

Salah satu jalan agar konsep asuransi pertanian itu bisa lebih matang, Henry mengusulkan pemerintah mengajak pemda dan organisasi-organisasi petani untuk ikut serta merumuskan konsep serta mekanisme pelaksanaannya. Dengan begitu, konsep asuransi tersebut dapat lebih sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pertanian di masing-masing daerah dan para petani sendiri.

Selain itu, keterlibatam pemda dan organisasi petani ini juga diyakininya dapat membuat konsepnya lebih komprehensif, seperti asuransi pertanian yang telah dirumuskan di Kabupaten Jembrana, Bali. Henry menilai rencana konsep asuransi pertanian Jembrana dapat menjadi model yang cukup ideal dimana untuk sekali gagal panen (puso) petani mendapat klaim sebesar Rp2,5 juta per hektar, sedangkan preminya ditanggung oleh pemda.

Lebih jauh, Henry mengatakan, disamping asuransi pertanian, pemerintah juga hendaknya sesegera mungkin melakukan program sosialisasi iklim ekstrim kepada petani untuk menghindari dampak yang lebih besar. Perlu dibuat program yang sistematis untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim ini dan melakukan sosialisasi yang luas dan efektif kepada para petani agar dapat dapat menekan dampaknya lebih maksimal,jelasnya.

SPI juga, lanjutnya, sampai sekarang masih menagih pemerintah agar segera merealisasikan janji-janjinya untuk merealisasikan kebijakan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) dan pertanian berkelanjutan 'Go Organic'.

Kedua kebijakan itu belum berjalan secara masif sejauh ini, padahal
pertanian berkelanjutan diyakininya mampu menangkal atau paling tidak, dapat
meminimalisir dampak iklim ekstrim