Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Protes Penimbunan Hutan Bakau, Warga Puri Pesona Tanjungucang Unjuk Rasa
Oleh : CR-1
Selasa | 18-09-2018 | 19:18 WIB
protes-penimbunan-bakau.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Aksi warga Perumahan Puri Pesona, protes penimbunan hutan bakau di daerah Tanjunguncang. (Foto: CR-1)

BATAMTODAY.COM, Batam - Warga Perumahan Puri Pesona, Tanjunguncang, Kecamatan Batuaji, Kota Batam melakukan unjuk rasa di lokasi penimbunan hutan bakau, tak jauh dari perumahan tersebut, Selasa (18/9/2018).

Aksi protes warga tersebut dilatarbelakangan rasa tidak nyaman akibat adanya aktivitas penimbunan hutan bakau. Selain kebisingan alat berat, kesehatan warga juga mulai terusik akibat polusi udara karena banyaknya debu dari penimbunan itu.

Warga yang melakukan protes ke lokasi penimbunan hutan bakau itu mencapai puluhan orang, baik dewasa maupun anak-anak. Jumlah warga ini diperkirakan belum semua penghuni Perumahan Puri Pesona dan perumahan lain yang terdampak.

"Hampir setiap hari kami menghirup debu akibat aktivitas penimbunan hutan bakau ini. Kenyamanan kami juga terusuk dengan suara bising alat-alat berat yang melakukan penimbunan," kata Maria, salah seorang warga, melalui pengeras suara.

Ia mengatakan, aksi protes tersebut bukan kali pertama, bahkan sudah sering dilakukan, hanya saja perhatian dari pemerintah untuk meninjau izin penimbunan hutan bakau tak pernah ada.

"Warga pernah ditawari pihak penimbun hutan bakau itu uang kebersihan Rp200 ribu/bulan. Warga menolak, karena kesehatan dan kenyamanan jauh lebih berharaga dibanding uang," ungkapnya.

Dijelaskannya juga, dampak lain yang dirasakan warga akibat aktivitas penimbunan tersebut adanya banjir saat musim hujan. Di mana, hutan bakau yang dulunya mencapai luas 23 Ha itu merupakan daerah resapan air saat musim hujan.

"Kalau hujan kami dapat banjir, panas kami dapat debu. Ini jelas-jelas meresahkan warga. Harusnya ada tindakan dari aparat hukum dan pemerintah," katanya.

Sementara itu, Stefanus Waso warga lainnya mengatakan, aktivitas penimbunan itu membuat mata pencahariannya hilang. Sebab, usaha kelong miliknya di bibir pantai ditimbun tanpa permisi dan ganti rugi.

"Ada empat rumah yang mau ditimbun juga. Mereka (pelaku penimbunan) kira kami ini binatang main usir saja," kesal Stefanus.

Lanjutnya Stefanus beserta masyarakat lainnya juga kian marah lantaran mereka medapatkan sebuah kwitansi yang berisi tulisan bahwa rumah mereka telah dibayarkan oleh pihak proyek seharga Rp140 juta kepada salah satu ketua ormas di Batam.

"Sangat keterlaluan, sudah tak ada permisi dan kami malah diinformasikan telah ada pembayaran terhadap rumah kami. Kapan dan siapa yang merima? Ini (proyek reklamasi dan penimbunan rumah) tak boleh terjadi karena bisa ribut besar nantinya," katanya, lagi.

Sofyan, selaku Ketua RW22 Kelurahan Tanjunguncang mengatakan, penolakan warga ini sudah berulang kali disampaikan termasuk ke pihak Kelurahan, Dinas Lingkungan Hidup hingga DPRD Kota Batam. Namun belum ada tindakan tegas apapun.

Bahkan saat rombongan Komisi I DPRD Batam mendatangi lokasi proyek, Jumat (13/9/2018) lalu dan meminta agar proyek tersebut dihentikan, namun sampai hari ini masih saja berlanjut.

"Makanya hari ini masyarakat bergerak secara spontan, karena proyek reklamasi ini akan menutup seluruh hutan bakau yang berfungsi sebagai resapan air. Dan bahkan rumah warga pun akan ikut ditimbun," lanjut Sofyan.

Editor: Gokli