Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Larangan Pengeras Suara Adzan Juga Tak Diberlakukan di Lingga
Oleh : Bayu Yiyandi
Selasa | 18-09-2018 | 15:40 WIB
ilustrasi-pengeras1.jpg Honda-Batam
Ilustrasi/Ist

BATAMTODAY.COM, Daiklingga - Pengaturan pengeras suara adzan yang diedarkan Dirjen Bimas Kementerian Agama Republik Indonesia (RI) tak berlaku bagi seluruh masjid ataupun surau-surau di Kabupaten Lingga. Larangan tersebut tidak digunakan karena menilai toleransi umat masih tinggi.

"Untuk kabupaten Lingga saat ini kondisi masyarakat sangat kondusif. Jadi berkaitan dengan instruksi pengaturan pengeras suara untuk adzan, belum kami perlukan," kata Kepala Kantor Kemenag Lingga, Edi Batara kepada BATAMTODAY, Selasa (18/9/2018).

Baca: Larangan Pengeras Suara di Masjid tidak Diberlakukan di Batam

Menurut Edi, masyarakat di Lingga juga masih menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama tanpa menganggu akidah agama lain. Meskipun mayoritas beragama islam, tapi masyarakat sadar akan pentingnya sebuah toleransi.

"Kami dari Kemenag sudah mengambil sikap untuk tidak meneruskan surat edaran itu ke bawah. Bukan berarti kami tidak patuh dengan pusat. Tapi kami melihat situasi dan kondisi di Lingga khususnya, tingkat toleransi sangat tinggi," ujarnya

Sebenarnya, Kementerian Agama melalui Bimas Islam jelas Edi sudah lama mengeluarkan aturan tentang pengeras suara masjid. Namun aturan tersebut dibuat pada tahun 1978. Meski begitu, aturan tersebut masih berlaku karena belum ada penggantinya.

"Kita yakin masyarakat Lingga sudah sangat paham tentang bagaimana bertoleransi antar umat beragama. Jadi tidak ada masalah," tuturnya

Diketahui, aturan yang tertuang dalam Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor: Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala itu tertulis tentang keuntungan dan kerugian menggunakan pengeras suara di masjid, langgar, dan musala.

Salah satu keuntungan menggunakan pengeras suara seperti tertuang dalam instruksi tersebut adalah sasaran penyampaian dakwah dapat lebih luas. Namun ada pula kerugian dari penggunaan pengeras suara, yakni mengganggu orang yang sedang beristirahat ataupun sedang menyelenggarakan upacara keagamaan.

Kemudian ada syarat-syarat dalam penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan musala. Namun memang tak ada aturan tegas mengenai volume suara.

Untuk suara azan, dalam aturan itu memang disebut harus ditinggikan. Tetapi tak diatur soal batasan meninggikan suara tersebut. Begini kutipannya:

"Dari tuntunan Nabi, suara azan sebagai tanda masuknya shalat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak dapat diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaiknya enak, merdu, dan syahdu".

Editor: Yudha