Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Awas, Ternyata Berbohong Bisa Bikin Kerusakan Otak
Oleh : Redaksi
Rabu | 22-08-2018 | 15:28 WIB
bohong.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Berbohong adalah salah satu perbuatan yang harus dihindari. Sejak kecil orang tua selalu menasihati agar kita bisa menjadi orang yang jujur dan tak mudah berdusta.

Nasihat itu pun harus didengar karena berbohong juga memiliki dampak buruk bagi kesehatan otak dan tubuh. Meskipun berbohong karena hal kecil ataupun karena terpaksa, setiap kebohongan memiliki efek pada otak.

Banyak studi yang menyatakan bahwa kesehatan bisa terpengaruh karena sering berbohong. Pengaruhnya pun bukan yang positif melainkan tubuh bisa mendapatkan pengaruh yang buruk.

Seperti dikutip dari Lifehack, Arthur Markman, Ph.D. menyatakan saat kita baru saja berbohong, tubuh akan melepas kortisol (hormon yang dikeluarkan tubuh saat stres) ke dalam otak. Setelah beberapa menit, ingatan akan mencoba mengingat kebohongan dan kebenaran sehingga otak akan cukup kesulitan mengambil keputusan dan akan membuatnya menjadi kemarahan.

Setelah reaksi awal itulah kemudian kita akan mulai merasa khawatir dengan kebohongan yang telah kita lakukan atau khawatir ketahuan. Untuk mengatasi perasaan tersebut maka kita akan menutupi kebohongan dan memperlakukan orang lain lebih baik dari biasanya.

Bisa juga sebaliknya, kita akan berpikir bahwa kita tidak bersalah karena berbohong sebab merekalah yang membuat kita terpaksa berbohong. Perbedaan pendapat dalam otak secara terus menerus ini bisa membuat stres hingga pada akhirnya kita akan merasa bersalah dan mengalami gangguan saat tidur.

Tak berhenti disitu, dampak buruk bagi kesehatan karena berbohong pun masih akan bertambah. Tak hanya gangguan tidur, tekanan darah tinggi, sakit kepala dan punggung, kram, mual, juga bisa dialami karena stres yang diakibatkan oleh kebohongan.

Gangguan mental seperti kecemasan hingga depresi juga bisa kita alami karena melakukan kebohongan. Jika sampai depresi, maka tentu saja kita memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasinya sebab depresi tidak bisa dibiarkan karena bisa membahayakan.

Sumber: Tempo.co
Editor: Yudha