Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bersatulah Walau Berbeda Pandangan
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 17-08-2018 | 15:04 WIB
ilustrasi-persatuan.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustasi persatuan Indonesia. (Foto: Ist)

Oleh Beny Wenno

TAK terasa sudah 73 tahun Indonesia merdeka, perayaan rakyat yang selalu dilakukan disetiap tanggal 17 agustus yang dimana adalah hari besar bangsa indonesia yaitu hari kemerdekaan Indonesia. Tentunya, jika kita melihat ke arah belakang, sudah banyak perjuangan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia dalam mencapai dan mempertahankan kemerdekaan indonesia.

Dari mulai pembentukan organisasi Boedi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo dan para pelajar STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Sekolah Pendidikan Dokter Hindia, peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, peristiwa Rengasdengklok, Proklamasi Kemerdekaan, Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya yang sekarang ditetapkan menjadi hari pahlawan.

Tidak hanya dalam berperang melawan penjajah, para pimpinan bangsa pada waktu itu juga menempuh jalur diplomasi supaya Indonesia diakui sebagai sebuah negara oleh negara lain atau de jure. Beberapa peristiwa diantaranya adalah Perundingan Linggarjati, Perundingan Renville, Perundingan Roem-Royen hingga Konferensi Meja Bundar.

Baik dalam lajur berperang maupun lajur diplomasi, dua bagian itu mempunyai andil yang sangat besar dalam perjuangan bangsa Indonesia. Semua elemen masyarakat bersatu padu dalam memperjuangkan kemerdekaan dengan keahliannya masing-masing demi menggapai keinginan yang sejak dari dulu sudah didambakan oleh masyarakat Indonesia yaitu bebas dari penjajahan. Indonesia pada saat itu menjadi sebuah kata yang sangat bermakna, kata dari sebuah perjuangan, persatuan dan arti dari kebebasan rakyat.

Sudah 73 tahun sejak bung karno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, Saat ini kita telah merasakan buah dari perjuangan para pahlawan yang telah bersusah-payah dalam memerdekakan Indonesia. Saat ini kita adalah bangsa yang bebas dan tidak terjajah oleh bangsa lain bila dilihat dalam konteks 'dijajah' seperti tahun 1900-an.

Momen momen seperti kemerdakaan haruslah kita resapi sebagai momentum dalam persatuan bangsa, menilik kembali pada tahun 1945 dimana kita sebagai bangsa bersatu melawan penjajah dari berbagai aspek kebangsaan.

Hal yang sangat disayangkan dalam beberapa tahun terakhir ialah masyarakat kita telah minim toleransi dalam hal perbedaan. Hal-hal yang seharusnya sudah menjadi hal yang lumrah dalam kesatuan negara republik Indonesia ini. Hal yang kentara adalah dalam perbedaan politik, kita sebagai masyarakat dipertontonkan oleh drama-drama politik yang dilakukan oleh elite-elite partai. Bahkan tak jarang hoax yang beredar adalah hoax tentang politik yang terlihat menyerang dan menyudutkan kubu politik lain.

Kurangnya edukasi dan perilaku gampang percaya yang menghinggapi sebagian masyarakat ini menjadi sebuah 'momok' mengerikan dalam hal perbedaan pandangan politik. Masyarakat menjadi kaku dan terkesan tidak percaya bila ada fakta yang berbeda dengan sudut pandang nya dalam hal politik. Terlihat dari berbagai ujaran kebencian yang terjadi di sejumlah media sosial.

Sekarang kita sedang dipertontonkan kontestasi politik calon presiden dan calon wakil presiden. Penetapan calon wakil presiden untuk Jokowi dan penetapan calon wakil presiden untuk prabowo menjadi perbincangan hangat dalam beberapa pekan. Tak sedikit dari masyarakat yg memperbincangkan calon wakil presiden keduanya. Banyak yang berdiskusi dengan positif adapun yang berdiskusi secara negatif didalam media sosial, banyak hal yang berujar kebencian satu sama lain hanya karena perbedaan pasangan calon pilihan mereka.

Setelah kedua nya menetapkan calon wakil presiden pilihan masing-masingpun masih saja banyak netizen dalam hal ini masyarakat saling berujar nada kebencian dan menjelekkan satu sama lain pasangan calon yang mereka pilih. Hal ini lah yang menciderai demokrasi yang seharusnya berjalan damai dan tentram. Hal ini juga yang mungkin bila dilihat oleh para pendahulu bangsa saat meraih kemerdekaan akan sangat menyayat hati mereka.

Harus ada kesadaran dan edukasi terhadap masyarakat, bahwa perbedaan adalah hal yang lumrah, dan bukan berarti jika kita berbeda pandangan kita harus selalu menjatuhkan lawan namun perbedaan adalah yang membuat kita belajar arti dari kata toleransi satu sama lain. Kemerdekaan Indonesia bukan diraih karena kebencian perbedaan pandangan tetapi diraih karena saling menghargai pandangan satu sama lain

Sebenarnya perbedaan pandangan politik ini sudah lama terjadi dalam dinamika perjuangan rakyat Indonesia, jika kita lihat kembali dalam peristiwa Rengasdengklok dimana golongan muda mempunyai perbedaan pandangan dengan golongan tua. Dimana golongan muda menginginkan agar Bung Karno untuk segera melakukan proklamasi kemerdekaan dengan atau tanpa bantuan dari negara Jepang namun golongan tua berpendapat hal yang sebaliknya. Perbedaan tersebut bukanlah menjadi sebuah perpecahan melainkan sebagai pemersatu bangsa dalam meraih kemerdekaan.

Sama halnya dengan sekarang, momentum hari kemerdekaan yang sebentar lagi akan kita rayakan haruslah menjadi sebuah pengingat bahwa perbedaan pandangan politik bukanlah menjadi suatu pemecah bangsa namun sebagai bahan diskusi dan alat pemersatu bangsa. Jangan lah kita terpecah belah oleh sesuatu yang sebenarnya hanyalah sebuah perbedaan dalam pandangan politik karena sebenarnya politik itu adalah hal yang sangat dinamis. Hanya satu hal yang akan selalu sama yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. *

Penulis adalah Mahasiswa Papua, tinggal di Yogyakarta